Rabu, 18 Januari 2023

PEMUDA BANGSA JANGAN HANYA MENGOBARKAN SIKAP PEMBERANI SAJA

01/11/2022

PEMUDA BANGSA JANGAN HANYA MENGOBARKAN SIKAP PEMBERANI SAJA
Penulis : Andi Salim

Dalam mengarungi hidup yang sedemikian kompleks ini, berikut dengan dimensi kemajuan peradabannya, tentu banyak pihak yang berusaha untuk mencukupi kebutuhan serta fasilitas yang ingin diperolehnya. Terdapat sisi lain untuk ikut bersaing secara ketat dan sehat, namun dibalik itu ada juga mereka yang melakukan hal-hal negatif dan tidak terpuji walau nasehat itu didengungkan para orang tuanya sejak kecil hingga dewasa, bahkan telinga sebagai anak pun telah sedikit pekak dengan nasehat semacam itu yang terasa bosan bila mendengarnya lagi dari orang lain, akan tetapi nasehat tersebut belum tentu terbawa hingga seseorang menjadi dewasa.

Pada situasi yang berbeda, seorang anak acapkali terlihat mampu bersaing untuk menampakkan keberhasilan dan prestasinya sejak kelulusan dibangku sekolah atau menamatkan dirinya dari perkuliahan untuk terjun pada dunia pengabdian sekaligus mengapresiasikan dirinya menuju derap persaingan yang profesional dan menguasai kapasitas guna bersaing antar sesama pekerja lainnya. Disanalah mulai terjadi pergesekan dan arus pembuktian kinerja, siapa yang mampu berakselerasi pada kecepatan dan kecermatan tentu dianggap sosok yang berkualitas dan memiliki harga yang tentu saja menjadi berbeda pula.

Terampil dalam bekerja dan semata-mata mengandalkan kecepatan saja, belum tentu mendatangkan hasil yang selaras dengan kesempatan dan jabatan yang akan ditawarkan, sebab masih ada kemampuan yang tak kalah pentingnya juga turut menentukan itu semua, yaitu bagaimana seorang pekerja mampu mendekati atasannya dan pandai membaca arah kemana dan seperti apa sebaiknya melakukan pekerjaan itu hingga memperoleh nilai positif bagi terbukanya kesempatan karier seorang pekerja. Maka loyalitas dan kejujuran pun menjadi pintu tambahan bagi siapa pun yang ingin mengabdi untuk berintegrasi.

Jika sudah demikian, memuji-muji, menjilat dan melayani setinggi-tingginya kepada atasan bahkan mengagungkan hingga melebihi siapapun layaknya tokoh yang menentukan hajat hidupnya tak lagi terelakkan, sebab hanya dialah penentu segalanya, bahkan seorang Presiden sekali pun tidak akan berarti manakala disandingkan dengan orang yang amat dekat dengan penentuan bagi nasib pribadinya. Memuji dan menjilat bukan lagi rintangan, apalagi disebut sebagai hal yang keliru, sebab tidak semua orang dapat memperoleh perhatian yang dibutuhkan dari seorang pemimpin, apalagi sudah berada didepan matanya.

Mempertuhankan seorang pemimpin dan menyanjungnya setinggi langit, bukanlah hal yang baru direpublik ini, bahkan sejak jaman pak Harto hal itu acapkali dilakukan, oleh karenanya kita masih ingat betapa makmurnya mereka yang berhasil mendekatkan hubungan dirinya dengan kekuasaan pada masa itu, selain jabatan yang tinggi, maka harta pun bukan lagi sesuatu yang sulit didapat. Walau pada saat itu, rakyat masih saja makan dengan belahan telur yang didadar secara tipis sebagai lauk pauk hingga rata terbagi.

Tampilan Harmoko yang acapkali disingkat dari kata "Hari-hari Omong Kosong" adalah bentuk simbolis dari nyanyiannya yang seakan Indonesia tidak ada masalah, tayangan pada televisi pun menghiasi puji-pujian bagi sang diktator dengan deretan senyum yang ramah namun ditakuti oleh seluruh masyarakat yang khawatir dinding-dinding rumahnya yang mampu mendengar jika saja ada yang berbicara miring tentang sosok penguasa yang satu ini. Maka selama puluhan tahun, semua diam tak terkecuali kecoa semacam AR yang sama penakutnya.

Bangsa kita semestinya telah bangkit sejak zaman Orde Baru, bukan pada era sebelumnya, sebab masa Orde Lama hanya menyingkirkan puing-puing perjuangan serta jeratan kemiskinan hampir merata disetiap penduduk, pada saat itu tidak ada yang bisa diharapkan dari pajak rakyat yang belum mampu menunaikan kewajibannya, apalagi bangsa kita masih mencari bentuk pasar atas setiap komoditi yang dihasilkan, sehingga negara nyaris berpenghasilan tak seberapa. Ditengah infrastuktur yang sangat terbatas tentunya.

Namun pada masa ini, pembangunan bahkan telah sampai diujung Sabang dan merauke hingga cadangan lahan komersial dan potensial pun semakin berkembang. Harapan untuk menciptakan Indonesia yang berkemajuan bukan lagi terletak di awang-awang sebagaimana mimpi kita dahulu. Bahkan Jokowi telah menginjakkan kakinya hingga 14 kali ketanah Papua, sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Presiden Indonesia sebelumnya. Segala keperluan jalan dan waduk hingga Bandara termasuk pelabuhan telah dibangun demi menunjang mimpi Indonesia agar sejajar dengan negara maju lainnya.

Semestinya para guru dan dosen serta akademisi itu ikut sibuk menyuarakan hal ini, agar para siswa dan mahasiswa kita tidak terus menerus dibawah tempurung kebodohan yang menjadikannya bagaikan se-ekor kodok serta membuka wawasan berfikir guna membandingkannya dengan negara lain sebagai komperatif lain agar memiliki cara menilai dan mengevaluasi persoalan bangsa secara komprehensive sehingga para siswa dan mahasiswa itu juga pandai bersyukur dan berpuas diri dari pencapaian bangsanya.

Bangsa kita adalah bangsa pekerja, bukan bangsa pembenci, penghasut dan menyuarakan sesuatu yang negatif berdasarkan nalar pribadi, ukuran bahasanya pun adalah berlandaskan tata Krama yang sarat akan etika kepada siapa kita sedang bicara dan kemana arah tujuan dari apa yang sepantasnya dikemukakan. Mengatakan pemimpin bangsa ini sebagai THE KING OF LIPS SERVICE tentu sama sekali tidak tepat dan menampakkan kekurangtahuan akan fakta dan keadaan moral yang sesungguhnya. Perguruan tinggi harus membenahi persoalan ini dan tidak sekedar berpangku tangan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...