MENINGKATKAN KAPASITAS BERFIKIR MENUJU PENGEMBANGAN ERA BARU
Penulis : Andi Salim
Hadirnya media sosial saat ini tentu banyak hal yang perlu dikembangkan, infrastruktur konvensional adalah bagian yang tersedia menjadi kurang mampu beradaptasi bagi keperluan sebuah layanan demi memenuhi kebutuhan hidup saat ini, Termasuk listing general dari masalah yang muncul, jika kita mengukurnya kedalam skala kebutuhan, maka sisi publik dan padatnya interaksi antar personal dan kelompok pun terdapat kendala baru tersendiri, selain itu infrastruktur dan suprastruktur kita juga masih banyak kekurangan sehingga belum sepenuhnya sigap mendukung kearah pengembangan hal itu.
Walau saat ini terdapat beberapa hal yang diupayakan untuk mengejar ketertinggalan untuk mengisi dimensi pengembangannya, seperti media streaming, M-Banking dan aktifitas Webinar dan lain sebagainya, namun hal itu belum sepenuhnya mengisi dari pembaharuan cara hidup yang selama ini menggunakan sistem konvensional, sebab lalu lintas digital sangat kompleks dan menuntut pergantian menyeluruh dari sistem jadul itu kedalam sistem yang diupgrade kepada hal-hal baru bahkan memerlukan peningkatan baik jumlah atau kwalitasnya.
Termasuk aspek politik dan ekonomi, tentu kita menyadari bahwa bagian ini sangat sensitif sehingga era digitalisasi menjadi rawan untuk di adopsi, walau zaman sudah memaksanya untuk berubah, namun kebijakan dan undang-undang masih menghambatnya dengan alasan yang tidak lain adalah penggunaan media sosial ini belum secara keseluruhan digunakan oleh masyarakat indonesia.
Sehingga pemilu yang semestinya sudah dapat dilakukan vote dengan hanya menekan melalui jari dari handphone dan dirasakan praktis, kini tetap dijalani dengan cara konvensional untuk datang ke TPS yang menjadi sarana yang tersedia. Begitu pula strategy kampanye yang sarat dengan penggunaan baliho dan iklan disana sini pun belum tergantikan sepenuhnya.
Masyarakat seakan-akan diajak untuk memperlambat lajunya era digital ini demi mempertahankan penggunaan cara konvensional tersebut, padahal sesungguhnya cara konvensional itu membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan mahal. Serta seringnya korupsi terjadi oleh sebab modal politik yang menjadi kambing hitam karena para pejabat kita yang berusaha mengembalikan modal politiknya dari cara-cara KKN yang terus subur.
Apalagi jika kita melihatnya dari sisi ekonomi, tentu saja masih jauh panggang dari api, sebab bagian ini sangat rentan untuk di upgrade kedalam sistem yang dipenuhi oleh rasa saling percaya dan jenis tawaran yang di munculkan selalu bersifat sepihak dari kebijakannya, sebab pihak yang menerbitkannya lebih kepada domain pengamanan dan rentannya pembuktian hukum bagi para pihak.
Penanganan bukti digital menjadi isu penting dalam era ekonomi digital. Selain menjadi tantangan bagi penegakan hukum, upaya merekam bukti digital oleh setiap penyelenggara sistem elektronik menjadi tantangan di depan mata yang harus dihadapi, terlebih di sektor jasa keuangan. Sebab temuan sebagai bukti digital jauh lebih sulit ditemukan, dari pada cara konvensional yang menghadirkan bukti fisik atau otentik lainnya.
Hal itu disebabkan karena proses digitalisasi memerlukan standar khusus ketika menangani persoalan ini. Selama ini, penanganan bukti digital oleh penegak hukum atau perusahaan penyedia jasa layanan masih belum seragam sehingga dikhawatirkan mengurangi nilai pembuktian itu sendiri. Padahal, pemerintah telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk penanganan bukti digital (ISO 27037) yang semestinya dijadikan petunjuk teknis bagi para pihak terkait dalam hal ini tentunya.
Kemauan untuk mengejar ketertinggalan kita tentu bukan upaya yang hanya dianggap sebelah mata, hal ini memicu gairah tersendiri bagi negri ini untuk hadir pada era baru dan kecepatan dan ketepatan sebuah layanan itu hadir guna memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Semoga pemerintah mampu mengatasi persoalan ini dan mengejar ketertinggalan ini menuju akselerasi Indonesia baru yang lebih modern.
#Toleransiindonesia #Andisalim #jkwguard
Mari kita suarakan
Walau saat ini terdapat beberapa hal yang diupayakan untuk mengejar ketertinggalan untuk mengisi dimensi pengembangannya, seperti media streaming, M-Banking dan aktifitas Webinar dan lain sebagainya, namun hal itu belum sepenuhnya mengisi dari pembaharuan cara hidup yang selama ini menggunakan sistem konvensional, sebab lalu lintas digital sangat kompleks dan menuntut pergantian menyeluruh dari sistem jadul itu kedalam sistem yang diupgrade kepada hal-hal baru bahkan memerlukan peningkatan baik jumlah atau kwalitasnya.
Termasuk aspek politik dan ekonomi, tentu kita menyadari bahwa bagian ini sangat sensitif sehingga era digitalisasi menjadi rawan untuk di adopsi, walau zaman sudah memaksanya untuk berubah, namun kebijakan dan undang-undang masih menghambatnya dengan alasan yang tidak lain adalah penggunaan media sosial ini belum secara keseluruhan digunakan oleh masyarakat indonesia.
Sehingga pemilu yang semestinya sudah dapat dilakukan vote dengan hanya menekan melalui jari dari handphone dan dirasakan praktis, kini tetap dijalani dengan cara konvensional untuk datang ke TPS yang menjadi sarana yang tersedia. Begitu pula strategy kampanye yang sarat dengan penggunaan baliho dan iklan disana sini pun belum tergantikan sepenuhnya.
Masyarakat seakan-akan diajak untuk memperlambat lajunya era digital ini demi mempertahankan penggunaan cara konvensional tersebut, padahal sesungguhnya cara konvensional itu membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan mahal. Serta seringnya korupsi terjadi oleh sebab modal politik yang menjadi kambing hitam karena para pejabat kita yang berusaha mengembalikan modal politiknya dari cara-cara KKN yang terus subur.
Apalagi jika kita melihatnya dari sisi ekonomi, tentu saja masih jauh panggang dari api, sebab bagian ini sangat rentan untuk di upgrade kedalam sistem yang dipenuhi oleh rasa saling percaya dan jenis tawaran yang di munculkan selalu bersifat sepihak dari kebijakannya, sebab pihak yang menerbitkannya lebih kepada domain pengamanan dan rentannya pembuktian hukum bagi para pihak.
Penanganan bukti digital menjadi isu penting dalam era ekonomi digital. Selain menjadi tantangan bagi penegakan hukum, upaya merekam bukti digital oleh setiap penyelenggara sistem elektronik menjadi tantangan di depan mata yang harus dihadapi, terlebih di sektor jasa keuangan. Sebab temuan sebagai bukti digital jauh lebih sulit ditemukan, dari pada cara konvensional yang menghadirkan bukti fisik atau otentik lainnya.
Hal itu disebabkan karena proses digitalisasi memerlukan standar khusus ketika menangani persoalan ini. Selama ini, penanganan bukti digital oleh penegak hukum atau perusahaan penyedia jasa layanan masih belum seragam sehingga dikhawatirkan mengurangi nilai pembuktian itu sendiri. Padahal, pemerintah telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk penanganan bukti digital (ISO 27037) yang semestinya dijadikan petunjuk teknis bagi para pihak terkait dalam hal ini tentunya.
Kemauan untuk mengejar ketertinggalan kita tentu bukan upaya yang hanya dianggap sebelah mata, hal ini memicu gairah tersendiri bagi negri ini untuk hadir pada era baru dan kecepatan dan ketepatan sebuah layanan itu hadir guna memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Semoga pemerintah mampu mengatasi persoalan ini dan mengejar ketertinggalan ini menuju akselerasi Indonesia baru yang lebih modern.
#Toleransiindonesia #Andisalim #jkwguard
Mari kita suarakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar