Penulis : Andi Salim
Siapa yang tidak ingin dekat-dekat dengan ketum PDI Perjuangan, partai ini begitu diminati pasca reformasi 1998. Jika pada masa orde baru mereka masih menyandang nama PDI yang hanya memperoleh suara jauh dibawah pencapaian Golkar, namun setelah tumbangnya orde baru tersebut justru partai inilah yang selalu diunggulkan dan mengganti namanya menjadi PDI Perjuangan setalah tragedi kudatuli, hingga menempatkan partai ini sebagai pemenang pemilu pada tahun 1999. Bukan khayal lagi, nama Megawati menjadi topik pembicaraan dan dilirik oleh mereka yang menyukai kekuasaan serta pihak-pihak yang bekerja dibidang politik. Sejarah panjangnya pun belum berakhir hingga saat ini, bahwa partainya begitu diminati masyarakat dari berbagai kalangan di tanah air.
Mendekati ketum PDI Perjuangan menjadi pintu masuk untuk hadir sebagai kepala daerah, legislatif sekaligus menjadi Presiden. Oleh karena, selain mengantongi tingkat keterpilihan yang tinggi, mereka juga memiliki jaringan yang ditempatkan dibeberapa wilayah di Indonesia. Sehingga, bagi para calon apapun yang telah penulis sebutkan diatas, sudah barang tentu pada sentra-sentra akar rumput yang menjadi wilayah elektoralnya berkesempatan besar memenangkan pemilihan yang mereka ikuti. Termasuk dari kalangan akademisi dan mantan Purnawirawan atau pengusaha sekalipun. Sebab bukan mustahil penunjukan seseorang sebagai Menteri pun bisa saja direkomendasikan oleh seorang ketum PDI Perjuangan yang memiliki hak prerogatif tertinggi di partai ini.
Terkait dengan suhu pilpres yang saat ini sedikit menghangat, partai ini mengalami dinamika internalnya yang secara tersendiri akan penulis kupas pada bagian lain. Namun tekanan penulisan ini justru diarahkan untuk melihat bagaimana sikap para capres yang sejak 2014 telah memilih calon presidennya selain ketua umum mereka yaitu Megawati Soekarnoputri. Tentu saja ini menarik untuk disimak dan menjadi konsumsi publik dimana setiap berita dari ketua umumnya selalu viral ditengah masyarakat baik sejak tahun 2014 pasca di rekomendasikannya Jokowi sebagai Calon Presiden hingga sekarang memasuki capres 2024 yang akan mereka usung nantinya.
Jika seorang ketua Dewan Pimpinan Cabang saja yang notabenenya adalah kepanjang tanganan dari amanat partai melalui SK pengangkatan oleh ketua umumnya tersebut guna mengelola partai secara internal terhadap hubungan cabang dan pusat partai di basis wilayah kabupaten / kota, atau pun pengendalian legislatifnya yang duduk di DPRD Kabupaten / Kota tersebut begitu mendapat tempat terhormat, baik sebagai oposisi daerah atau pun menjadi pendukung walikota yang memenangkan pilkadanya. Sebab bagaimana pun, posisi partai politik yang duduk di DPRD daerah tingkat II, merupakan pihak yang ikut menyetujui budget anggaran dari setiap sidang dan rapat anggaran dan pendapatan daerah. Disinilah pentingnya posisi ketua umum itu bisa dinilai.
Siapa pun yang mendekati ketua umum partai, apalagi partai PDI Perjuangan sebagai mana penulis sebutkan diatas, tentu akan berharap bagaimana penunjukkan dari ketua umum tersebut akan mudah diperoleh. Disamping itu, keberhasilan mereka dalam mengembangkan dan membesarkan partai tersebut sudah barang tentu dengan keringat, biaya dan waktu yang tidak sedikit telah mereka korbankan. Maka wajar saja sekiranya pemberian rekomendasi partai tersebut semakin dipersulit dan hanya diberikan kepada mereka yang berprestasi dan memiliki integritas serta kejujuran yang tinggi tentunya. Sehingga banyak pihak yang berupaya menjilat, memuji-muji atau mengangkat-ngangkat untuk sekedar agar segalanya dapat diperoleh secara mudah dan instant.
Diberikannya rekomendasi capres PDI Perjuangan kepada Jokowi, bukan sesuatu yang mudah pula didapatkannya. Walau saat itu dukungan rakyat begitu besar, namun faktanya jokowi sendiri sangat tidak yakin untuk berharap rekomendasi tersebut ditujukan kepadanya pasca dirinya di mandat guna bertarung melawan Foke yang saat itu incumbent pada Pilgub 2012 silam. Bahkan kita sama sekali tidak mendengar jawaban darinya ketika ditanyakan wartawan apakah beliau bersedia di calonkan sebagai presiden 2014. Sebab siapa pun menyadari bahwa rekomendasi capres adalah hak prerogatif ketua umum yang sangat berpeluang untuk mencalonkan dirinya sendiri sebagai capres dari partai yang diketuainya. Faktor inilah yang menjadi ewuh pakewuh manakala rekomendasi pilpres itu di inginkan oleh siapa pun.
Dalam hal menginginkan rekomendasi capres yang hanya satu-satunya itu, sebab rekomendasi pilgub bisa diterbitkan sebanyak 38 buah dan rekomendasi calon Bupati dan Walikota bahkan mencapai 514 buah. Tentu saja dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan formal, selain itu dibutuhkan pula sikap pemohonnya yang berprilaku baik serta memiliki kesopanan yang sewajarnya. Maka wajar saja jika Jokowi menampakkan hal itu terhadap Megawati demi memperoleh kepercayaan beliau dalam mengemban amanat partai yang tertinggi serta sarat akan nasib rakyat dan bangsa ini dibalik penyerahannya. Sebab bukan mustahil penerima mandat tersebut akan berkhianat sehingga ketua umumnyalah yang patut dipertanyakan akibat salah memilih calonnya.
Dari cara memperoleh rekomendasi capres tersebut, tentu terdapat sikap yang berbeda antara Jokowi dengan Ganjar Pranowo. Jika jokowi datang ke PDI Perjuangan pada tahun 2004 dan mendapat rekomendasi pertamanya pada pilkada Solo tahun 2005, maka penulis tidak mengetahui secara jelas mengenai kapan Ganjar bergabung ke PDI Perjuangan, namun pada tahun 1996 beliau pun ikut mendukung megawati yang berhadapan dengan kubu Soerjadi kala itu. Artinya, historisnya yang panjang tersebut menampakkan bahwa Ganjar adalah anak ideologis PDI Perjuangan. Sehingga sikapnya, cara berpikir, intergritasnya serta loyalitasnya tentu ditujukan hanya untuk pengabdian pada partainya semata. Oleh karenanya, atas segalanya itu, justru Megawati selaku ketua umumlah yang lebih mampu menilai dirinya dari apa yang telah dicapainya hingga saat ini.
Siapa pun yang memiliki kekuasaan dan kewenangan cenderung menyukai pujian, sanjungan serta mendapatkan penghormatan yang setinggi-tingginya dari pihak-pihak yang menginginkan kebijaksanaan darinya. Sehingga publik pun akan menganggapnya sebuah kewajaran jika Jokowi harus menampakkan sikapnya yang hormat dengan menundukkan kepala seperti layaknya seorang yang telah dipercaya hingga seperti sekarang ini, tentu hal itu akan berbeda manakala seorang anak yang berhadapan dengan ibunya sehingga harus menundukkan kepala secara terus menerus dibalik masa pengabdiannya yang panjang hingga sekarang ini. Bahkan berbagai rayuan agar dirinya bersedia diusung oleh partai lain pun belum diresponnya, hal itu dikarenakan sikap loyalnya yang tinggi kepada partai yang telah membesarkannya ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Mendekati ketum PDI Perjuangan menjadi pintu masuk untuk hadir sebagai kepala daerah, legislatif sekaligus menjadi Presiden. Oleh karena, selain mengantongi tingkat keterpilihan yang tinggi, mereka juga memiliki jaringan yang ditempatkan dibeberapa wilayah di Indonesia. Sehingga, bagi para calon apapun yang telah penulis sebutkan diatas, sudah barang tentu pada sentra-sentra akar rumput yang menjadi wilayah elektoralnya berkesempatan besar memenangkan pemilihan yang mereka ikuti. Termasuk dari kalangan akademisi dan mantan Purnawirawan atau pengusaha sekalipun. Sebab bukan mustahil penunjukan seseorang sebagai Menteri pun bisa saja direkomendasikan oleh seorang ketum PDI Perjuangan yang memiliki hak prerogatif tertinggi di partai ini.
Terkait dengan suhu pilpres yang saat ini sedikit menghangat, partai ini mengalami dinamika internalnya yang secara tersendiri akan penulis kupas pada bagian lain. Namun tekanan penulisan ini justru diarahkan untuk melihat bagaimana sikap para capres yang sejak 2014 telah memilih calon presidennya selain ketua umum mereka yaitu Megawati Soekarnoputri. Tentu saja ini menarik untuk disimak dan menjadi konsumsi publik dimana setiap berita dari ketua umumnya selalu viral ditengah masyarakat baik sejak tahun 2014 pasca di rekomendasikannya Jokowi sebagai Calon Presiden hingga sekarang memasuki capres 2024 yang akan mereka usung nantinya.
Jika seorang ketua Dewan Pimpinan Cabang saja yang notabenenya adalah kepanjang tanganan dari amanat partai melalui SK pengangkatan oleh ketua umumnya tersebut guna mengelola partai secara internal terhadap hubungan cabang dan pusat partai di basis wilayah kabupaten / kota, atau pun pengendalian legislatifnya yang duduk di DPRD Kabupaten / Kota tersebut begitu mendapat tempat terhormat, baik sebagai oposisi daerah atau pun menjadi pendukung walikota yang memenangkan pilkadanya. Sebab bagaimana pun, posisi partai politik yang duduk di DPRD daerah tingkat II, merupakan pihak yang ikut menyetujui budget anggaran dari setiap sidang dan rapat anggaran dan pendapatan daerah. Disinilah pentingnya posisi ketua umum itu bisa dinilai.
Siapa pun yang mendekati ketua umum partai, apalagi partai PDI Perjuangan sebagai mana penulis sebutkan diatas, tentu akan berharap bagaimana penunjukkan dari ketua umum tersebut akan mudah diperoleh. Disamping itu, keberhasilan mereka dalam mengembangkan dan membesarkan partai tersebut sudah barang tentu dengan keringat, biaya dan waktu yang tidak sedikit telah mereka korbankan. Maka wajar saja sekiranya pemberian rekomendasi partai tersebut semakin dipersulit dan hanya diberikan kepada mereka yang berprestasi dan memiliki integritas serta kejujuran yang tinggi tentunya. Sehingga banyak pihak yang berupaya menjilat, memuji-muji atau mengangkat-ngangkat untuk sekedar agar segalanya dapat diperoleh secara mudah dan instant.
Diberikannya rekomendasi capres PDI Perjuangan kepada Jokowi, bukan sesuatu yang mudah pula didapatkannya. Walau saat itu dukungan rakyat begitu besar, namun faktanya jokowi sendiri sangat tidak yakin untuk berharap rekomendasi tersebut ditujukan kepadanya pasca dirinya di mandat guna bertarung melawan Foke yang saat itu incumbent pada Pilgub 2012 silam. Bahkan kita sama sekali tidak mendengar jawaban darinya ketika ditanyakan wartawan apakah beliau bersedia di calonkan sebagai presiden 2014. Sebab siapa pun menyadari bahwa rekomendasi capres adalah hak prerogatif ketua umum yang sangat berpeluang untuk mencalonkan dirinya sendiri sebagai capres dari partai yang diketuainya. Faktor inilah yang menjadi ewuh pakewuh manakala rekomendasi pilpres itu di inginkan oleh siapa pun.
Dalam hal menginginkan rekomendasi capres yang hanya satu-satunya itu, sebab rekomendasi pilgub bisa diterbitkan sebanyak 38 buah dan rekomendasi calon Bupati dan Walikota bahkan mencapai 514 buah. Tentu saja dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan formal, selain itu dibutuhkan pula sikap pemohonnya yang berprilaku baik serta memiliki kesopanan yang sewajarnya. Maka wajar saja jika Jokowi menampakkan hal itu terhadap Megawati demi memperoleh kepercayaan beliau dalam mengemban amanat partai yang tertinggi serta sarat akan nasib rakyat dan bangsa ini dibalik penyerahannya. Sebab bukan mustahil penerima mandat tersebut akan berkhianat sehingga ketua umumnyalah yang patut dipertanyakan akibat salah memilih calonnya.
Dari cara memperoleh rekomendasi capres tersebut, tentu terdapat sikap yang berbeda antara Jokowi dengan Ganjar Pranowo. Jika jokowi datang ke PDI Perjuangan pada tahun 2004 dan mendapat rekomendasi pertamanya pada pilkada Solo tahun 2005, maka penulis tidak mengetahui secara jelas mengenai kapan Ganjar bergabung ke PDI Perjuangan, namun pada tahun 1996 beliau pun ikut mendukung megawati yang berhadapan dengan kubu Soerjadi kala itu. Artinya, historisnya yang panjang tersebut menampakkan bahwa Ganjar adalah anak ideologis PDI Perjuangan. Sehingga sikapnya, cara berpikir, intergritasnya serta loyalitasnya tentu ditujukan hanya untuk pengabdian pada partainya semata. Oleh karenanya, atas segalanya itu, justru Megawati selaku ketua umumlah yang lebih mampu menilai dirinya dari apa yang telah dicapainya hingga saat ini.
Siapa pun yang memiliki kekuasaan dan kewenangan cenderung menyukai pujian, sanjungan serta mendapatkan penghormatan yang setinggi-tingginya dari pihak-pihak yang menginginkan kebijaksanaan darinya. Sehingga publik pun akan menganggapnya sebuah kewajaran jika Jokowi harus menampakkan sikapnya yang hormat dengan menundukkan kepala seperti layaknya seorang yang telah dipercaya hingga seperti sekarang ini, tentu hal itu akan berbeda manakala seorang anak yang berhadapan dengan ibunya sehingga harus menundukkan kepala secara terus menerus dibalik masa pengabdiannya yang panjang hingga sekarang ini. Bahkan berbagai rayuan agar dirinya bersedia diusung oleh partai lain pun belum diresponnya, hal itu dikarenakan sikap loyalnya yang tinggi kepada partai yang telah membesarkannya ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar