Kamis, 19 Januari 2023

CAPRES YANG MENAMPILKAN PENDEKATAN LOWER FREQUENCY

15/10/2022

CAPRES YANG MENAMPILKAN PENDEKATAN LOWER FREQUENCY
Penulis : Andi Salim

Lower frequency atau biasa dikenal dengan sebutan frekuensi rendah yang merupakan frekuensi radio dalam pada kisaran 20–300 Hz. Panjang gelombangnya bisa mencapai 1-10 km sehingga frekuensi rendah juga dapat disebut pita kilometer dan gelombang kilometer. Namun bukan disitu yang penulis maksudkan, sengaja penulis mengambil sebutan Lower Frequency sebagai istilah bagi para bakal capres yang menampilkan sisi kedekatannya terhadap wong cilik dimasa tahun politik sekarang ini. Sehingga tidak aneh jika banyak diantara mereka yang turun ke sawah, masuk kedalam warteg, bahkan tak segan-segan makan dipinggir jalan untuk mengkonsumsi jajanan rakyat jelata tersebut.

Figur jokowi yang terbiasa dengan kehidupan serba sulit, bahkan expose dirinya yang pernah tinggal dibantaran kali tentu saja merupakan wujud keaslian dari apa yang pernah dialaminya semasa anak-anak hingga pra-dewasa dahulu. Gaya hidup keseharian kalangan bawah ini tentu melekat dalam setiap kebiasaan dan prilakunya pada setiap kesempatan. Termasuk ketika beliau menjabat sebagai Presiden sekalipun. Bahkan dirinya akan menjadi canggung untuk menikmati kemewahan dan pola hidup glamour yang biasa dialami para bangsawan yang saat ini mengitarinya. Kondisi inilah yang acapkali disukai oleh masyarakat yang menjadikan dirinya sebagai representasi rakyat kecil dari masyarakat lapisan bawah.

Banyak dari prilaku orang yang melekat pada dua hal, apakah mereka hidup dari kalangan bawah, atau kehidupan yang serba mapan dari para orang tua yang sukses hingga tidak mengalami kesulitan sedikit pun. Perbedaan cara dan gaya hidupnya pun terlihat jauh berbeda pula. Apalagi pada sisi pergaulan, kecenderungan orang tua akan menampakkan sikap dari putra-putri mereka yang menjadi eksklusif dan terkesan menutup diri. Demikian pula sebaliknya, mereka yang berada pada lapisan rakyat miskin pun seakan-akan berjarak untuk mendekati mereka yang kaya. Kekhawatiran tudingan memanfaatkan dari pergaulan terhadap mereka yang berkehidupan mapan akan menjadi beban dan semakin berjarak.

Kenyataan hidup tersebut lebih bagaikan memperlihatkan dua sisi keping uang yang berbeda antara satu dengan lainnya. Walau ada sebagian dari mereka yang tercampur, namun bagaikan seleksi alam, mereka yang miskin bisa masuk kedalam habitat yang kaya manakala berprestasi, entah oleh karena kepintarannya, budi pekertinya yang baik, atau skill yang dimilikinya terbilang diakui sehingga digemari disekitar lingkungannya. Atau sebaliknya, mereka yang kaya pun bisa saja diterima, manakala dirinya bersedia menerima keadaan sahabatnya yang hidup serba pas-pasan tanpa canggung beradaptasi untuk sekedar makan dan minum dari keseharian yang disajikan oleh kaum papah tersebut.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk Indonesia. Namun kita jangan bergembira dahulu, sebab dari jumlah penduduk Indonesia yang menduduki posisi keempat terbesar di dunia tersebut, terdapat hanya 11,8 juta penduduk yang merupakan lulusan Sarjana, sedangkan yang tidak bersekolah sebanyak 64,1 juta dan lulus Sekolah Dasar berjumlah 64,6 juta penduduk. Sedangkan mereka yang lulus pada tingkat SMP sebanyak 39,8 juta dan mereka yang hanya lulus SMA / SMK hanya berjumlah 56,9 juta orang. Jumlah ini mengkonfirmasi bahwa tingkat kelulusan pendidikan masih didominasi dari kelulusan pendidikan dasar dan menengah saja.

Data diatas bersumber dari Dataindonesia.id per 31 Desember 2021 lalu, yang tentu saja berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sekarang mengikuti penambahan kepesertaan UMKM, termasuk mereka yang bekerja dipabrik-pabrik dan usaha yang bersifat informal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka, pada fakta ini, kita dapat mengambil kesimpulan jika masyarakat menengah kebawah tergolong masih tinggi jumlahnya, yang tentu saja dengan kebiasaan hidup relatif sederhana atau dapat disebut cenderung hidup berkekurangan pada masa sebelumnya. Sehingga tak heran, jika pemimpin yang memiliki pola hidup atau style of life yang sama, sebagaimana yang terlihat dari sosok Jokowi begitu melekat dalam ingatan mereka.

Bahkan dalam berbagai kesempatan, terlihat jokowi yang memesan makanan pinggir jalan sebagaimana layaknya rakyat kecil namun hal itu sama sekali tidak terkesan canggung, baik gestur tubuhnya, mau pun raut wajahnya yang menampakkan kebiasaan lama yang masih melekat pada sikap hidupnya pula. Oleh karenanya, tak heran jika rakyat tanpa didorong sekalipun akan mengakui dirinya sebagai Jokower (Pengagum Jokowi), dimana jokowi adalah representasi kehidupan mereka yang relevan untuk ditampilkan layaknya kepribadian Jokowi saat ini dari coraknya yang sederhana, pekerja keras, konsisten, jujur, menjauhi kemewahan, dan sensitif terhadap diskriminasi. Hingga tak sekali dua kali jokowi begitu berang manakala rakyatnya diabaikan oleh birokrasi yang bertele-tele.

Malahan rakyat pun semakin bangga ketika sang Presiden tanpa canggung untuk sesekali numpang kencing dirumah masyarakat, dimana beliau sama sekali tidak risih oleh kondisi Higienitas dari sanitasi rumah masyarakat yang memang belum sebaik keadaan hunian metropolis sekarang. Deretan peristiwa itu membuktikan bahwa Jokowi sangat melekat pada kehidupan rakyat miskin, dimana para bakal capres saat ini begitu sulit dan canggung dalam menampilkan sisi pendekatan terhadap rakyat dari golongan bawah ini, akan tetapi, harus diakui bahwa suara mereka justru menjadi penentu kemenangannya. Maka label pencitraan pun disematkan terhadap mereka yang terlihat kurang pas dan terkesan dibuat-buat dari kenyataan rakyat yang sesungguhnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...