PROSES PENEGAKAN HUKUM TIDAK BOLEH KEHILANGAN ROH KEADILAN SEBAGAI TUJUAN UTAMANYA.Penulis : Andi Salim
07/05/2023
Kejadian pada Minggu tanggal 14/3/2009, Direktur PT Putra Rajawali Bantaran Nasrudin Zulkarnaen telah tewas ditembak oleh seseorang di pelipis kiri dalam perjalanan pulang setelah bermain golf di Tangerang, Banten. Kepolisian menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat itu, Antasari Azhar, ditetapkan sebagai salah satu tersangka dan harus menjalani persidangan. Dr. Antasari Azhar, S.H., M.H. lahir di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, tepatnya pada tanggal 18 Maret 1953 lalu.
Beliau diberhentikan sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tetap dari jabatannya pada tanggal 11 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, setelah beliau pun diberhentikan sementara pada tanggal 6 Mei 2009. Hasil persidangan dibacakan tanggal 11 Februari 2010 dimana Antasari Azhar divonis hukuman dengan masa kurungan penjara selama 18 tahun, karena dinilai terbukti bersalah yang telah turut serta melakukan pembunuhan atas Nasrudin Zulkarnaen.
Namun kasus ini menjadi kontroversi karena masyarakat Indonesia meyakini adanya kriminalisasi KPK, di mana Antasari sangat gigih berjuang untuk membersihkan Indonesia dari praktik kotor penguasanya. Masyarakat pun menyimak dari apa yang disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mengomentari kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, yang menyeret mantan ketua KPK, Antasari Azhar. Beliau mengatakan, ada misteri di balik kasus Antasari tersebut.
Panjangnya masa tahanan yang dijalani dibalik jeruji besi itu dengan masa hukuman selama 7 tahun 6 bulan, ditambah pengurangan masa tahanan (remisi) selama 4,5 tahun, sehingga genap mencapai 12 tahun lamanya Antasari menjalani vonis tersebut dan dia dinyatakan bebas bersyarat pada Kamis 10 November 2016. Sebuah perjalanan panjang yang menguburkan upaya pencari keadilan dari sekian lama hajat hidup seorang manusia serta terhentinya kebebasannya dari aktifitas apapun yang semestinya hidup dalam keadaan normal serta bersosialisasi secara merdeka.
Mentri Sekretaris Negara Pratikno, menegaskan pemberian grasi kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar sesudah sesuai prosedur. Tidak ada pertimbangan politis seperti yang ditudingkan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebagaimana pemberitaan Media Indonesia pada tanggal 15/2/2017 lalu. Hal itu menjadi pemberitaan KOMPAS.com tanggal 14/2/2017. Menyebutkan bahwa Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menuding ada motif lain di balik pemberian grasi terhadap Antasari Azhar beberapa waktu lalu oleh Presiden Joko Widodo. SBY menganggap grasi itu diberikan untuk menyudutkannya.
Namun terdapat keanehan yang dipertontonkan dari kasus ini, bahwa adik korban pembunuhan itu, yang bernama Andi syamsudin tampak begitu akrab bahkan membela serta meyakini bahwa Antasari bukanlah pelaku pembunuhan tersebut, dan beliau pun menduga jika SMS ancaman yang selama ini dituduhkan kepada Antasari Azhar itu hanya sebuah tuduhan yang tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan secara hukum. Hingga saat ini, Antasari pun tetap menyangkal dirinya terlibat dan dituduh menjadi dalang kasus pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen dan hingga kini kasus tersebut masih menyisakan misteri karena sejumlah kejanggalan selama proses hukumnya berjalan.
Menyorot kejadian diatas, maka kita semestinya tahu bahwa persoalan keterangan saksi yang direkayasa atau palsu, berdasarkan yurisprudensi, sebagian saja dari keterangan saksi dinyatakan palsu, cukup alasan menjeratnya dengan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), sedangkan, Merekayasa suatu kronologi tindak pidana kepada pihak kepolisian dapat dihukum pidana karena melanggar ketentuan Pasal 220 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi: "Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”
Menyimak tulisan diatas, betapa mengerikan penegakan hukum dinegri kita, anda bisa bayangkan jika seorang pejabat selaku Ketua KPK mendapat perlakuan hukum semacam itu, maka bagaimana dengan kita semua tentu akan dipandang sebelah mata, maka penulis merespon apa yang disampaikan bapak Listyo Sigit Prabowo sebelum menjadi Kapolri, dimana beliau menyatakan bila dirinya menjabat Kapolri, proses penegakan hukum tak boleh lagi bersifat tajam ke bawah. Menurutnya, tidak boleh ada lagi kasus seperti yang menimpa Nenek Minah yang mencuri tiga buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) diproses secara hukum oleh Polri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar