Penulis : Andi Salim
Sarana partai politik berfungsi sebagai salah satu kelembagaan yang mensosialisasikan politik, untuk dapat menjadi pemenang didalam Pemilihan Umum (Pemilu) serta menguasai pemerintah untuk mendudukkannya menjadi Kepala Daerah baik tingkat satu selaku Gubernur, atau pun pada tingkat II sebagai Walikota dan Bupati, termasuk menempatkan seorang Calon Presiden sebagai kepala pemerintahan. Partai politik harus bisa mensosialisasikan dan mendapatkan dukungan masyarakat agar menjalankan program-programnya demi tujuan kesejahteraan rakyat yang mereka miliki.
Hampir setiap parpol memiliki organisasi sayap, atau dengan sebutan lain yaitu organisasi masyarakat (ormas) atau Relawan yang mereka rekrut demi membesarkan dukungan terhadap mereka. Ormas yang militan bukan hanya dalam mendukung politik kenegaraan untuk pencapaian suara pemenangan kader dari parpol yang diusungnya dalam pemilihan Anggota Dewan, Pemilihan Kepala Daerah, dan Pemilihan Presiden. Namun mereka pun bergerak pada sosial kemasyarakatan dalam aksi kemanusiaan serta berbagai kegiatan dalam mendekati dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang selayaknya untuk didengar.
Selain bangunan struktural yang secara piramid dibangun demi kesatuan kekuatan untuk menjangkau dan mendulang suara rakyat, namun ada bagian lain yang sering dilakukan oleh partai dalam memantapkan suaranya pada setiap perhelatan politik bahwa mereka pun acapkali menjalin hubungan terhadap ormas-ormas islam yang secara organisatoris tidak ikut dalam perhelatan politik akan tetapi memiliki suara yang besar untuk digandeng sebagai mitra dukungan bagi kepentingan kemenangan partai. Tentu saja organisasi yang dirangkul tersebut memang telah diakui keberadaannya serta memiliki jumlah massa yang besar.
Ada banyak organisasi keagamaan yang berada diluar kancah politik nasional kita. Sebut saja diantaranya NU dan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini demikian penting, walau mereka tidak ikut dalam setiap pesta demokrasi. Namun mereka acapkali didekati oleh berbagai partai politik guna mendulang suara dari berbagai ormas islam tersebut yang memang secara mayoritas beragama islam di indonesia. Melihat hal itu, tentu saja kita menyadari bahwa memang terdapat beberapa organisasi yang walau pun bukan merupakan partai politik, akan tetapi menjadi rujukan bagi banyak parpol untuk mendekati ormas tersebut. Keadaan ormas islam tersebut masih terus bertahan hingga saat ini.
Berangkat dari pemikiran tersebut, serta demi memberikan tekanan bahwa organisasi Toleransi Indonesia bukan bertujuan pada pergerakan politik praktis. Maka hal yang sama pun harus dipahami oleh segenap anggota serta pegiat Toleransi Indonesia dimanapun mereka berada. Bahwa kita mengharapkan jika keberadaan Toleransi Indonesia ini akan memunculkan karakter organisasi yang berbeda namun memiliki celah yang kuat pada sikapnya untuk dibutuhkan bagi perbaikan bangsa ini kedepan. Sebab organisasi lain lebih kepada posisi keagamaan, hal yang berbeda akan ditampilkan oleh hadirnya Toleransi Indonesia dari beragamnya sifat Toleransi yang dapat terus menerus dikembangkan.
Tarikan politik praktis yang sering menciderai masyarakat dari kotornya prilaku elit politik dengan berbagai sikapnya yang terkesan menghindari amanah demokrasi untuk menyuarakan aspirasi dari masyarakat, ditambah lagi naiknya politik identitas yang menyeret pertentangan keagamaan, baik pada sisi agama yang sama seperti perbedaan mazhab aliran dan lain sebagainya, atau dari agama yang nyata-nyata berbeda itu pun semakin tak terhindarkan. Apalagi pola konservatisme agama yang demikian meningkat, menjadikan hal semacam ini menemui jalan yang rawan bagi masyarakat untuk menghirup kesegaran udara yang benar-benar sejuk pada masa ini. Termasuk pada iklim budaya kita yang terusik dan membutuhkan proteksi yang bersifat urgency.
Rendahnya harapan dan partisipasi masyarakat tersebut terlihat dari besarnya Swing Voters sebagai cerukan yang besar dimana hal itu semakin sulit digapai oleh berbagai aksi penawaran dari partai politik. Coba saja kita cermati bahwa partisipasi pemilih di Pemilu serentak 2019 masih menyisakan orang-orang atau pemilik suara itu untuk tidak ikut pada pesta demokrasi tersebut, sehingga pencapaian partisipasi masyarakat hanya pada kisaran 80,90 %. Angka tersebut memang lebih tinggi dari target yang ditetapkan oleh KPU, yakni sebesar 77,5%. Namun rasio yang tersisa bukanlah angka yang sedikit jumlahnya, bahkan mampu memunculkan pemenang bagi partai yang berhasil meraihnya.
Dari fakta itu, Toleransi Indonesia menawarkan sumber-sumber inspirasi baru bagi berkembangnya harapan dan keinginan masyarakat untuk menjadikan wadah ini sebagai pusat aktifitas sekaligus harapan bagi tantangan indonesia dimasa yang akan datang, bahwa perspektif keberagaman dan disparitas sosial serta sensitivitas keagamaan itu dapat dilarutkan pada pengembangan sikap Toleransi yang dikembangkan melalui berbagai ide dan gagasan yang kita dorong secara bersama-sama. Walau cahayanya baru sebatas lilin yang kecil, namun kehangatannya mampu memberikan harapan pada ketentraman yang besar terhadap nilai kebangsaan kita.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Hampir setiap parpol memiliki organisasi sayap, atau dengan sebutan lain yaitu organisasi masyarakat (ormas) atau Relawan yang mereka rekrut demi membesarkan dukungan terhadap mereka. Ormas yang militan bukan hanya dalam mendukung politik kenegaraan untuk pencapaian suara pemenangan kader dari parpol yang diusungnya dalam pemilihan Anggota Dewan, Pemilihan Kepala Daerah, dan Pemilihan Presiden. Namun mereka pun bergerak pada sosial kemasyarakatan dalam aksi kemanusiaan serta berbagai kegiatan dalam mendekati dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang selayaknya untuk didengar.
Selain bangunan struktural yang secara piramid dibangun demi kesatuan kekuatan untuk menjangkau dan mendulang suara rakyat, namun ada bagian lain yang sering dilakukan oleh partai dalam memantapkan suaranya pada setiap perhelatan politik bahwa mereka pun acapkali menjalin hubungan terhadap ormas-ormas islam yang secara organisatoris tidak ikut dalam perhelatan politik akan tetapi memiliki suara yang besar untuk digandeng sebagai mitra dukungan bagi kepentingan kemenangan partai. Tentu saja organisasi yang dirangkul tersebut memang telah diakui keberadaannya serta memiliki jumlah massa yang besar.
Ada banyak organisasi keagamaan yang berada diluar kancah politik nasional kita. Sebut saja diantaranya NU dan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini demikian penting, walau mereka tidak ikut dalam setiap pesta demokrasi. Namun mereka acapkali didekati oleh berbagai partai politik guna mendulang suara dari berbagai ormas islam tersebut yang memang secara mayoritas beragama islam di indonesia. Melihat hal itu, tentu saja kita menyadari bahwa memang terdapat beberapa organisasi yang walau pun bukan merupakan partai politik, akan tetapi menjadi rujukan bagi banyak parpol untuk mendekati ormas tersebut. Keadaan ormas islam tersebut masih terus bertahan hingga saat ini.
Berangkat dari pemikiran tersebut, serta demi memberikan tekanan bahwa organisasi Toleransi Indonesia bukan bertujuan pada pergerakan politik praktis. Maka hal yang sama pun harus dipahami oleh segenap anggota serta pegiat Toleransi Indonesia dimanapun mereka berada. Bahwa kita mengharapkan jika keberadaan Toleransi Indonesia ini akan memunculkan karakter organisasi yang berbeda namun memiliki celah yang kuat pada sikapnya untuk dibutuhkan bagi perbaikan bangsa ini kedepan. Sebab organisasi lain lebih kepada posisi keagamaan, hal yang berbeda akan ditampilkan oleh hadirnya Toleransi Indonesia dari beragamnya sifat Toleransi yang dapat terus menerus dikembangkan.
Tarikan politik praktis yang sering menciderai masyarakat dari kotornya prilaku elit politik dengan berbagai sikapnya yang terkesan menghindari amanah demokrasi untuk menyuarakan aspirasi dari masyarakat, ditambah lagi naiknya politik identitas yang menyeret pertentangan keagamaan, baik pada sisi agama yang sama seperti perbedaan mazhab aliran dan lain sebagainya, atau dari agama yang nyata-nyata berbeda itu pun semakin tak terhindarkan. Apalagi pola konservatisme agama yang demikian meningkat, menjadikan hal semacam ini menemui jalan yang rawan bagi masyarakat untuk menghirup kesegaran udara yang benar-benar sejuk pada masa ini. Termasuk pada iklim budaya kita yang terusik dan membutuhkan proteksi yang bersifat urgency.
Rendahnya harapan dan partisipasi masyarakat tersebut terlihat dari besarnya Swing Voters sebagai cerukan yang besar dimana hal itu semakin sulit digapai oleh berbagai aksi penawaran dari partai politik. Coba saja kita cermati bahwa partisipasi pemilih di Pemilu serentak 2019 masih menyisakan orang-orang atau pemilik suara itu untuk tidak ikut pada pesta demokrasi tersebut, sehingga pencapaian partisipasi masyarakat hanya pada kisaran 80,90 %. Angka tersebut memang lebih tinggi dari target yang ditetapkan oleh KPU, yakni sebesar 77,5%. Namun rasio yang tersisa bukanlah angka yang sedikit jumlahnya, bahkan mampu memunculkan pemenang bagi partai yang berhasil meraihnya.
Dari fakta itu, Toleransi Indonesia menawarkan sumber-sumber inspirasi baru bagi berkembangnya harapan dan keinginan masyarakat untuk menjadikan wadah ini sebagai pusat aktifitas sekaligus harapan bagi tantangan indonesia dimasa yang akan datang, bahwa perspektif keberagaman dan disparitas sosial serta sensitivitas keagamaan itu dapat dilarutkan pada pengembangan sikap Toleransi yang dikembangkan melalui berbagai ide dan gagasan yang kita dorong secara bersama-sama. Walau cahayanya baru sebatas lilin yang kecil, namun kehangatannya mampu memberikan harapan pada ketentraman yang besar terhadap nilai kebangsaan kita.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar