Rabu, 18 Januari 2023

MENINGGALKAN PARTAI POLITIK YANG MEMAKAI SAPU BERLUMPUR


 25/10/2022

MENINGGALKAN PARTAI POLITIK YANG MEMAKAI SAPU BERLUMPUR
Penulis : Andi Salim

Mengamati kondisi politik saat ini tentu banyak pendapat yang harus dicermati. Apalagi terhadap sosok capres yang akan diusung oleh partai politik dan berapa pasang capres yang akan muncul nantinya. Walau terdengar deklarasi dari beberapa partai politik, namun hal itu belumlah menjadi pegangan publik dari sisi ambang batas yang dipersyaratkan. Oleh karenanya masih banyak bakal capres yang di usung pihak relawan masih bersifat menunggu.

Seperti KIB yang terbentuk dari 3 partai yaitu, Golkar, PAN dan PPP pun belum menentukan siapa capres dan cawapres yang akan mereka deklarasikan. Termasuk partai Gerindra dan PKB juga mengalami hal yang sama. Apalagi PDI Perjuangan yang belum menemukan bentuk ideal dari 2 calon mereka yang saat ini sama-sama berupaya mendapatkan elektabilitas terbaiknya.

Disisi lain, Peta Koalisi tak langsung, seolah-olah menjadi harapan baru, terbukti Megawati mulai sedikit berharap atas tingginya popularitas Ganjar Pranowo saat ini yang kemungkinan bisa diharapkan untuk dicalonkan sebagai capres PDIP sekiranya Puan Maharani belum memperlihatkan optimalisasi pencapaiannya. Artinya suka tidak suka, rekomendasi capres PDIP akan diserahkan kepada Siapa yang diminati publik sekalipun hasil akhirnya akan ditentukan di bilik suara yang disediakan oleh KPU.

Pada bagian lain, di ulang tahun Golkar yang ke 58, Airlangga Hartarto masih belum mengumumkan apapun terhadap siapa sosok yang akan diusung oleh partai tersebut, sekalipun dinamika internal partai yang menginginkan agar dirinya bersedia untuk tampil ke permukaan. Namun hingga berakhir acara yang dihadiri Presiden Jokowi tersebut, Golkar pun belum memunculkan sosok Capresnya termasuk kesepakatan dari KIB yang telah digagas oleh mereka.

Jika selama ini koalisi partai politik selalu direck access kepada sosok capresnya, maka kali ini dugaan penulis akan memprediksi bahwa koalisi partai yang berbasis Nasionalisme itu akan memunculkan 3 faksi koalisi besar yang akan tergabung. Mereka terdiri dari KIB (Golkar, PAN, PPP) dan Gerindra bersama PKB serta PDIP.

Sebab setiap faksi harus memiliki ambang batas pencalonan sebagaimana landasan aturan KPU untuk dijadikan kesepakatan internal dalam membentuk faksi koalisi. Hal ini pernah penulis sampaikan pada penulisan sebelumnya pada beberapa penulisan sebelumnya.

Bagaimana pun kepiawaian pak jokowi memimpin kabinetnya sejak 2014 hingga saat ini, tak terlepas dari prestasi para delegasi partai yang duduk sebagai menteri serta mampu bersikap kompak dan memiliki soliditas dalam memajukan bangsa pada sisi kinerja yang cemerlang.

Maka pemilihan Presiden guna estafet kepemimpinan Jokowi, justru dilihat atas pentingnya pergantian manajer tim Koalisi yang dibatasi oleh aturan konstitusi, sehingga mau tidak mau pengganti koalisi harus mempersiapkan pengganti Jokowi. Walau koalisi saat ini terdapat perbedaan komposisi oleh karena keluarnya partai Nasdem yang digantikan oleh kehadiran partai PAN.

Sulitnya mendapatkan koalisi partai politik yang memiliki garis kemauan bersama untuk meletakkan kepentingan masing-masing pernah terlihat pada era kepemimpinan SBY yang sarat akan gonjang-ganjing dan tarik menarik kepentingan atas kekuatan SEKBER yang di ketua Abu Rizal Bakrie kala itu.

Namun dinamika yang demikian itu tidak terjadi pada era kepemimpinan JKW, mereka malah terlihat kompak dan memiliki prestasi serta berkinerja baik dibidangnya, termasuk dalam menanggulangi guncangan terhadap pandemi covid-19 yang menghantam Indonesia, serta Krisis Global dimana Indonesia berada pada posisi yang aman dari prediksi lembaga dunia atas 30 negara yang akan dilanda kesulitan pangan dan energi bagi negaranya masing-masing.

Dugaan penulis terhadap pembentukan Koalisi tak langsung ini lebih kepada kemauan partai untuk melanjutkan kebersamaan mereka dalam memajukan bangsa dan negaranya. Sekalipun mereka terpecah atas 3 faksi, namun hal itu akan menunggu momentum pertemuan tingkat tinggi dari mereka saja yang selanjutnya mendeklarasikan capres dan cawapresnya atas terbentuknya koalisi tak langsung yang disepakatinya.

Artinya mereka akan berusaha untuk duduk bersama guna mendapatkan relasi kepentingan sekaligus peluang estafet kepemimpinan dari petunjuk Jokowi selaku king makernya. Sebab banyak faktor yang harus dijaga dan harus dilanjutkan pada masa kepemimpinan Presiden 2024 - 2029 termasuk mengamankan kelangsungan program IKN yang harus benar-benar terwujud agar tidak mangkrak ditengah jalan yang sekiranya pergantian kekuasaan bukan dari kubu mereka.

Pesan Jokowi pada Ultah Golkar kemaren agar jangan memilih capres secara sembrono itu tentu di pahami kemana arah dan tujuan ucapannya, dibalik penegasan nasehat Presiden beliau akan pentingnya menjaga kekompakkan pada sisi kebersamaan dalam koalisi.

Apalagi mengamati sambutan dari Ketum Golkar yang selaras dengan keinginan Presiden dan pernyataan lainnya dari seorang Prabowo Subianto beberapa bulan yang lalu, dimana pujian beliau lebih kepada kecakapan Jokowi atas pemilihan para menteri selaku Tim Kabinet yang terdiri dari orang-orang yang kompeten dalam membantu tugas Presiden hingga mendapatkan hasil yang terbaik bagi kemajuan bangsa saat ini.

Hal itu tentu menjadi sinyalemen atas kesepakatan akan kelanjutan kebersamaan kaolisi yang menjadi platform bagi keinginan partai-partai yang tergabung saat ini, termasuk Presiden sendiri. Bahwa dalam kekompakan dan meletakkan kepentingan atas bangsa dan negara adalah merupakan diatas segala kepentingan apapun.

Oleh karenanya, keberadaan hasil jajak pendapat sekaligus rembuk nasional melalui Musyawarah Rakyat yang digelar oleh Projo beserta ormas dan relawan lainnya, dianggap sebagai elemen yang dapat memunculkan strategi serta peta politik untuk menyatukan dan menggalang kekompakkan atas para peserta koalisi yang akan terbentuk nantinya.

Dimana gaung yang dimunculkan adalah berpijak dari dan oleh keinginan rakyat serta apreasiasi terhadap partai politik sebagai elemen formal yang disandangnya. Peran Budi Arie Setyadi selaku penggagas Musra tersebut tentu menjadi sangat penting walau tekanan yang akan dialaminya pun menjadi tidak sesederhana pada pilpres 2014 dan pilpres 2019 nantinya.

Gerakan penggabungan kekuatan atas berbagai komponen menjadi penting sebagai wujud kepastian untuk memperoleh kemenangan baik pemilu dan pilpres 2024 yang akan datang. Apalagi telah diumumkannya informasi sebagai pembanding, dimana Anis Baswedan yang menang telak atas kandidat lain seperti Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Pada polling ILC yang diperoleh dari pemberitaan tvonenews.com yang menyebutkan peroleh Anis Baswedan sebanyak 77%, dimana Ganjar Pranowo hanya 14% disusul perolehan Prabowo Subianto 9%, walau polling ini kita ragukan kebenarannya, namun tidak ada salahnya kita mewaspadai kegembiraan mereka atas polling ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...