Sabtu, 21 Januari 2023

PENEGAKAN HUKUM TIDAK UNTUK MENAFIKAN KEMANUSIAAN

3/09/2022

PENEGAKAN HUKUM TIDAK UNTUK MENAFIKAN KEMANUSIAAN
Penulis : Andi Salim

Penegakkan hukum sering diartikan sebagai upaya untuk menyelamatkan kemanusiaan, atau setidaknya menciptakan rasa keadilan bagi sebagian orang, walau penerapan hukum itu sering bertindak pilih kasih dan berpihak pada segelintir orang, sehingga kebanyakan masyarakat menganggap hukum itu hanyalah wacana yang seakan-akan pembelaan terhadap keadilan itu masih terasa mengental disetiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka tak jarang, banyak pihak yang saat ini mengerahkan kekuatan massa dan mempublikasikan persoalannya sebagai cara untuk menekan dan mendapatkan posisi keadilan dari caranya yang dianggap memaksa peradilan itu sendiri.

Apalagi begitu banyaknya para penegak hukum yang tertangkap, seperti ditangkapnya para hakim, para jaksa, para kepolisian, bahkan tak terkecuali para pengacara / advokat pun ikut kedalam gerbong kejahatan semacam itu. Apalagi begitu banyaknya para penegak hukum yang tertangkap, seperti ditangkapnya para hakim, para jaksa, para polisi, bahkan tak terkecuali para pengacara / advokat pun ikut kedalam gerbong kejahatan untuk menciderai penegakan hukum kita. Berbagai cara mereka lakukan agar keadilan itu tidak muncul kepermukaan, korbannya tentu saja harapan kemanusiaan yang masih setia menunggu diujung maut dari ajal yang akan menjemputnya.

Kenapa demikian, sebab tak jarang dari mereka yang memperoleh ketidak adilan itu sudah dikebumikan, alias tidak lagi ikut dalam genderang kehidupan yang bisa mereka rasakan. Kasus yang dihadapinya pun tergolong tidak ringan, sebut saja kasus penyerobotan tanah, hilangnya hak-hak mereka atas sejumlah uang akibat status kebijakan dan lain sebagainaya. Namun tangan tuhan yang semestinya hadir melalui sarana kearifan manusia pun tidak muncul untuk melakukan pembelaan, malah hal itu ditukarkan sebagai curahan hikmah bagi kehidupan mereka. Dari istilah hikmah itu menjadi alasan kenapa setiap terpaan ketidak adilan tersebut mampu diberhentikan seketika sebagai arde bias buang dari perjalanan hidup seorang anak manusia.

Ketidak adilan telah terwujud di segenap strata kehidupan dan pemberlakuannya pun nyaris tidak sama walau pada kasus yang serupa. Sekiranya pejabat yang melakukan korupsi hanya karena ada peluang, sering didapati lebih ringan dibanding rakyat kecil yang melakukan pencurian dengan terpaksa dikarenakan akibat kelaparan atau anak / istri / orang tuanya yang memerlukan biaya pengobatan rumah sakit. Padahal disisi lain, hal itu dapat saja dikaitkan dengan abainya negara dalam melindungi rakyatnya. Namun para penegak keadilan pun seolah tutup mata dan hanya mendudukkan benar dan salahnya dalam suatu proses penetapan keadilan. Sehingga sandaran penegakkan keadilan itu dirasakan bersifat teks book semata.

Pada kasus Ferdy Sambo misalnya, banyak pihak yang mengkaitkannya dengan Putri Candrawathi yang merupakan istri FS tersebut agar dilakukan penahanan kepolisian dengan menetapkannya selaku tersangka, oleh karena dirinya dianggap sebagai pihak yang terkait atas terjadinya rencana pembunuhan terhadap Brigadir Johsua. Langkah penting pun dilakukan komnas anak oleh Kak Seto selaku ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, agar istri FS tersebut tidak dilakukan penahanan demi perlindungan bagi anak FS tersebut. Sontak saja Mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara menyoroti Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Kak Seto Mulyadi alias yang menyarankan agar anak-anak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mendapat perhatian khusus.

Kecurigaan terhadap kak seto pun menyeruak ke publik yang disebut netizen bahwa dirinya diduga sebagai pihak yang menerima bayaran. Sebab begitu banyak anak yang terlantar akibat pemenjaraan ibunya atau sekurang-kurangnya terpidananya para suami yang melakukan pelanggaran hukum di Indonesia sehingga menyulitkan kehidupan sehari-hari putra putri mereka. Namun kenapa dirinya justru begitu bersemangat dalam kasus PC dan anaknya, termasuk dikaitkannya dengan pola hidup mewah keluarga Ferdy Sambo yang bahkan fasilitas rumahnya saja menggunakan lift untuk menuju lantai 2 dan lantai 3, dimana fasilitas semacam itu masih sangat jarang ditemui dibeberapa rumah pejabat negara lainnya. Tidakkah perlakuan ini dianggap aneh dan terasa pilih kasih.

Kurang bijaknya Kak Seto menyampaikan sikap dirinya selaku Ketua KPAI dalam merespon persoalan kasus yang melanda PC dan anaknya. Tentu menjadi persoalan delematis bagi masyarakat untuk mendapat bentuk perhatian dari KPAI. Alih-alih mendapatkan perlindungan bagi anak-anak Indonesia yang terlantar, kini justru semakin menambah beban ketidakadilan atas perlakuan beliau yang tidak sepatutnya di ikuti lembaga lain. Fokus KPAI yang semestinya mengumpulkan data dan informasi mengenai keadaan anak Indonesia yang sepatutnya dilindungi, kini malah dituding sebagai pihak yang sarat akan kepentingan tertentu. Apalagi KPAI malah tidak hadir dibeberapa kasus anak Indonesia, sebut saja pada kasus Bekti Wahyuningsih yang ditahan bersama bayinya di Boyolali. (Solopos.com 27/7/16).

Fakta diatas harus menjadi perhatian oleh para pemangku jabatan dan pengelola Lembaga / Organisasi Masyarakat apapun bentuk dan fungsinya. Memang gampang membangun sebuah organisasi dan lembaga. Namun lebih sulit lagi adalah bagaimana organisasi tersebut dapat berfungsi secara konsisten dan berpijak pada netralitas terhadap kepentingan apapun. Kasus PC dan anaknya tentu menjadi keprihatinan kita semua, sebab bagaimana pun kita hanya ingin penegakkan seadil-adilnya pada kasus FS namun bukan penghilangan hak kemanusiaan lainnya yang terseret pada pusaran ini. Akan tetapi, KPAI bukanlah komisi pilih kasih, melainkan berlaku bagi semua anak-anak Indonesia yang terlantar secara adil dan merata.

Semoga tulisan ini bermanfaat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...