18/08/2022
REFORMASI BIROKRASI SERING MENJADI BUALAN PARA PEJABATPenulis : Andi Salim
Banyak dari setiap instansi pemerintah atau pun perusahaan swasta yang ingin melakukan reformasi birokrasi yang secara struktural bertujuan membenahi persoalan internal mereka dari kritik-kritik dan saran untuk dituntaskan. Hal itu bagaikan mencari jarum dalam jerami, oleh karena sifat dan kriteria persoalan yang memerlukan ketajaman serta pengamatan dari seorang pemimpin baru tersebut. Sebab tak jarang pula niat semacam itu justru kandas oleh faktor penghalang dari setiap alasan yang dikemukakan bawahan, sehingga tujuan reformasi menyeluruh itu tidak kunjung menghasilkan perubahan apapun.
Setiap persoalan tentu saja tidak bisa dinilai sama, apalagi menyamaratakan mekanisme penyelesaian dari setiap instansi. Hal itu tergantung dari beberapa indikasi pada alur bidang yang terdapat didalamnya, namun pada intinya, terdapat tiga point pokok yang biasanya menjadi sumber persoalannya, yaitu SDM, mekanisme terapan dari alur pekerjaan serta sarana dan prasarana kerja yang tersedia. Lemahnya dari tiga pokok ini, sering mendatangkan persoalan, apakah datangnya dari internal instansi itu sendiri atau dari luar yang mempengaruhinya. Maka tak jarang standard penyelesaian bukan satu-satunya cara menuntaskan persoalan tersebut.
Persoalan SDM yang berkisar tentang kemampuan skill dan pengetahuannya yang cukup, apalagi dibekali dengan pelatihan dan arahan dari meeting-meeting yang dilakukan setiap periode tertentu tidak serta merta menjadi executed atau dapat dijalankan sesuai dengan keinginan atasannya. Oleh karena daya tangkap dan keinginan bawahan untuk menjalankan instruksi itu harus pula diamati secara serius. Sebab jika tidak, semestinya diberlakukan tindakan lain secara tegas pula. Sehingga faktor disiplin dan mekanisme teguran serta peringatan bahkan pemecatan / pemberhentian pekerja menjadi instrumen dalam suatu proses pengendaliannya.
Belum lagi jika persoalan itu terkait dengan mekanisme terapan dari suatu pekerjaan. Hal ini sangat berhubungan langsung dengan azas kebijakan dari suatu instansi yang mencakup apa, bagaimana serta sebab dan tujuan dari proses produksi atau pelayanan itu dihasilkan. Tentu saja ekses pekerjaan itu menciptakan nilai-nilai yang secara normatif dapat diukur keadaannya. Biasanya skala ukurannya yang digunakan bisa saja meletakkan peringkat apakah nilai baik, sedang atau kurang baik sehingga perlu adanya perbaikan. Penggolongan semacam ini mutlak dibutuhkan agar identifikasi masalah dapat terlihat sebagai evaluasi.
Disamping hal diatas, masih terdapat lagi celah yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu berkenaan dengan sarana dan prasarana kerja. Pada persoalan ini biasanya menyangkut ruang kerja yang menunjang serta peralatan yang dibutuhkan atau faktor penunjang lain yang tersedia guna melengkapi dirinya, supaya kecepatan dan kualitas kerja, sekaligus optimalisasi hasil yang ingin dicapainya benar-benar ditunjang oleh fasilitas yang cukup pula. Sebab setiap bawahan / pekerja sering akan mengemukakan alasan semacam ini jika masih terdapat kekurangan-kekurangan dari apa yang diperlukannya, sehingga para atasan menjadi tidak berkutik manakala persoalan ini dikemukakannya.
Faktor internal pun menjadi tidak kalah penting dalam suatu alur proses pekerjaan, bagaimana menciptakan suasana kerja untuk saling menunjang antara satu bagian dengan bagian lain, kedekatan hubungan bawahan dengan atasannya, atau mekanisme sosial dan psikologis yang menjadi kultur instansi atau perusahaan pun harus diperhatikan pula. Sebab pembedaan terhadap antara yang malas dengan yang rajin, atau mereka yang berprestasi dengan yang tidak berprestasi, serta yang disiplin dan yang tidak disiplin, tentu benar-benar diperlakukan secara nyata. Sering didapati mereka yang malas itu sangat pandai mengambil hati atasannya sehingga menciptakan kecemburuan dan mendatangkan pola kerja yang destruktif.
Pengaruh eksternal merupakan keadaan dimana kondisi ini menjadi muara dari bertemunya dua kepentingan. Faktor instansi / perusahaan sebagai internalnya, dengan publik atau khalayak sebagai eksternalnya pula. Sentuhan pada persoalan yang terjadi diwilayah ini harus ekstra hati-hati dan penuh kecermatan. Sebab tak jarang jika keberhasilan atau kegagalan justru lebih cepat datangnya dari interaksi oleh para pihak. Termasuk penyimpangan dari aktifitas oknum instansi / perusahaan yang ingin mencari keuntungan pribadi melalui cara menukar kecepatan dan kualitas kerja dengan sejumlah uang yang ditawarkan oleh pihak lain hingga mengemukakan berbagai alasan untuk melanggar garis-garis kebijakan yang telah ditetapkan.
Begitu sulitnya persoalan reformasi birokrasi ini sering dilontarkan sebaliknya oleh pejabat kita, malah tak jarang dari mereka yang justru menganggap enteng dan terkesan mudah untuk menyelesaikannya. Betapa tulisan diatas hanya sekelumit masalah yang tidak dapat penulis ungkapkan secara menyeluruh oleh karena terbatasnya ruang penyampaian ini. Apalagi bidang yang ditangani bukanlah keahlian khusus dari penyandang jabatan dalam suatu instansi, lalu dari mana mereka paham tentang duduk persoalan dengan segala permasalahan yang berlaku sejak lama. Hal yang sama pun menjadi tantangan bagi para menteri kita saat ini tentunya, sebab kita berharap agar mereka tidak semata-mata jual kecap saja mestinya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar