Penulis : Andi Salim
Banyak beragam pendapat mengenai terjadinya kasus Bom Bunuh diri, apalagi disandarkan kepada dalil-dalil sebagaimana yang disampaikan Abdul Somad mengenai Harokah istisyadiyah sebagai perbuatan mati syahid yang viral di media sosial belakangan ini. Sebab menurut beliau gerakan Harokah inti Hariyah yang artinya gerakan Bom Bunuh diri bersumber dari pemahaman pers barat yang sengaja mengatakan demikian, sedangkan gerakan Harokah istisyadiyah adalah gerakan Mati Syahid yang memiliki sandaran pada hukum islam untuk sepantasnya ditegakkan oleh umat islam. Apakah pandangan ini memiliki landasan yang kuat sehingga pantas untuk dilanjutkan, atau sekedar provokasi kepada umat islam lain agar menyeret mereka ke arah pusaran politik yang lebih dalam.
Tentu hanya dirinya dan Tuhan saja yang tahu tentang tujuan apa dibalik ceramah provokatifnya yang dianggap sebagian kalangan pemuda islam mempengaruhi kalangan mereka saat ini. Seruan agar beliau menghentikan pernyataan yang demikian dilandasi pasa fakta terjadinya Bom Bunuh diri yang disinyalir akibat dari pengaruh ungkapannya sebagai himbauan kalangan bagi islam garis keras agar tetap melakukan hal demikian. Pernyataannya tersebut pun mendapat protes dari Islah Bahrawi yang menyebutkan bahwa islam tidak mengajarkan bentuk kekerasan terhadap orang lain, serta memohon agar dirinya menghentikan pernyataannya tersebut. Disamping itu masyarakat pun menganggap dirinya sebagai sosok yang sangat intoleran dan dapat memecahbelah persatuan dan kesatuan bangsa ini.
Namun di balik ceramahnya tentang harokah tersebut, pastinya banyak pihak yang mengkaitkannya dengan upaya politik dimana beliau sering mengajak umat islam agar memilih PKS melalui tayangan video yang beredar dimana beliau memiliki kedekatan dengan partai tersebut. Upaya semacam ini tentu tidak kotor namun bernada kerakusan golongan umat islam terhadap kekuasaan itu sendiri. Dimana Rosul tidak pula mengajarkan kepada para umat tentang hausnya sebuah kekuasaan dibalik kehidupannya yang sangat sederhana tersebut. Politisasi yang bertopengkan agama saat ini sungguh telah mencemarkan nama baik islam sebagai kemurahan Tuhan dalam merahmatinya. Namun hal itu cenderung dijual oleh oknum-oknum tertentu yang begitu tampak jelas jika mereka sangat haus akan gemerlapnya kehidupan dunia ini.
Bahkan dibeberapa negara islam lain, ulama mereka demikian menjaga jaraknya dengan wilayah kekuasaan negara. Bahkan dalam beberapa point, para ulama mereka sangat menjaga konsistensi ucapan, tindakan serta pemikiran mereka dalam hal yang berkaitan dengan etika dan moralitas mereka. Artinya jika sekali saja terjadi ketidak sesuaian antara ucapan dan tindakannya, maka dengan serta merta mereka ditinggalkan dan tidak lagi menjadi panutan di negara tersebut. Hal itu sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia, dimana sekalipun para ulama ini didapati yang nyata-nyata tidak konsisten, namun masyarakat tetap saja memaklumi kondisinya yang demikian. Layaknya artis, mereka pun tetap melenggang seolah-olah tanpa salah sedikit pun. Apalagi mereka begitu terkesan masuk ke wilayah pusaran politik kekuasaan dan melakukan politik transaksional.
Konteks Jihad yang mengarahkan umatnya agar mengambil jalan Syuhada guna menegakkan islam, acapkali didengungkan guna menakuti lawan politik mereka yang sengaja terus didengungkan. Meski pun terdapat perintah lain untuk tetap melakukan ketaatan kepada pemimpin yang dinyatakan sebagai kewajiban umat sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits melalui sanadnya yang jelas dan tegas mengenai perintah tersebut, dimana Dalilnya pun terdapat di dalam Al-Qur’an di antaranya adalah firman Allah ta'ala: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS. An Nisa' [4]: 59) Sesungguhnya dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin itu pada derajat yang tinggi hingga menempati urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.
Hal itu tetap saja tidak membuat mereka bergeming agar menuruti perintah diatas sebagai sanad yang semestinya menjadi batas atas perbuatan mereka. Apalagi dibalik lemahnya penguasaan umat pada pemahaman agama yang dimana celah itu dijadikan sumber inspirasi guna terus-menerus membodohi masyarakat guna memuluskan langkahnya menuju panggung dahaga politik yang mereka cita-citakan. Termasuk atas rendahnya penguasaan dari alur sumber-sumber dalil yang harus dipijak oleh para umat tersebut. Seperti kedudukan atas Sanad yang terkait dengan bagaimana munculnya sebuah hadist, Matan sebagai memiliki perkaitan antara hadist satu dengan lainnya, serta Rawi sebagai unsur pokok ketiga dari hadist yang semestinya tetap berlaku serta diriwayatkan oleh penerimanya melalui sambungan estafet yang tanpa terputus pula.
Mereka pun semakin sibuk untuk mempertentangkan antar golongan islam dengan melakukan klaim-klaim kebenaran sepihak, walau Memiliki rujukan yang sama terhadap Hadits Nabi yang merupakan sumber hukum ajaran agama Islam setelah Al-Qur'an. Dimana dalam hadits, juga dikenal beberapa istilah seperti hadits shahih, hasan dan dhaif. Hal ini berimplikasi pada sikap umat Islam dalam memperlakukan dan memberlakukannya sebagai hujjah (dalil). Semestinya hal semacam ini menjadi jelas pula bahwa apa yang terdapat didalam Al-Qur'an tidak perlu lagi menjadi sumber pertentangan. Sedangkan hadits memang perlu sikap kritis dalam menyikapinya. Oleh karenanya, Sanad, Matan dan Rawi menjadi unsur yang penting guna menentukan derajat penggunaan dan pelaksanaan dari sebuah hadits. Sehingga, apa yang ditentang oleh Islah Bahrawi terhadap apa yang disampaikan UAS semestinya pun tidak perlu terjadi.
Pembenaran klaim sepihak tentu dapat merusak tujuan beragama itu sendiri, sebab islam akan terkunci pada kekakuan dan pemberlakuan kekerasan terhadap kemanusiaan serta terjebak pada sikap intoleransi antar sesama golongan. Jika Bom Bunuh diri ini tidak segera dihentikan, dimana sasarannya pun banyak dari kalangan muslim yang notabenenya masyarakat Indonesia merupakan pemeluk islam mayoritas di negara ini. Sementara mereka tidak lagi mendapatkan tenggang waktu dari masa waktu yang dijanjikan Allah sebagai batas waktu akhir untuk melakukan tobatnya. Sebagaimana riwayat yang menyatakan bahwa Allah SWT menerima tobat hambaNya selama nyawa mereka belum sampai di tenggorokannya. Dari sabda Nabi SAW yang berbunyi :
إن الله عز وجل يقبل تَوْبَةَ العَبْدِ ما لم يُغَرْغِرْ
Artinya: "Sesungguhnya Allah Yang Maha Agung akan menerima tobat seseorang sebelum nyawa sampai di tenggorokan (sekarat)." (HR At Tirmidzi).
Dalil ini menjelaskan bahwa Allah SWT memberikan batas waktu bertobat bagi seseorang sebelum kematian menjemputnya. Lantas kenapa mereka harus terbunuh dengan cara mendahului ketetapan Allah SWT tersebut. Padahal di bagian lain pun didapati penjelasan terhadap orang-orang musyrik yang melakukan ibadah kepada selain Allah SWT, Rasulullah Saw, mengatakan kepada mereka,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun : 6). Termasuk dalam ayat yang lain :
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu.” (QS. Asy Syura: 15).
Pelaku Bom Bunuh diri itu pada akhirnya dimaknai sebagai sikap yang mendahului keputusan ALLAH AZZA WAJALLA dari tenggat waktu bagi seorang muslim bertobat. Penggeraknya tak lain mereka yang dimaksudkan sebagai penunggang agama yang sengaja menyeret umat islam demi keserakahan kekuasaan. Memecah belah persatuan dan kesatuan adalah pelanggaran yang nyata-nyata melawan hukum. Negara harus mampu menegakkan keadilannya bagi para perusuh semacam ini. Walau bagaimanapun, Politik Identitas bukanlah strategi yang dibenarkan dari perspektif demokrasi serta sportifitas kontestasi pilpres dan pemilu yang merupakan manifestasi hak-hak politik rakyat. Namun bukan malah ditunggangi oleh kepentingan segelintir orang yang mengatasnamakan dirinya selaku ulama namun tidak jelas dari golongan yang mana.
Disamping terhadap Somad diatas, kita dihadapkan pada persoalan para habib di Nusantara ini. Dimana Kita memang selayaknya menghormati keturunan Nabi Muhammad selaku dzurriyah, namun demikian kita juga tidak ingin mereka menjadi sewenang-wenang apalagi hingga menyebut dirinya selaku "Majikan" atas para muslim Indonesia, tentu ini menjadi pernyataan offside. Sebab atas dasar apa mereka mengklaim hal yang demikian itu, padahal banyak kalangan arab disini pun membingungkan masyarakat Indonesia tentang keaslian para habaib itu yang nyata-nyata belum tentu memiliki keterkaitan darah dengan Nabi Muhammad sendiri. Walau harus diakui, bahwa ada beberapa yang sepatutnya kita hormati sosok dari mereka, sebut saja Habib Lutfi serta keturunan para wali songo yang juga memiliki keunggulan akhlak yang baik. Namun beberapa lainnya justru didapati layaknya orang yang pongah, sombong dan cenderung kasar.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Tentu hanya dirinya dan Tuhan saja yang tahu tentang tujuan apa dibalik ceramah provokatifnya yang dianggap sebagian kalangan pemuda islam mempengaruhi kalangan mereka saat ini. Seruan agar beliau menghentikan pernyataan yang demikian dilandasi pasa fakta terjadinya Bom Bunuh diri yang disinyalir akibat dari pengaruh ungkapannya sebagai himbauan kalangan bagi islam garis keras agar tetap melakukan hal demikian. Pernyataannya tersebut pun mendapat protes dari Islah Bahrawi yang menyebutkan bahwa islam tidak mengajarkan bentuk kekerasan terhadap orang lain, serta memohon agar dirinya menghentikan pernyataannya tersebut. Disamping itu masyarakat pun menganggap dirinya sebagai sosok yang sangat intoleran dan dapat memecahbelah persatuan dan kesatuan bangsa ini.
Namun di balik ceramahnya tentang harokah tersebut, pastinya banyak pihak yang mengkaitkannya dengan upaya politik dimana beliau sering mengajak umat islam agar memilih PKS melalui tayangan video yang beredar dimana beliau memiliki kedekatan dengan partai tersebut. Upaya semacam ini tentu tidak kotor namun bernada kerakusan golongan umat islam terhadap kekuasaan itu sendiri. Dimana Rosul tidak pula mengajarkan kepada para umat tentang hausnya sebuah kekuasaan dibalik kehidupannya yang sangat sederhana tersebut. Politisasi yang bertopengkan agama saat ini sungguh telah mencemarkan nama baik islam sebagai kemurahan Tuhan dalam merahmatinya. Namun hal itu cenderung dijual oleh oknum-oknum tertentu yang begitu tampak jelas jika mereka sangat haus akan gemerlapnya kehidupan dunia ini.
Bahkan dibeberapa negara islam lain, ulama mereka demikian menjaga jaraknya dengan wilayah kekuasaan negara. Bahkan dalam beberapa point, para ulama mereka sangat menjaga konsistensi ucapan, tindakan serta pemikiran mereka dalam hal yang berkaitan dengan etika dan moralitas mereka. Artinya jika sekali saja terjadi ketidak sesuaian antara ucapan dan tindakannya, maka dengan serta merta mereka ditinggalkan dan tidak lagi menjadi panutan di negara tersebut. Hal itu sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia, dimana sekalipun para ulama ini didapati yang nyata-nyata tidak konsisten, namun masyarakat tetap saja memaklumi kondisinya yang demikian. Layaknya artis, mereka pun tetap melenggang seolah-olah tanpa salah sedikit pun. Apalagi mereka begitu terkesan masuk ke wilayah pusaran politik kekuasaan dan melakukan politik transaksional.
Konteks Jihad yang mengarahkan umatnya agar mengambil jalan Syuhada guna menegakkan islam, acapkali didengungkan guna menakuti lawan politik mereka yang sengaja terus didengungkan. Meski pun terdapat perintah lain untuk tetap melakukan ketaatan kepada pemimpin yang dinyatakan sebagai kewajiban umat sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits melalui sanadnya yang jelas dan tegas mengenai perintah tersebut, dimana Dalilnya pun terdapat di dalam Al-Qur’an di antaranya adalah firman Allah ta'ala: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS. An Nisa' [4]: 59) Sesungguhnya dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin itu pada derajat yang tinggi hingga menempati urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.
Hal itu tetap saja tidak membuat mereka bergeming agar menuruti perintah diatas sebagai sanad yang semestinya menjadi batas atas perbuatan mereka. Apalagi dibalik lemahnya penguasaan umat pada pemahaman agama yang dimana celah itu dijadikan sumber inspirasi guna terus-menerus membodohi masyarakat guna memuluskan langkahnya menuju panggung dahaga politik yang mereka cita-citakan. Termasuk atas rendahnya penguasaan dari alur sumber-sumber dalil yang harus dipijak oleh para umat tersebut. Seperti kedudukan atas Sanad yang terkait dengan bagaimana munculnya sebuah hadist, Matan sebagai memiliki perkaitan antara hadist satu dengan lainnya, serta Rawi sebagai unsur pokok ketiga dari hadist yang semestinya tetap berlaku serta diriwayatkan oleh penerimanya melalui sambungan estafet yang tanpa terputus pula.
Mereka pun semakin sibuk untuk mempertentangkan antar golongan islam dengan melakukan klaim-klaim kebenaran sepihak, walau Memiliki rujukan yang sama terhadap Hadits Nabi yang merupakan sumber hukum ajaran agama Islam setelah Al-Qur'an. Dimana dalam hadits, juga dikenal beberapa istilah seperti hadits shahih, hasan dan dhaif. Hal ini berimplikasi pada sikap umat Islam dalam memperlakukan dan memberlakukannya sebagai hujjah (dalil). Semestinya hal semacam ini menjadi jelas pula bahwa apa yang terdapat didalam Al-Qur'an tidak perlu lagi menjadi sumber pertentangan. Sedangkan hadits memang perlu sikap kritis dalam menyikapinya. Oleh karenanya, Sanad, Matan dan Rawi menjadi unsur yang penting guna menentukan derajat penggunaan dan pelaksanaan dari sebuah hadits. Sehingga, apa yang ditentang oleh Islah Bahrawi terhadap apa yang disampaikan UAS semestinya pun tidak perlu terjadi.
Pembenaran klaim sepihak tentu dapat merusak tujuan beragama itu sendiri, sebab islam akan terkunci pada kekakuan dan pemberlakuan kekerasan terhadap kemanusiaan serta terjebak pada sikap intoleransi antar sesama golongan. Jika Bom Bunuh diri ini tidak segera dihentikan, dimana sasarannya pun banyak dari kalangan muslim yang notabenenya masyarakat Indonesia merupakan pemeluk islam mayoritas di negara ini. Sementara mereka tidak lagi mendapatkan tenggang waktu dari masa waktu yang dijanjikan Allah sebagai batas waktu akhir untuk melakukan tobatnya. Sebagaimana riwayat yang menyatakan bahwa Allah SWT menerima tobat hambaNya selama nyawa mereka belum sampai di tenggorokannya. Dari sabda Nabi SAW yang berbunyi :
إن الله عز وجل يقبل تَوْبَةَ العَبْدِ ما لم يُغَرْغِرْ
Artinya: "Sesungguhnya Allah Yang Maha Agung akan menerima tobat seseorang sebelum nyawa sampai di tenggorokan (sekarat)." (HR At Tirmidzi).
Dalil ini menjelaskan bahwa Allah SWT memberikan batas waktu bertobat bagi seseorang sebelum kematian menjemputnya. Lantas kenapa mereka harus terbunuh dengan cara mendahului ketetapan Allah SWT tersebut. Padahal di bagian lain pun didapati penjelasan terhadap orang-orang musyrik yang melakukan ibadah kepada selain Allah SWT, Rasulullah Saw, mengatakan kepada mereka,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun : 6). Termasuk dalam ayat yang lain :
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu.” (QS. Asy Syura: 15).
Pelaku Bom Bunuh diri itu pada akhirnya dimaknai sebagai sikap yang mendahului keputusan ALLAH AZZA WAJALLA dari tenggat waktu bagi seorang muslim bertobat. Penggeraknya tak lain mereka yang dimaksudkan sebagai penunggang agama yang sengaja menyeret umat islam demi keserakahan kekuasaan. Memecah belah persatuan dan kesatuan adalah pelanggaran yang nyata-nyata melawan hukum. Negara harus mampu menegakkan keadilannya bagi para perusuh semacam ini. Walau bagaimanapun, Politik Identitas bukanlah strategi yang dibenarkan dari perspektif demokrasi serta sportifitas kontestasi pilpres dan pemilu yang merupakan manifestasi hak-hak politik rakyat. Namun bukan malah ditunggangi oleh kepentingan segelintir orang yang mengatasnamakan dirinya selaku ulama namun tidak jelas dari golongan yang mana.
Disamping terhadap Somad diatas, kita dihadapkan pada persoalan para habib di Nusantara ini. Dimana Kita memang selayaknya menghormati keturunan Nabi Muhammad selaku dzurriyah, namun demikian kita juga tidak ingin mereka menjadi sewenang-wenang apalagi hingga menyebut dirinya selaku "Majikan" atas para muslim Indonesia, tentu ini menjadi pernyataan offside. Sebab atas dasar apa mereka mengklaim hal yang demikian itu, padahal banyak kalangan arab disini pun membingungkan masyarakat Indonesia tentang keaslian para habaib itu yang nyata-nyata belum tentu memiliki keterkaitan darah dengan Nabi Muhammad sendiri. Walau harus diakui, bahwa ada beberapa yang sepatutnya kita hormati sosok dari mereka, sebut saja Habib Lutfi serta keturunan para wali songo yang juga memiliki keunggulan akhlak yang baik. Namun beberapa lainnya justru didapati layaknya orang yang pongah, sombong dan cenderung kasar.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar