Rabu, 18 Januari 2023

PERLAWANAN TERHADAP TERORIS MERUPAKAN KETERPADUAN ANTARA KEKUATAN FORMAL DAN INFORMAL


 23/10/2022

PERLAWANAN TERHADAP TERORIS MERUPAKAN KETERPADUAN ANTARA KEKUATAN FORMAL DAN INFORMAL
Penulis : Andi Salim

Akhir-akhir ini bangsa Indonesia tengah menghadapi ancaman besar dari para pengikut paham radikalisme dan terorisme, terutama kelompok militan dan haluan garis keras. Hal itu wajib diantisipasi oleh seluruh elemen bangsa, sebab ancaman itu telah menyebar diberbagai wilayah serta tidak hanya menyerang dari sisi ideologi bangsa, tetapi aksi terorisme ini malah telah mengarah pada perpecahan bangsa serta simbol-simbol Nasionalisme dan sejarah kebangsaan Indonesia. Telah sejak lama peledakan bom diberbagai daerah menjadi fakta dan menempatkan indonesia sebagai sasaran para teroris.

Sehingga dari kenyataan itu, pembentukan BNPT dan kesiapan Densus 88 sebagai pihak yang berperan aktif sangat diperlukan bagi upaya untuk menghadapi dan mencegah agar aksi terorisme itu tidak terjadi lagi di Bumi Nusantara. Walau para pelaku aksi terorisme dan penyebar paham radikalisme itu justru datang dari warga negara Indonesia sendiri, hal Itu dibuktikan dengan banyaknya orang Indonesia yang menjadi pengikut ISIS. Bahkan mereka rela melakukan tindakan-tindakan kekerasan, bahkan bom bunuh diri, yang memakan korbannya justru saudara sesama anak Bangsa Indonesia sendiri.

Sekiranya kita lebih dalam untuk menelaah dalam hal aktifnya suatu pergerakan, tentu kita akan bisa menilai dan mengevaluasi bahwa setiap pergerakan itu membutuhkan sedikitnya 3 hal yang menjadi unsur berlangsungnya suatu kegiatan dari sebuah pergerakan yang terorganisir, diantara komponen yang dibutuhkannya adalah sebagai berikut :

1. Sumber Pendanaan untuk membiayai pergerakan.

Salah satu persoalan yang sering menghambat suatu pergerakan adalah terkait sistem pendanaan dan politik penganggaran, dimana sumber dana pergerakan ini menjadi sesuatu yang vital demi melancarkan aksinya, dan terdapat beberapa sumber pendanaan yakni bantuan dari pihak yang berkepentingan didalam negri, dan sumbangan pihak luar yang terkait dengan pergerakan sebagai sistem jaringan yang dimilikinya. Pada kenyataannya, pendanaan dari dua sumber itu masih dipecah-pecah dari berbagai elemen yang berkepentingan didalamnya yang tentu saja nilai sumbangannya akan berbeda-beda pula.

2. Masuk pada wilayah organisasi politik dan lainnya.

Para tokoh teroris yang bermain dibelakang layar itu tentu mengembangkan sayapnya untuk dapat diterima disemua elemen baik organisasi politik ataupun keagamaan, guna mendapatkan akses kekuasaan, sebab dari upaya ini akan terjadi barter kepentingan dan perlakuan take and give dari masing-masing pihak yang tentu saja terdapat hal-hal yang menguntungkan mereka pada point-point yang disepakati. Oleh karenanya, tidak aneh jika mereka memperoleh panggung dalam melancarkan aksinya tersebut.

3. Membangun jaringan sebagai sarana penyebaran pahamnya.

Dalam hal membangun jaringannya, para teroris itu memang tidak bisa lepas dari kekuatan doktrin yang mereka miliki. Bahwa apa yang mereka rencanakan tentu menjadi sebuah target yang mesti dilakukan, walau vonis hukuman mati telah menghadang dan pemberlakuan tembak ditempat jika terdapat indikasi perlawanan kepada aparat, hal itu adalah sebuah resiko serta keyakinan atas status syahid dari Tuhan yang wajib dilaksanakan. Upaya mengganggu pemerintah yang mereka sebut Thogut, dianggap sebagai perjuangan / jihad itu menjadi sangat mulia kedudukannya di sisi Tuhan yang mereka yakini.

4. Taktik perlawanan dari sulitnya membedakan keberadaan mereka.

Sampai sekarang taktik grilyawan ini masih terus dipakai oleh para teroris yang bahkan masuk ke tempat-tempat ibadah dan tempat-tempat untuk persembunyian bagi mereka, Jika mereka merasa aman dan menguasai medan disekitarnya, maka mereka dapat melakukan kegiatan doktrinisasi dan berlatih serta berkomunikasi antar utusan kelompok atau menjadi mata-mata. Bahkan mereka dapat berpindah-pindah tempat dan merencanakan penyerangan secara bersembunyi tanpa ketahuan oleh lawan yaitu kepolisian atau TNI yang sering mengincar keberadaannya.

Dari cara dan strategy para teroris yang demikian itu, maka Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyampaikan bahwa pasukan elite TNI telah memiliki kemampuan perang kota untuk mengatasi terorisme. Mereka adalah pasukan elite yang sudah memiliki kemampuan perang kota. Oleh karenanya beliau meminta agar konsep perang kota terus dikembangkan yang selama ini mereka telah dilatihkan untuk itu.demikian ungkap Panglima TNI saat jumpa pers usai Rapim Kemhan Tahun 2019, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu, 16 Januari 2019 yang lalu.

Namun perlu kita semua sadari bahwa masuknya jaringan ini kedalam organisasi politik dan organisasi masyarakat atau lembaga-lembaga lain, yang secara kasat mata para tokohnya malah sibuk membela keberadaan dan aksi dari para teroris ini, yang pada akhirnya menjadi sulit untuk membuktikan jika seseorang itu terkait langsung dengan pergerakan teroris ini tentunya. maka tentu saja harus dilihat dari kacamata yang berbeda, serta kecermatan dari penegak hukum akan semakin diuji baik profesionalitasnya maupun integritas dalam pemberantasan teroris ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...