Penulis : Andi Salim
Terdapat banyak sosok yang termasuk sukses di Indonesia sehingga beberapa orang mengikuti perjalanannya yang dianggap sebagai inspirasi tersendiri untuk diceritakan kepada siapapun pada saat sharing komunikasi pada lawan bicara, tokoh atau publik figur yang dikagumi tersebut tak sedikit yang berasal dari tokoh politik atau tokoh agama serta tokoh budaya yang menghiasi layar kaca televisi kita, atau juga pada dunia sosial yang saat ini menghadirkannya disetiap kesempatan.
Ketertarikan untuk mengagumi tokoh tersebut berawal dari banyaknya informasi tentang tokoh yang dikagumi oleh masyarakat banyak. Mulai dari membaca biografi serta sepak terjang tokoh tersebut hingga acap kali seseorang rela mengikuti cerita tentang dirinya, Awal dari rasa kagum itu mendorong seseorang untuk mengetahui lebih jauh tentang pemikiran dari tokoh yang di idolakan, hingga tak jarang seseorang akan mengingat ucapan dan tulisan-tulisan, atau kejadian lain dari seirang tokoh yang di idolakan.
Upaya menceritakan segala hal terkait tokoh idola itu juga merupakan salah satu cara menunjukkan kekaguman terhadap sang idola. Selain itu, bentuk kepedulian terhadap tokoh yang di idolakan dapat ditunjukkan dengan cara mengajaknya sebagai pertemanan, atau jika sudah limit, maka seseorang rela hanya sebagai Follower saja, walau tidak dapat melakukan komunikasi aktif, hal itu tidak menjadi masalah.
Namun Ketika sang idola melakukan satu keputusan, atau tindakan berupa kebijakan yang tidak sesuai dengan hati dari pengagumnya, atau idola tersebut merubah haluan pandangannya, maka muncullah sifat penolakan atau protes dari pengidola tersebut, hingga kemudian merubah rasa tidak senang atau malah menjadikan kekaguman itu menjadi berubah sebagai kebencian.Dari yang semula ucapan penuh pujian, tiba-tiba berubah menjadi cacian dan hujatan yang bertubi-tubi untuk ditujukan kepada sang idola dari waktu ke waktu.
Tindakan tokoh yang di idolakan itu sebenarnya wajar-wajar saja, bahkan tidak bertentangan jika dikaitkan pada dunia politik saat ini yang memang sering terjadi anomali pada sikap dan pendirian seseorang. Tetapi terkadang kenyataan seperti itu memang tidak mudah untuk langsung diterima khususnya bagi yang belum mengerti dan memahaminya. Sebab bagi seseorang yang memiliki keteguhan prinsip dan keras dalam pendiriannya, perubahan sikap dan pemikiran itu seakan menyatunya ucapan dan tindakan, sehingga hal itu tidak mudah untuk digoyahkan oleh apapun dan oleh siapapun.
Karakter itulah yang menyulitkannya dalam menentukan siapa yang menjadi idolanya. Jika sudah demikian, rasa simpatik berganti menjadi permusuhan atau paling tidak hal itu seakan mau dihilangkan dari ingatan seseorang yang tidak lagi ingin mendengar orang menyebut namanya dalam setiap komunikasi dengan siapa pun, bahkan kekecewaan itu mengantarkannya pada hujatan atau tuduhan yang merendahkan orang yang di idolakan dengan kata-kata sebagai orang yang munafik atau penjilat jabatan, atau malah lebih rendah dari itu semua.
Hal ini pun dialami sosok Presiden Joko Widodo yang terus menjadi buah bibir baik di dalam maupun luar negeri. Setelah masuk nominasi tokoh dunia, Jokowi menjadi hangat diperbincangkan disetiap kesempatan, lantaran dianggap sebagai sosok pemimpin ideal dan kharismatik, serta beliau dipuja-puja oleh pembantunya yang berada didalam lingkaran kekuasaan di kepemerintahan yang dipimpinnya.
Namun hal itu akan berbeda dari orang-orang yang tidak lagi ikut dalam wilayah kepemimpinannya pada periode ke dua saat ini, tentu banyak mereka yang tidak ikut dan digantikan oleh sosok lain, maka hal itu menjadi masalah tersendiri dari para pemujanya yang tidak lagi turut dalam kekuasaan jilid kedua tersebut, tentu saja kita dapati jika sikap mereka menjadi berubah.
Berubahnya sikap politik atau pendirian dari sang pengidola tersebut, yang semula dipuja-puja kini tiba-tiba diserang. Tentu hal tersebut membuat riuh jagad media sosial dan para netizen, jika kita mencermati para tokoh politik yang semula membenci pemerintah dan memusuhi Jokowi, kini kita jangan heran jika hal itu berbalik menyaksikan pemandangan yang berbeda dari para pelaku pragmatisme tersebut yang berubah sebagai pemujanya.
Atau begitu pula sebaliknya, kalau pada masa mereka duduk selaku pejabat yang mendampingi Jokowi lantas saat ini sudah tidak lagi berada pada wilayah kekuasaan pemerintah, maka kini kita malah melihat mereka yang menjadi kritikus kelas teri dan menjadi sosok munafik yang menjijikkan. Mereka rela mempertontonkan akrobatik politik demi keserakahan dirinya sendiri.
#Toleransiindonesia #Andisalim #jkwguard
Mari kita suarakan
Ketertarikan untuk mengagumi tokoh tersebut berawal dari banyaknya informasi tentang tokoh yang dikagumi oleh masyarakat banyak. Mulai dari membaca biografi serta sepak terjang tokoh tersebut hingga acap kali seseorang rela mengikuti cerita tentang dirinya, Awal dari rasa kagum itu mendorong seseorang untuk mengetahui lebih jauh tentang pemikiran dari tokoh yang di idolakan, hingga tak jarang seseorang akan mengingat ucapan dan tulisan-tulisan, atau kejadian lain dari seirang tokoh yang di idolakan.
Upaya menceritakan segala hal terkait tokoh idola itu juga merupakan salah satu cara menunjukkan kekaguman terhadap sang idola. Selain itu, bentuk kepedulian terhadap tokoh yang di idolakan dapat ditunjukkan dengan cara mengajaknya sebagai pertemanan, atau jika sudah limit, maka seseorang rela hanya sebagai Follower saja, walau tidak dapat melakukan komunikasi aktif, hal itu tidak menjadi masalah.
Namun Ketika sang idola melakukan satu keputusan, atau tindakan berupa kebijakan yang tidak sesuai dengan hati dari pengagumnya, atau idola tersebut merubah haluan pandangannya, maka muncullah sifat penolakan atau protes dari pengidola tersebut, hingga kemudian merubah rasa tidak senang atau malah menjadikan kekaguman itu menjadi berubah sebagai kebencian.Dari yang semula ucapan penuh pujian, tiba-tiba berubah menjadi cacian dan hujatan yang bertubi-tubi untuk ditujukan kepada sang idola dari waktu ke waktu.
Tindakan tokoh yang di idolakan itu sebenarnya wajar-wajar saja, bahkan tidak bertentangan jika dikaitkan pada dunia politik saat ini yang memang sering terjadi anomali pada sikap dan pendirian seseorang. Tetapi terkadang kenyataan seperti itu memang tidak mudah untuk langsung diterima khususnya bagi yang belum mengerti dan memahaminya. Sebab bagi seseorang yang memiliki keteguhan prinsip dan keras dalam pendiriannya, perubahan sikap dan pemikiran itu seakan menyatunya ucapan dan tindakan, sehingga hal itu tidak mudah untuk digoyahkan oleh apapun dan oleh siapapun.
Karakter itulah yang menyulitkannya dalam menentukan siapa yang menjadi idolanya. Jika sudah demikian, rasa simpatik berganti menjadi permusuhan atau paling tidak hal itu seakan mau dihilangkan dari ingatan seseorang yang tidak lagi ingin mendengar orang menyebut namanya dalam setiap komunikasi dengan siapa pun, bahkan kekecewaan itu mengantarkannya pada hujatan atau tuduhan yang merendahkan orang yang di idolakan dengan kata-kata sebagai orang yang munafik atau penjilat jabatan, atau malah lebih rendah dari itu semua.
Hal ini pun dialami sosok Presiden Joko Widodo yang terus menjadi buah bibir baik di dalam maupun luar negeri. Setelah masuk nominasi tokoh dunia, Jokowi menjadi hangat diperbincangkan disetiap kesempatan, lantaran dianggap sebagai sosok pemimpin ideal dan kharismatik, serta beliau dipuja-puja oleh pembantunya yang berada didalam lingkaran kekuasaan di kepemerintahan yang dipimpinnya.
Namun hal itu akan berbeda dari orang-orang yang tidak lagi ikut dalam wilayah kepemimpinannya pada periode ke dua saat ini, tentu banyak mereka yang tidak ikut dan digantikan oleh sosok lain, maka hal itu menjadi masalah tersendiri dari para pemujanya yang tidak lagi turut dalam kekuasaan jilid kedua tersebut, tentu saja kita dapati jika sikap mereka menjadi berubah.
Berubahnya sikap politik atau pendirian dari sang pengidola tersebut, yang semula dipuja-puja kini tiba-tiba diserang. Tentu hal tersebut membuat riuh jagad media sosial dan para netizen, jika kita mencermati para tokoh politik yang semula membenci pemerintah dan memusuhi Jokowi, kini kita jangan heran jika hal itu berbalik menyaksikan pemandangan yang berbeda dari para pelaku pragmatisme tersebut yang berubah sebagai pemujanya.
Atau begitu pula sebaliknya, kalau pada masa mereka duduk selaku pejabat yang mendampingi Jokowi lantas saat ini sudah tidak lagi berada pada wilayah kekuasaan pemerintah, maka kini kita malah melihat mereka yang menjadi kritikus kelas teri dan menjadi sosok munafik yang menjijikkan. Mereka rela mempertontonkan akrobatik politik demi keserakahan dirinya sendiri.
#Toleransiindonesia #Andisalim #jkwguard
Mari kita suarakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar