Penulis : Andi Salim
Rencana pembentukan poros islam sepertinya gagal terwujud, selain DNA mereka yang nyatanya berbeda, hadirnya poros islam tentu akan merugikan kelompok islam nusantara yang lebih condong mempertahankan ideologi Pancasila sebagaimana yang sering kita dengar. Tentu saja ajakan PKS sama sekali tidak menarik minat partai PKB, PPP dan PAN untuk bergabung guna membangun poros islam tersebut. Sebab, selain penolakan mereka terhadap isu Khilafah, masyarakat pun hampir sepenuhnya muak atas bercampurnya kepentingan agama yang diseret kearah politik identitas hingga memecah belah umat. Disisi lain sikap bertoleransi sebagai perekat kebhinekaan pun mau tidak mau akan terganggu oleh dampak ego fanatisme beragama yang sengaja disulut melalui praktek kampanye hitam nantinya.
Bagaikan arus yang deras, partai PKS merubah arah kemudinya untuk ikut kedalam gerbong partai nasionalisme agar jangan sampai tertinggal menuju Peron akhir dari persiapan Pemilu dan Pilpres 2024 yang akan datang. Walau tanpa mengusung calon dari kalangan internalnya, sebab jumlah kursi Nasdem yang lebih banyak tentu saja akan membukukan capres RI-1 dan sudah barang tentu AHY akan mengambil posisi Cawapres mengingat partai Demokrat yang mengantongi 54 Kursi dari hasil pemilu 2019 lalu. Artinya jumlah kursi PKS yang hanya 50 Kursi cukup sebagai pelengkap penderita, meski peran mereka akan lebih didepan dalam setiap kampanyenya.
Jika prediksi pengamat politik, baik Muhammad Qodari dan Burhanudin Muhtadi yang menyebutkan bahwa peserta pilpres 2024 nanti akan di ikuti oleh 4 pasang calon, tentu prediksi itu bisa dianggap lemah dari fakta politik yang saat ini masih belum final pada setiap kesepakatan perundingan yang terjadi. Walau 3 partai hampir pasti menyatukan diri dalam membentuk poros baru guna mengusung Anis Baswedan dan AHY yaitu Nasdem, PKS dan Demokrat, namun poros KIB saja misalnya, belum menentukan siapa capres yang akan mereka usung. Termasuk poros Gerindra dan PKB (Golkar, PAN dan PPP) pun belum mendeklarasikan siapa pula Capresnya yang akan didaftarkan di KPU secara resmi.
Hal yang sama pun dialami PDI Perjuangan, dimana rivalitas internalnya masih mengental sehingga belum menentukan sikap partainya. Disamping itu hal ini lazim dilakukan partai banteng hingga banyak pihak yang menunggu-nunggu siapa yang akan mengantongi rekomendasi partainya. Akan tetapi, mungkin masih sedikit dari kita yang mampu memprediksi bahwa poros-poros nasionalisme, baik poros KIB, poros Gerindra dengan PKB, dan poros PDI Perjuangan semestinya mampu mengusung capresnya sendiri. Tiga poros ini justru diduga akan membentuk Koalisi Besar yaitu Cluster Nasionalisme Kebangsaan. Dimana belum pernah terjadi bergabungnya 3 partai besar yaitu PDI Perjuangan, Gerindra dan Golkar yang saat ini menyatu ditangan kepiawaian seorang Jokowi.
Partai seperti PAN, PKB, PPP tentu akan mengikuti jejak mereka untuk masuk kedalam Cluster tersebut. Sebab melawan mereka tidak sekedar amunisi yang harus kuat, tapi struktur daerah dan jumlah kader kepala daerah yang duduk sebagai penguasanya pun sangat berpengaruh untuk menjadi poros kemenangan yang pantas diperhitungkan. Sehingga seorang pengamat atau politikus memahami benar bahwa syahwat politik tidak sekedar mengumbar hawa nafsu, namun harus memperhitungkan fakta lapangan yang tersebar secara luas. Sebab politik bukanlah barang spekulasi yang dengan mudah ditarik kepada ajakan yang berlandaskan kesamaan keimanan namun terdapat rasionalitas atas kesamaan kepentingan dan kebutuhan pada eksistensi bernegara yang sama pula
Koalisi partai politik yang saat ini mendukung pemerintah, mau tidak mau harus diapresiasi oleh segenap warga bangsa, sebab keberadaan mereka di kabinet JKW yang dirasakan berakselerasi dan berkontribusi secara baik membuktikan bahwa pemerintahan saat ini memiliki tingkat keberhasilan yang selayaknya diakui, tidak saja dari pihak masyarakat Indonesia, namun diapresiasi oleh dunia pula. Termasuk pengaruh resesi dunia yang mampu membentengi indonesia dari dampak ekonominya. Dimana beberapa negara saat ini mengalami inflasi diatas 10% sedangkan Indonesia baru masuk pada kisaran 5,95% saja. Apalagi strategi kebijakan menaikkan suku bunga yang tak terelakkan dibeberapa negara semakin menciptakan kelesuan berusaha.
Fakta ini tentu membuka mata bagi semua stakeholder kekuasaan, bahwa melanjutkan peran koalisi adalah solusi bagi kebaikan bangsa sepanjang ada kesepakatan yang sama pada benang merah untuk memajukan perekonomian Indonesia di periode kepemimpinan nasional 2024-2029 kedepan. Oleh karenanya, pembentukan Cluster poros partai politik bukan saja sebagai dorongan politik kekuasaan, namun sekaligus menjadi pilar kekuatan bagi tegaknya ideology Pancasila sebagai satu-satunya azas bernegara yang melandasi segala aktifitas dan rekam jejak politik bangsa ini kedepan. Hal itu sekaligus memupus harapan kelompok khilafah untuk berkembang di tanah pertiwi ini. Peluang inilah yang akan menjadi landasan berpikir bagi partai politik disamping distribusi kekuasaan dan kewenangan yang akan mereka dapatkan.
Kesimpulannya, pembentukan Cluster poros koalisi partai politik untuk hanya membentuk pasangan capres ke depan dimungkinkan hanya dua pasangan saja. Bahwa poros partai Nasdem, PKS dan Demokrat akan berhadapan dengan Cluster Poros politik Nasionalisme Kebangsaan. Artinya bisa diprediksi bahwa kubu pasangan Anis Baswedan yang berpasangan AHY akan berhadapan dengan Capres dan Cawapres dari Cluster poros partai politik ini. Tentu saja strategi ini mampu menghempaskan harapan kemenangan bagi JK yang menggalang kekuatan kecil bagi gelombang besar yang akan mereka hadapi nantinya. Semoga tulisan ini sampai ke telinga mereka untuk berpijak pada kepentingan yang sama. Bahwa mereka boleh saja mengambil kekuasaan dan kewenangan negara, namun tidak membiarkan bangsa ini terpecah belah tentunya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Bagaikan arus yang deras, partai PKS merubah arah kemudinya untuk ikut kedalam gerbong partai nasionalisme agar jangan sampai tertinggal menuju Peron akhir dari persiapan Pemilu dan Pilpres 2024 yang akan datang. Walau tanpa mengusung calon dari kalangan internalnya, sebab jumlah kursi Nasdem yang lebih banyak tentu saja akan membukukan capres RI-1 dan sudah barang tentu AHY akan mengambil posisi Cawapres mengingat partai Demokrat yang mengantongi 54 Kursi dari hasil pemilu 2019 lalu. Artinya jumlah kursi PKS yang hanya 50 Kursi cukup sebagai pelengkap penderita, meski peran mereka akan lebih didepan dalam setiap kampanyenya.
Jika prediksi pengamat politik, baik Muhammad Qodari dan Burhanudin Muhtadi yang menyebutkan bahwa peserta pilpres 2024 nanti akan di ikuti oleh 4 pasang calon, tentu prediksi itu bisa dianggap lemah dari fakta politik yang saat ini masih belum final pada setiap kesepakatan perundingan yang terjadi. Walau 3 partai hampir pasti menyatukan diri dalam membentuk poros baru guna mengusung Anis Baswedan dan AHY yaitu Nasdem, PKS dan Demokrat, namun poros KIB saja misalnya, belum menentukan siapa capres yang akan mereka usung. Termasuk poros Gerindra dan PKB (Golkar, PAN dan PPP) pun belum mendeklarasikan siapa pula Capresnya yang akan didaftarkan di KPU secara resmi.
Hal yang sama pun dialami PDI Perjuangan, dimana rivalitas internalnya masih mengental sehingga belum menentukan sikap partainya. Disamping itu hal ini lazim dilakukan partai banteng hingga banyak pihak yang menunggu-nunggu siapa yang akan mengantongi rekomendasi partainya. Akan tetapi, mungkin masih sedikit dari kita yang mampu memprediksi bahwa poros-poros nasionalisme, baik poros KIB, poros Gerindra dengan PKB, dan poros PDI Perjuangan semestinya mampu mengusung capresnya sendiri. Tiga poros ini justru diduga akan membentuk Koalisi Besar yaitu Cluster Nasionalisme Kebangsaan. Dimana belum pernah terjadi bergabungnya 3 partai besar yaitu PDI Perjuangan, Gerindra dan Golkar yang saat ini menyatu ditangan kepiawaian seorang Jokowi.
Partai seperti PAN, PKB, PPP tentu akan mengikuti jejak mereka untuk masuk kedalam Cluster tersebut. Sebab melawan mereka tidak sekedar amunisi yang harus kuat, tapi struktur daerah dan jumlah kader kepala daerah yang duduk sebagai penguasanya pun sangat berpengaruh untuk menjadi poros kemenangan yang pantas diperhitungkan. Sehingga seorang pengamat atau politikus memahami benar bahwa syahwat politik tidak sekedar mengumbar hawa nafsu, namun harus memperhitungkan fakta lapangan yang tersebar secara luas. Sebab politik bukanlah barang spekulasi yang dengan mudah ditarik kepada ajakan yang berlandaskan kesamaan keimanan namun terdapat rasionalitas atas kesamaan kepentingan dan kebutuhan pada eksistensi bernegara yang sama pula
Koalisi partai politik yang saat ini mendukung pemerintah, mau tidak mau harus diapresiasi oleh segenap warga bangsa, sebab keberadaan mereka di kabinet JKW yang dirasakan berakselerasi dan berkontribusi secara baik membuktikan bahwa pemerintahan saat ini memiliki tingkat keberhasilan yang selayaknya diakui, tidak saja dari pihak masyarakat Indonesia, namun diapresiasi oleh dunia pula. Termasuk pengaruh resesi dunia yang mampu membentengi indonesia dari dampak ekonominya. Dimana beberapa negara saat ini mengalami inflasi diatas 10% sedangkan Indonesia baru masuk pada kisaran 5,95% saja. Apalagi strategi kebijakan menaikkan suku bunga yang tak terelakkan dibeberapa negara semakin menciptakan kelesuan berusaha.
Fakta ini tentu membuka mata bagi semua stakeholder kekuasaan, bahwa melanjutkan peran koalisi adalah solusi bagi kebaikan bangsa sepanjang ada kesepakatan yang sama pada benang merah untuk memajukan perekonomian Indonesia di periode kepemimpinan nasional 2024-2029 kedepan. Oleh karenanya, pembentukan Cluster poros partai politik bukan saja sebagai dorongan politik kekuasaan, namun sekaligus menjadi pilar kekuatan bagi tegaknya ideology Pancasila sebagai satu-satunya azas bernegara yang melandasi segala aktifitas dan rekam jejak politik bangsa ini kedepan. Hal itu sekaligus memupus harapan kelompok khilafah untuk berkembang di tanah pertiwi ini. Peluang inilah yang akan menjadi landasan berpikir bagi partai politik disamping distribusi kekuasaan dan kewenangan yang akan mereka dapatkan.
Kesimpulannya, pembentukan Cluster poros koalisi partai politik untuk hanya membentuk pasangan capres ke depan dimungkinkan hanya dua pasangan saja. Bahwa poros partai Nasdem, PKS dan Demokrat akan berhadapan dengan Cluster Poros politik Nasionalisme Kebangsaan. Artinya bisa diprediksi bahwa kubu pasangan Anis Baswedan yang berpasangan AHY akan berhadapan dengan Capres dan Cawapres dari Cluster poros partai politik ini. Tentu saja strategi ini mampu menghempaskan harapan kemenangan bagi JK yang menggalang kekuatan kecil bagi gelombang besar yang akan mereka hadapi nantinya. Semoga tulisan ini sampai ke telinga mereka untuk berpijak pada kepentingan yang sama. Bahwa mereka boleh saja mengambil kekuasaan dan kewenangan negara, namun tidak membiarkan bangsa ini terpecah belah tentunya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar