Selasa, 30 Mei 2023

JK MENGINGATKAN JOKOWI AGAR TIDAK JAUH TERLIBAT PILPRES

 


JK MENGINGATKAN JOKOWI AGAR TIDAK JAUH TERLIBAT PILPRES

Penulis : Andi Salim
14/05/2023

JK begitu risihnya atas sepak terjang Jokowi yang dianggapnya mengganggu elektoral Anis Baswedan, dimana dukungan JK terhadap AB ini diketahui publik sejak jauh-jauh hari dari pengakuan JK selama mendukung Anis Baswedan dalam memenangkan pilkada DKI Jakarta, bahkan disinyalir bukan saja dukungan politik, namun beliau ikut memasok pinjaman yang berjumlah fantastis demi memenangkan AB agar mengalahkan Basuki Tjahaya Purnama selaku petahana pada tahun 2017 silam. Dari sikapnya yang tak netral selaku Wakil Presiden ketika itu, maka tak heran jika AB pada akhirnya memenangkan pilkada, walau publik menyesalkan sikapnya yang tak netral selaku negarawan.

Jika Jokowi diam atas campur tangan JK terhadap pilkada ketika itu, oleh karena persoalan etik bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan unsur terjadinya pelanggaran terhadap, baik dilihat dari substansi UU maupun konstitusi bernegara, maka JK pun dengan santainya menjawab pertanyaan wartawan bahwa dirinya tidak merasa bersalah atas dukungannya tersebut. Dari caranya demikian, walau publik menilainya kurang etis akan tetapi, oleh karena bukan merupakan suatu pelanggaran, isu itu pun berlalu dimana para insan pers tidak lagi menanyakan sikapnya terhadap aksi yang begitu nyatanya mendukung kepada salah satu cagub hingga diduga publik bahwa AB merupakan bagian dari kroni JK, sehingga hal itu menjadi sah-sah saja dilakukannya.

Namun kini, dengan lantangnya JK mengingatkan JKW agar tidak terlalu ikut campur dalam kontestasi politik jelang Pemilu 2024 di akhir jabatannya. Pernyataan itu disampaikan JK dalam merespon langkah Jokowi yang tidak mengundang Ketua Umum partai Nasdem Surya Paloh dalam pertemuan Parpol Koalisi Pemerintah di Istana Merdeka, Selasa (2/5) kemarin. Disebutkannya bahwa "di Istana seharusnya membicarakan tentang urusan pembangunan itu wajar saja. Tapi kalau bicara pembangunan saja semestinya NasDem diundang. Berarti ada pembicaraan politik," ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (6/5) malam. Dari pernyataannya ini, publik pun merespon berbagai kejanggalan dan kemana arah substansi ungkapannya yang demikian.

Sebab, banyak orang yang pintar membungkus pernyataannya agar terlihat elok dimata publik, sementara dirinya pun melakukan hal yang sama sebagaimana yang penulis utarakan diatas. Lagi-lagi kita akan bertanya, apakah Jokowi telah melakukan kesalahan sebagaimana yang dilakukannya terhadap AB selaku pihak yang didukungnya, bukan saja saat pilkada, namun disinyalir jika kini pun JK ikut mendukung pencapresan AB guna memenangkan pilpres 2024 mendatang yang tentu saja beliau berusaha dengan berbagai cara, termasuk menghentikan dukungan JKW terhadap salah satu capres agar AB memenangkan Pilpresnya sehingga capres lain akan kalah dengan sendirinya. Dimana perlu diketahui publik, bahwa strategi yang efektif untuk mengalahkan lawan adalah dengan cara membelenggunya.

Pernyataannya diatas tentu mendatangkan kegaduhan yang pada akhirnya mata publik mengarah kepada JKW. Namun publik harus paham bahwa JK pun tidak netral dari beberapa rekam jejaknya sekiranya diukur dari sikap seorang negarawan. Sebab nyatanya beliau hanya melihat celah apa yang bisa menjatuhkan orang lain termasuk sikap apa yang dilakukan JKW saat ini, walau dirinya begitu sulit melihat apa yang telah dan saat ini dilakukannya. Sehingga apa yang disampaikannya menjadi serupa dengan pepatah lama yang menyebutkan jika, Gajah di pelupuk mata tidak tampak, namun semut di seberang lautan tampak. Artinya kebenaran seseorang yang jelas ada tidak dibicarakan namun persoalan yang sangat kecil dari seseorang tersebut semakin dibesar-besarkan.

Publik masih mengingat betapa rekam jejak AB selaku Gubernur DKI Jakarta yang sangat lemah dari berbagai programnya yang dikritik guna menggapai kemajuan sebagaimana yang diharapkan publik. namun nyatanya, ukuran banjir jakarta yang belau janjikan sebagai program Naturalisasi saja tidak menampakkan hasil apapun. Bahkan program tersebut nyaris serupa dengan apa yang dilakukan Ahok melalui program Normalisasi sungai semasa dirinya memimpin DKI jakarta sebelumnya. Hal ini menampakkan bahwa apa yang dilakukan AB hanya sebatas retorika dan ungkapan dari mahirnya kata-kata yah keluar dari mulutnya selaku seorang pakar akademisi. Berbagai pembelaan atas pentingnya arti penyampaian dan kata-kata pun sebagai hal yang mendasar dari setiap orasi politiknya.

Bahkan digaris bawahinya bahwa kerja nyata atau implementasi sebuah program hanya akan terjadi melalui pentingnya narasi atau kata-kata sebagai pijakan awalnya. Hal ini demi membungkus kelemahan terhadap rangkaian kerja-kerja nyata agar eksistensi dirinya tidak terlihat publik sebagai sesuatu yang kurang / lemah bagi kelengkapan persyaratan yang semestinya dimiliki oleh seorang pemimpin. Bahkan publik menyandingkannya dengan kerja nyata JKW yang menghiasi sepak terjangnya dengan bukti-bukti nyata atas kerja kerasnya demi mewujudkan sesuatu sebagai bukti otentik dari kerja keras seorang pemimpin. Citra inilah yang menjadi selera masyarakat terhadap hadirnya pemimpin baru Indonesia dimasa yang akan datang.

Dalam hal sikap berpolitik memang sah-sah saja kritik dilakukan, apalagi terhadap pandangan yang berbeda dari apa yang semestinya berdasarkan penafsiran pribadi yang memiliki celah atau kekeliruan yang perlu disampaikan terhadap siapapun. Namun selaku insan politik, apalagi berbasis ketokohan terhadap partai politik tertentu, tentu setidaknya harus menampakkan loyalitasnya pada partai apa yang menaunginya. Hal ini sekedar mengingatkan JK, bahwa dirinya acap kali tidak loyal dan nampak berseberangan dengan Golkar, sebagaimana pilpres 2004 ketika Golkar mengusung Wiranto - Solahudin Wahid, dimana dirinya justru mencalonkan diri yang berpasangan dengan SBY, serta ketika 2014 saat Golkar mendukung Prabowo - Hatta Rajasa, lagi-lagi dirinya pun dipasangkan dengan JKW hingga Golkar pun harus menelan pil pahitnya.

Bahkan kini, begitu terlihat secara kasat mata jika arah politik JK lebih menggadang- gadang agar Golkar ikut mendukung AB, walau melalui sikap politik Airlangga Hartarto selaku Ketua Umum partai Golkar, hal itu lebih condong untuk mengusung calon lain guna menguatkan langkah politik partai ini untuk memfasilitasi kearah tokoh-tokoh politik yang berbasis nasionalisme sebagai capres yang bukan berasal dari kalangan agama sebagaimana yang di inginkan dirinya. Lagi pula, kini publik sudah sedikit cerdas untuk memilah atas kritik siapa dan sejauh mana orang yang melontarkan kritik tersebut agar pantas didengar, bukan dari mereka yang acap kali hanya manfaatkan kendaraan partai politik untuk merebut jabatan publik atau kekuasaan sehingga memperkaya diri sendiri dari cawe-cawe proyek atas kehadirannya dalam kancah politik nasional.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...