Penulis : Andi Salim
Sebenarnya pertanyaan itu semestinya bukan kepada saya, sebab saya ini bukanlah orang yang pintar, tetapi hanya sedikit memiliki kemampuan layaknya kawan-kawan sekalian, sehingga tidak perlu melebih-lebihkan saya dari yang lainnya, siapa pun bisa melakukan yang sama persis sebagaimana yang saya lakukan, apalagi Toleransi indonesia ini belum bisa disebut berhasil. Hal yang membedakan suatu perjuangan hanya terletak pada kemauan, bukan pada kemampuan. Jika saya mau, namun anda sekalian tidak mau, mustahil hal ini dapat terwujud. Terbentuknya Toleransi Indonesia ini lebih bersifat partisipatif dan kolektifitas dari saya dan anda sekalian yang melihat fakta atas sikap bertoletansi itu menjadi penting.
Saya pun menyadari, terkadang berjalan sendiri sedikit enggan dan terasa malas, saya pun mengalami hal yang demikian, oleh karenanya kita pun saling menyemangati hingga pada tahap seperti sekarang ini, serta mengajak orang-orang yang terdekat untuk ikut bersama kita pula. Saya tidak dapat menyebutkan satu persatu disebabkan banyaknya yang ikut membangun organisasi ini. Dimana kita tidak mungkin berjalan sendiri pada persoalan bangsa yang besar untuk dihadapi, serta bagaimana mungkin kita mendahulukan untuk mengajak orang yang jauh, sementara orang-orang yang terdekat saja enggan mengikuti dan mengiringi langkah kita.
Oleh karenanya, orang atau pihak lain akan mengukur konsistensi perjuangan kita dalam hal menggeluti segala problema yang ada, baik yang berkenaan dengan hal-hal pribadi, serta yang terkait pada tujuan perjuangan tersebut. Apakah kita tergolong orang yang cengeng dan mudah menyerah, atau orang yang tangguh walau kita pun sarat dengan kekurangan. Namun banyak dari mereka yang memiliki segalanya, baik modal, kemampuan dan orang-orang yang mendukung disekitarnya, akan tetapi ragu terhadap tujuan yang akan dicapainya, sehingga sasaran menjadi bias, apalagi jika berfikir untuk bermain pada kancah nasional, tentu disana banyak pakar dan orang-orang ahli serta berpengalaman, padahal semua itu hanya bentuk kekhawatiran dan ketakutan yang tidak memiliki landasan.
Perjuangan adalah pengorbanan, kata itu adalah sematan yang sudah lama kita ketahui, maka kuncinya adalah, bahwa tidak semua orang mau berkorban, jika kita bermain diruang tersebut, pertanyaannya adalah "apa yang harus dikorbankan". Maka disanalah kita menjadi terdepan ketika kita punya kemauan, punya kesungguhan serta punya mental yang teruji. Panjangnya suatu peristiwa perjuangan bukan terletak dari apa yang kita bicarakan, namun apa yang dimiliki pada kualitas yang telah kita perjuangkan. Maka sesungguhnya nilai itu adalah value sebab dari hal inilah keterujian seseorang akan menjadi jati dirinya, bahwa rintangan itu tidak mampu menaklukannya apalagi sekedar uji menguji dari setiap langkahnya ketika tidak surut pada keterbatasan yang melilitnya pula.
Termasuk pada keadaan untuk memperjuangkan Toleransi Indonesia, tentu kita sulit untuk memulainya dari mana, akan tetapi jika melihat cikal bakal dari semboyan Bhineka Tunggal Ika, tentu kita paham, bahwa keanekaragaman yang kita miliki sesungguhnya telah mengikatkan diri pada satu ikatan yang tunggal untuk menjadi payung bagi kita semua, jika identitas dari masing-masing pihak menjadi berlawanan pada kesepakatan ini tentu yang tersisa hanya pembubarannya saja, namun dibalik itu apakah ada konsensus yang menyatakan kita tidak lagi sependapat dengan falsafah bangsa tersebut. Maka jika tidak, sepatutnya semboyan itu didirikan setegak-tegaknya demi marwah kita bersama dan berlaku untuk semua.
Kalau pun ada pihak yang menyatakan tidak sependapat atau tidak ingin menegakkan falsafah itu, mereka dapat menggunakan sarana konstitusi yang tersedia, bukan melalui tekanan terhadap masyarakat lalu memasukkannya seakan-akan legitimasi mayoritas itu sebagai pijakan. Sebab umat islam memang dalam jumlah yang banyak di republik ini, tapi organisasinya pun tidak sedikit pula, dan belum ada yang menandingi NU dan Muhammadiyah baik dalam hal jumlah anggotanya, mau pun dalam hal telah berjasa dalam penegakan NKRI sebagaimana yang kita cintai.
Aktifitas kelompok yang bertentangan itu ibaratnya non sistemik dalam istilah perbankan, artinya mereka hanya bank-bank kecil yang belum tentu mampu mengguncang keuangan negara kita, apalagi jika diukur dari aset dan jumlah nasabah yang mereka miliki. Maka belajar dari situasi tersebut, kita harus membuka mata, telinga, serta ketajaman wawasan kita demi mengurung persoalan ini pada suatu pemahaman, bahwa NKRI ini tidak boleh diseret oleh kepentingan kelompok kecil hingga mengganggu stabilitas nasional yang kita dambakan. Akhir kata, kepada segenap insan Toleransi Indonesia diseluruh tanah air, saya berharap agar frekwensi pemikiran dan pemahaman yang sama ini, menjadi garis perjuangan kita bersama.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share

Tidak ada komentar:
Posting Komentar