RISALAH SAMBUTAN PERINGATAN PANCASILA PADA ACARA LEMBAGA ADAT KABUYUTAN LEMBANG
Penulis : Andi Salim
02/06/2023
Sebagaimana tahun lalu, peringatan acara di Lembang begitu meriah oleh banyaknya antusias budayawan yang masih tersisa di republik ini yang tidak ingin warisan leluhurnya punah atau di punahkan. Berbagai partisipasi digelar demi menyemarakkan acara peringatan ke 78 tahun atas lahirnya Pancasila itu yang diyakini sebagai ideologi negara, dimana mereka sebutkan bukan bahwa Pancasila bukanlah sebagai pilar bangsa, namun merupakan azas atau pondasi negara ini. Sehingga pengertian pilar yang diartikan sebagai tiang ditolak oleh karena memiliki perbedaan dengan keyakinan yang sejak dahulu dikumandangkan Soekarno yaitu azas bangsa ini.
Perayaan yang bertepatan dengan 10 tahun berdirinya Lembaga Adat Kabuyutan Lambang selaku lembaga budaya dari sedikit kawasan Jawa Barat yang hingga kini ikut mempertahankan Pancasila itu ditengah guncangan dari masuknya ideologi transnasional, tentu membanggakan kita semua. Sebab masih ada jejak-jejak generasi muda indonesia yang masih perduli pada keadaan ini ditengah surutnya Pancasila itu yang disinyalir tidak lagi berdiri kokoh sekaligus bukan lagi satu-satunya ideologi yang menjadi azas atas dari berdirinya organisasi nasional. Inilah yang menjadi pokok permasalahan keresahan generasi bangsa saat ini.
Kehadiran perwakilan Gerakan Toleransi Indonesia melalui legal standing keormasan dari Sarana Kebangsaan Indonesia tentu mengambil kesempatan itu demi menyuarakan sekaligus dukungan atas upaya yang dilakukan berbagai reaksi budayawan termasuk uluran tangannya kepada Lembaga Adat Kabuyutan Lembang guna ikut memberikan dorongan bagi kembali kokohnya ideologi bangsa ini demi berkontribusi atas tegak ideologi Pancasila termasuk ikut menjauhkan tangan-tangan gangguan terhadap eksistensinya. Maka melalui point-point penting yang disampaikan, serta kehadiran perwakilan Gerakan Toleransi Indonesia yang ke dua kali disana beberapa hal itu disampaikan.
Point pertama, Bagaimanapun Gerakan Toleransi Indonesia memberikan penghormatan tertinggi kepada tokoh adat kabuyutan sejawa barat dalam upaya menciptakan dampak perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah guna mengangkat sisi seni dan budaya agar terus mendapatkan porsi eksistensi budayanya dari serbuan budaya asing ditengah era globalisasi dan digitalisasi saat ini. Khususnya kepada Lembaga Adat Kabuyutan Lembang yang telah berinisiatif secara terus-menerus mengupayakan hal ini demi meneruskannya kepada generasi muda yang akan datang. Sebab bagaimana pun kehadiran Lembaga Adat Kabuyutan Lembang sejak 10 tahun silam yang menjaga Pancasila ini, semestinya menjadi contoh atas gerakan yang sama bagi gerakan organisasi lainnya.
Point kedua, Perayaan hari lahir pancasila harus menjadi momentum guna mengiringi atau mengimbangi aspek peningkatan ritual dan spiritual yang berkembang ditengah masyarakat sekarang ini, Sehingga keberadaan budaya yang didalamnya terdapat seni, adat istiadat dan tradisi benar-benar menjadi pertahanan bagi khasanah bangsa yang harus tetap melekat bagi kalangan generasi muda Indonesia. Sehingga, masyarakat adat yang didalamnya terdapat pegiat adat dan pekerja adat tidak perlu beralih profesi kepada sektor lainnya, sebagaimana terjadinya pengalihan dari profesi petani yang berpindah menjadi buruh atau tenaga kerja pabrik diberbagai daerah. Sebab jika hal ini terjadi, tentu menjadi ancaman bagi goyahnya manifestasi ideologi yang tidak lagi menjadi kepedulian bagi masyarakat Indonesia untuk mempertahankannya.
Point ketiga, Berdirinya Lembaga adat kabuyutan Lembang sejak 2013 lalu, tentu harus ditindak lanjuti dengan upaya study banding terhadap lembaga adat nusantara lain yang telah eksis diberbagai daerah seperti Sumatera Barat dengan Wali Nagari yang mereka miliki, serta eksistensi lembaga adat Dayak dari Kalimantan, adat Jawa, adat Batak, adat Melayu, adat Bali dan lainnya diberbagai daerah yang pada akhirnya memiliki apresiasi yang sama di mata pemerintah. Hal ini demi mengadministrasi potensi dan kekayaan tradisi serta budaya sebagai khasanah wilayah masing-masing. Sebab, segala hal apapun masih bisa ditiru oleh kalangan atau golongan manapun, kecuali adat dan budaya yang melekat ditengah masyarakatnya.
Point ke empat. Skala banding terhadap apresiasi seni dan budaya tentu harus dicermati pada sisi anggaran sekaligus dukungan yang tersedia demi aktifitas dan perkembangannya. Hal ini demi suburnya warisan dari leluhur bangsa ini yang terus mampu dipertahankan. Apalagi terdapat banyak negara yang bisa di rujuk mengenai hal ini, seperti bagaimana jepang yang hingga sekarang demikian mampu menjaga eksistensi budayanya, serta korea Selatan yang begitu berkembang pada sektor ini bahkan mampu berkontribusi atas sumbangannya terhadap pendapatan nasional mereka. Tentu ini menjadi aspek strategis guna dijadikan sumber pendapatan lain, dimana pemerintah tidak sekedar mengolah kekayaan alam Indonesia atas proses penerapan hilirisasi tambang semata.
Point kelima. Pada akhirnya harapan tertinggi kepada segenap pegiat budaya nusantara khususnya terhadap Lembaga Adat Kabuyutan Lembang demi ikut menimbulkan dampak perhatian pemerintah agar menyisihkan kepeduliannya terhadap jati diri bangsa ini. Sehingga keberadaan budayawan dan pegiat seni dan tradisi tidak dipandang sebelah mata. Sehingga dari berbagai kebijakan hendaknya didasari atas pertimbangan atas dan dari kelompok ini demi menimbulkan efek kecintaan masyarakat terhadap nusantara yang mengakar sejak mereka dilahirkan. Maka, segala pertimbangan dan kebijakan itu agar tidak lagi sekedar mengambil pertimbangan agama tertentu sebagai instrumen kelayakan yang ditempuh kecuali mengadopsi budaya bangsa selaki warisan nenek moyang kita semua.
Pada akhirnya, sebagai penutup. Gerakan Toleransi Indonesia berpesan agar Lembaga adat kabuyutan Lembang dapat menerapkan sikap toleransi yang tinggi ditengah berbagai aspek perbedaan hingga tidak saja mampu menerima kenyataan perbedaan terhadap aspek keyakinan dan agama, namun mampu pula menerima perbedaan atas tradisi serta adat istiadat ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau yang tentu saja tidak ada negara lain yang sekaya Indonesia. Namun dibalik itu, banyaknya perbedaan ini pun bisa mendatangkan perpecahan dari potensi perbedaan itu sendiri dengan cara meninggikan ego sektoral atau fanatisme beragama yang radikal dan ekstrem sebagaimana yang nampak sekarang ini. Demikian penyampaian saya selaku Ketua Umum Gerakan Toleransi Indonesia. Terima kasih.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar