Minggu, 19 Februari 2023

IMPLEMENTASI SWASEMBADA PANGAN SEMAKIN JAUH PANGGANG DARI APINYA

23/06/2022

IMPLEMENTASI SWASEMBADA PANGAN SEMAKIN JAUH PANGGANG DARI APINYA
Penulis : Andi Salim

Anggaran ketahanan pangan nasional pada tahun 2022 ini mencapai 92,3 Trilyun rupiah, nilai ini cukup besar dari rentetan berbagai kebutuhan impor bahan pangan nasional yang hingga saat ini masih bergantung dari hasil kerja masyarakat luar negeri, dimana hasil dari para petani kita belum mampu mencukupinya, walau pembangunan infrastruktur dari anggaran pertanian yang dikerjakan oleh kementrian PUPR dan sektor lain sudah begitu sarat untuk menunjang swasembada kebutuhan pangan kita agar mengalami kenaikan aktifitas penanaman bahan pangan dinegeri kita sendiri.

Tersedianya waduk dan irigasi serta sarana jalan yang menunjang sektor pertanian agar memadai, kiranya tidak terintegrasi kepada sektor-sektor lain, termasuk informasi volume kebutuhan bahan pangan yang tersebar atas kebutuhan 277 juta penduduk indonesia yang membutuhkan makan setiap harinya. Dibalik sumbangan inflasi dari kenaikan harga pangan yang acapkali membuat pemerintah panik, akan tetapi jika ditelisik lebih dalam, prilaku kebijakan pemerintah dirasakan tidak searah dengan kekhawatirannya pada hal itu. Sebab ketergantungan akan import bahan pangan kita masih terjadi, maka Kementrian Pertanian pun acapkali menjadi kambing hitam dari persolan kelam semacam ini.

Setidaknya terdapat 6 komoditas bahan pangan yang masih di import dengan volume yang fantastis bahkan nilainya sangat besar pula. Dari sumber pemberitaan BPS pada april lalu, untuk kebutuhan import Beras saja, kita masih kekurangan pasokan 13,9% dengan nilai impor 66,6 milyar rupiah, cabai kekurangan 92,21% dengan realisasi import 167,2 milyar rupiah, kedelai kekurangan 27,08% dengan nilai impor 3,2 Trilyun, bawang putih kekurangan 307,6% impor senilai 1,1 trilyun, jagung kekurangan 63,11% nilai impor 407 milyar dan garam kekurangan 64,3% nilai impor 176 milyar rupiah. Apakah ini kesalahan Mentan semata, atau regulasi kita yang sesungguhnya keliru.

Berita Kompas.com tanggal 31/3/22, Mentan pun menjelaskan, produksi kedelai lokal pada tahun 2022 diperkirakan 200.315 ton. Ditambah stok awal tahun sebanyak 190.970 ton, jumlah stok kedelai lokal hanya ada 391.285 ton. Sementara kebutuhan tahun ini diperkirakan 2,983 juta ton. Dengan begitu dibutuhkan impor 2,842 juta ton, hampir 90 persen dari kebutuhan. Bahkan gula konsumsi yang ketersediaannya minus 234,69 ribu ton. Sedangkan stok dalam negeri hanya mencapai 2,98 juta ton, namun kebutuhan dalam negeri mencapai 3,21 juta ton. Tentu saja untuk menutupnya akan melakukan impor sebesar 1,04 juta ton.

Jokowi pun menjadi fokus pada ketidakpastian situasi global saat ini, dimana perubahan iklim yang ekstrem dan pengaruh perang Rusia versus Ukraina yang berdampak pada krisis energi dan naiknya harga pangan dunia. Keadaan ini tentu saja berdampak pada krisis keuangan yang akan menerpa seluruh dunia tak terkecuali negara-negara maju didunia sekalipun. Apalagi defisit anggaran APBN Indonesia terus memaksa pemerintah untuk mencari hutang pinjam baru dalam menutup kekurangannya, walau dibalik utang kita yang menurun hingga diangka Rp. 6.031 trilyun pada april lalu, dengan asumsi US$ 1 setara Rp 14.729.

Terjadinya impor kedelai hingga 90% sebagaimana disebutkan oleh Dwi Andreas Santoso Guru Besar IPB Bogor yang sekaligus Ketua AB2TI, dimana menurutnya biaya produksi tanam kedelai domestik antara 10.000 s/d 13.000 sementara bila di Import melalui Tanjung Priok hanya seharga 7.000 sehingga impor dirasakan menjadi solusi bagi pemerintah dalam mengatasi laju inflasi. Sedangkan defisit neraca perdagangan atas import pangan kita tahun lalu saja sudah mencapai 6,5 juta milyar dollar, tahun ini akan mencapai 9 milyar dollar. Nilai subsidi ke atas pertanian pun dirasakan terus menurun bila dibandingkan dengan kebijakan pemerintah Amerika yang mensubsidi petaninya hingga mencapai 1.200 trilyun pertahun.

Pemerintah perlu agar segera melakukan perubahan politik anggaran, khususnya bidang pendidikan dan sektor lain yang semestinya dibawah budget kementrian pertanian dan kelautan, sebab diberbagai negara sektor pertanian dan kelautan justru menjadi sumber pendapatan negara selain ketahanan pangan bagi kebutuhan lokal masyarakatnya. Lemahnya anggaran pertanian khususnya dana yang dikelola oleh Kementan langsung menjadi penyebab sumber defisit atas ketersediaan kebutuhan pangan masyarakat saat ini, sehingga mengancam kehidupan masyarakat termasuk surutnya petani kita yang berpindah menjadi tenaga kerja atau sebagai buruh di sektor lain.

Pagu Anggaran Kementan 2022 Rp14,45 Trilyun tentu angka yang sangat kecil bila dibandingkan anggaran negara-negara lain dalam menciptakan naiknya sektor pertanian guna mencukupi kebutuhan swasembada pangannya, bahkan dunia lain telah mampu mengeksportnya keberbagai belahan dunia bagi pendapatan negaranya pula. Hal itu menampakkan ambisi suatu negara terhadap sektor ini demi mengamankan kecukupan kebutuhan konsumsi rakyatnya, disamping itu mereka pun menghemat sumber energinya agar tidak terkuras habis tentunya. Semestinya politik anggaran mengutamakan pertanian diatas semua sektor lainnya, termasuk sektor pertahanan dan pendidikan sekalipun.

Pemerintah tidak perlu lagi merekayasa pemikirannya yang pragmatis, sebab hanya 3 sektor utama yang pantas diperhatikan dibalik kedaulatan suatu negara pasca diperoleh kemerdekaannya. Pertama bagaimana memperkuat ketahanan keamanan. Kedua bagaimana menciptakan kelangsungan hidup rakyatnya dari kebutuhan dasar pangan yang perlu diutamakan. Ketiga fokus kepada sektor kesehatan untuk menjaga rakyatnya dari ancaman penyakit seperti pandemi covid-19 dan faktor lain hingga memperpanjang usia masyarakatnya, selain itu bidang kesehatan berperan penting dalam menjaga serta memulihkan perekonomian suatu negara tentunya.

Semoga tulisan ini bermanfaat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...