Minggu, 15 Januari 2023

DOKTRINASI NASIONALISME VERSUS INDOKTRINASI RADIKAL

DOKTRINASI NASIONALISME VERSUS INDOKTRINASI RADIKAL

Penulis : Andi Salim

Ada istilah yang menyebutkan bahwa pendapat itu bisa mempengaruhi pendapatan atau sebaliknya. Dua kata ini memiliki makna yang berbeda yang tentu saja kita semua tahu bahwa apa yang dimaksud pendapat dan apa pula arti dari kata pendapatan itu sendiri. Namun bukan disitu persoalannya, bahwa kedua kata itu memiliki kesamaan sudut pada perspektif moral, apakah pendapatan itu didapat dari cara-cara baik yang terikat oleh pesan-pesan agama yang diyakini seseorang, serta pendapat / saran yang disampaikan pun berintegrasi kepada kebaikan untuk disampaikan pada orang lain guna memperbaiki kondisi seseorang demi memperoleh kemajuan dari keadaan sebelumnya. Sehingga pendapat itu dirasakan pantas untuk didengar sebagai masukan atau nasehat bagi penerimanya.

Banyak dari kita sering tertipu oleh joki-joki agama yang sengaja dibawa-bawa dalam bentuk nasehat terhadap orang lain, dimana hal itu dilakukan agar dirinya dianggap lebih mulia dari penerimanya, namun dibalik itu sesungguhnya mereka tidak segan-segan menukar pendapatnya itu sebagai cara untuk memperoleh pendapatannya. Bahkan dari pencitraan kemuliaannya itu mereka bahkan mampu menukarnya dengan harga yang tinggi jauh diatas jerih payah sosok petani yang berpeluh keringat oleh terpaan sinar matahari yang panas dan menyengat tubuhnya. Jualan para joki ini bukanlah barang yang langka kita temui, mereka terkesan memanfaatkan orang lain yang lebih sibuk memperbaiki ekonomi dirinya.

Pengetahuan agama yang semestinya menjadi bekal untuk memperbaiki diri sendiri, kini dimanfaatkan sebagai alat ukur guna menyandingkannya terhadap keadaan orang lain yang sibuk bergelut dengan kehidupan dunia seseorang. Lalu dengan mudahnya mengatakan hidup didunia hanya sekedar melintas dan sesaat bila dibandingkan dengan masa setelah kematian yang akan kekal selama-lamanya. Sehingga para pendengarnya mengambil pemahaman betapa tidak pentingnya mengurusi kehidupan dunia ini. Dimana singkat cerita, doktrin itu menjadi peluang bagi para joki agama untuk mengambil hasil jerih payah mangsanya yang haus akan dalil dan cerita akhirat yang mencengangkannya.

Berbagai penelitian tentang kemiskinan menunjukkan korelasi terhadap kejahatan. Meningkatnya kemiskinan juga turut berpengaruh pada meningkatnya tindakan kriminalitas seseorang dikarenakan orang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Maka tak heran disetiap negara miskin tentu menjadi rentan akan tingginya angka kejahatan ini. Oleh karenanya, posisi agama semestinya menjadikan mereka untuk menahan diri agar tidak melakukan kejahatan, sekaligus memberikan dorongan agar mereka pun giat dalam melakukan berbagai usaha guna keluar dari kemiskinan tersebut. Sebab petunjuk agama sesungguhnya berfokus pada keseimbangan perlakuan seseorang baik di dunia mau pun sebagai bekal di akhirat kelak.

Para joki agama ini tak segan-segan menghilangkan makna dari pahala jihad yang sering kita pahami dari ungkapan Rasulullah yang bersabda, "Janganlah kalian berkata demikian. Sesungguhnya, bila ia bekerja untuk menghindarkan diri dari meminta-minta (mengemis), maka ia berarti dalam sabilillah. Dan jika ia bekerja untuk mencari nafkah serta mencukupi kedua orang tuanya atau keluarganya yang lemah, maka ia pun dalam sabilillah. Namun jika ia bekerja hanya untuk bermegah-megahan serta hanya untuk memperkaya dirinya, maka ia dalam sabilisy syaitan (jalan setan)." Alih-alih bukan sunah ini yang didahulukan, namun para joki itu justru mengedepankan kepasrahan keadaan kepada Allah Swt semata dengan upaya seadanya.

Ada lagi sebuah fakta, dimana seseorang disebut ustadz yang menjadikan dirinya sebagai objek sedekah yang semestinya ditujukan bagi fakir miskin dan yatim piatu, sehingga dirinya banyak memperoleh sedekah dari jemaatnya untuk memperkaya dirinya sendiri dengan menggunakan dalil-dalil yang sengaja diselewengkannya demi memperkaya dirinya sendiri. Belum lagi para joki agama ini sengaja memberikan indoktrinasi kepada jemaatnya untuk menentang kewibawaan pemerintah oleh pesanan pihak asing yang membiayai gerakan mereka dengan melakukan demontrasi-demontrasi anarkis untuk menyerukan pergantian ideologi negara guna merebut kedaulatan bangsa ini. Dimana aparat pun semakin dibuat gamang oleh isu islamofobia yang sengaja mereka tiupkan ke publik.

Maka tak heran berbagai kritik, cemoohan, hinaan dan penyebaran isu hoaks pun semakin menerpa ditengah masyarakat hingga saat ini. Gagasan kementrian agama untuk menertibkan persoalan tersebut melalui penerbitan sertifikasi penceramah pun dengan serta merta mereka tolak yang dianggap membelenggu aktifitas Komprador bangsa ini. Artinya para joki ini rela dan tega menjual kepentingan bangsa dan rakyatnya demi kepentingan pribadi dan keluarga dan kelompoknya. Padahal dibalik itu, tujuan terbitnya sertifikasi penceramah tersebut agar para joki agama ini tidak lagi berkesempatan melakukan penyelewengan dari kebebasan memperoleh celah agama yang acapkali disematkan dalam upaya politik yang mereka lakukan.

Jika pada awal penulisan ini, penulis menyandingkan pengertian antara pendapat dan pendapatan, hal itu demi mengingatkan kita semua agar waspada terhadap pihak-pihak komprador ini yang senantiasa memanfaatkan kelemahan masyarakat akan ancaman kehidupan akhirat dari amal ibadah selama kita di dunia ini. Tentu saja kita memang perlu mengamankan diri kita pasca kehidupan ini, namun tidak pula dengan mudah menyerahkan dan mempercayainya kepada orang yang memanfaatkan sisi lemahnya pengetahuan seseorang dalam hal tersebut. Kehidupan dunia ini dengan segala kebutuhannya mutlak diperlukan, sebab tanpa dunia ini mustahil Tuhan menurunkan agamanya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...