Senin, 16 Januari 2023

PUTUSNYA RANTAI SEJARAH JADI ANCAMAN BAGI NUSANTARA


20/11/2022

PUTUSNYA RANTAI SEJARAH JADI ANCAMAN BAGI NUSANTARA

Penulis : Andi Salim

Mempersatukan bangsa dan beragamnya suku di Indonesia sejak era kemerdekaan bukanlah perkara yang mudah, untungnya melalui kitab Sutasoma dari abad ke 14 mencatatkan bentuk pemersatu bangsa, suku, budaya dan lain sebagainya. Meskipun kitab itu dipandang sebagai karya sastra, namun peninggalan abad kejayaan kerajaan Majapahit itu cukup memberikan suplemen inti pemersatu bangsa melalui semboyannya "Bhinneka Tunggal Ika" yang sangat kita junjung tingga hingga pada masa sekarang ini. Pengarang kitab itu adalah Mpu Tantular yang hidup pada era kerajaan Majapahit sebagai seorang pujangga ternama Sastra Jawa yang menjadi catatan bangsa kita hingga saat ini.

Perjalanan nusantara pun terus mencatatkan sejarahnya yang panjang. Ajaran Islam yang mulai masuk ke Nusantara, dimana salah satunya lewat jalur perdagangan. Sehingga ada yang meyakini masuk agama ini ke Nusantara pada abad ke-7, namun ada pula yang mengatakan pada abad ke-13. Akan tetapi di balik perbedaan pendapat dari tiga teori tentang masuknya Islam ke Nusantara, yang bersumber dari Teori Gujarat atau India, Teori Persia, dan Teori Mekkah. Faktanya terdapat tulisan mengenai kerajaan Samudra Pasai yang terletak di aceh tahun 1267, dan kerajaan Demak yang memisahkan diri dari kerajaan Majapahit sekitar tahun 1.500 masehi. Dari sinilah islam berkembang dan menjadi agama yang dianut mayoritas penduduk indonesia.

Pembuktian deretan catatan bangsa ini, tentu menjadi fakta sejarah sekaligus kekuatan pertahanan diplomasi bangsa Indonesia yang memiliki kedaulatan sebelumnya. Sehingga keterkaitannya terhadap batas wilayah nusantara tidak terombang ambing oleh keinginan para bekas penjajah itu untuk menentukan secara sepihak dari apa yang menjadi status kepemilikan Indonesia sebelumnya, dibalik perubahan kondisinya yang dahulu bernama Nusantara. Sebab sejarah mengenai Nusantara ini memiliki implikasi langsung terhadap rangkaian peristiwa yang terjadi di kepulauan antara Benua Asia dan Benua Australia jauh sebelum berdirinya Republik Indonesia.

Sehingga perjanjian yang digunakan pada perbatasan Indonesia dan Malaysia atau negara tetangga lain tidak semata-mata merujuk asas uti possidentis juris atau pada perjanjian yang dibuat oleh Belanda dan Inggris saja sebagai sandarannya. Walau masyarakat bangsa ini telah banyak meninggalkan keyakinan nenek moyang mereka yang dianut sebelumnya, namun jati diri bangsa tidak boleh dikaburkan oleh kepentingan apapun. Artinya berpindahnya keyakinan itu tidak semestinya menghilangkan hak-hak dan catatan sejarah bangsa ini sebagai pegangan dalam mempertahankan apa yang semestinya dimilikinya. Disinilah pesan moral itu sepatutnya disampaikan sebagai perjuangan generasi saat ini.

Ketidakberdayaan untuk menolak perjanjian itu di masa lampau pun bukan dipegang sebagai kesepakatan hingga akhir zaman sekiranya bangsa kita ingin menolaknya dan meratifikasi perjanjian itu dengan melihat fakta sejarah sebelum penjajahan itu terjadi. Sehingga diplomasi kearah sana harus terus di upayakan sebagai jihad yang sebenarnya bagi perjuangan kebangsaan kita. Sama halnya dengan apa yang terjadi pada masa era orde baru dahulu, dimana banyak tanah-tanah rakyat yang dirampas begitu saja tanpa ada ganti rugi melalui proses pembelian tanah yang adil, namun faktanya banyak pula para ahli waris yang menggugat atas peralihan hak mereka yang tanpa dasar, menstatuskan tanah mereka sebagai penguasaan negara walau tanah tersebut telah bersertifikat dan dikuasai TNI sekalipun.

Artinya, proses pencarian Keadilan tidak boleh terhenti oleh sebab panjangnya waktu yang dilalui serta telah terjadi kesepakatan dari pemerintah terdahulu, dimana perjanjian itu dirasakan sangat menekan dan menjadi senjata bagi mereka, antara memberikan persetujuan kemerdekaan Indonesia yang di inginkan oleh Proklamator kemerdekaan saat itu, dengan wilayah mana yang menjadi status milik bangsa kita pada akhirnya. Apalagi banyak dari generasi muda kita yang hanya berkeyakinan pada rekayasa perjanjian yang dibuat oleh para penjajah tanpa melihat latar belakang sejarahnya. Sehingga kedudukan kebenaran itu tertindih oleh waktu dan sulitnya membalikkan keadaan. Ditambah lagi penghilangan sejarah dari masuknya ideologi transnasional yang menghantui bangsa ini pula.

Terhadap pengakuan gugusan pulau pasir yang sebenarnya milik masyarakat adat NTT, tidakkah kita bertanya, sejak kapan bangsa keturunan inggris itu memiliki sejengkal tanahnya di wilayah asia tenggara jika bukan melalui rekayasa mereka yang menyingkirkan suku Aborigin yang semestinya menjadi pemilik benua itu sebelumnya. Suku Aborigin pada awalnya mendominasi daratan Australia, namun setelah orang-orang Eropa menemukan Benua tersebut, keberadaannya semakin terdesak dan tidak lagi berkuasa atas tanah adat nenek moyangnya. Sehingga nasib mereka pun menjadi sama halnya yang dialami suku Indian yang merupakan penduduk asli tanah Amerika yang terpinggirkan. Apakah hal semacam ini pantas kita sebut sebagai status hukum yang sesungguhnya.

Berpindahnya suatu kepemilikan hanya terjadi oleh sebab proses pemberian, penghibahan, pelepasan hak atau proses jual beli yang melatarbelakangi hal itu terjadi, tanpa itu semua semestinya hukum tidak mereduksi proses perampasan, atau melalui istilah penemuan benua yang sering disebutkan oleh mereka, pendudukan atas hak orang lain, serta penjajahan dan penaklukan sebuah wilayah yang dilakukan terhadap bangsa lain. Jika dahulu kita pernah kalah dan tak berdaya untuk melawan kedzaliman mereka, bukan berarti hal itu pantas dibiarkan atas rekayasa perjanjian internasional yang akan terus di ikuti oleh generasi muda kita nantinya. Semoga melalui penulisan ini menjadikan kita semua semakin menyadari bahwa persatuan dibalik kebhinnekaan yang kita miliki menjadi pengikat bagi eksistensi bangsa ini tentunya.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...