Rabu, 18 Januari 2023

SEGALANYA BERPULANG BAGAIMANA MASYARAKAT KEMBALI PERCAYA KEPADA INSTITUSI KEPOLISIAN


 28/10/2022

SEGALANYA BERPULANG BAGAIMANA MASYARAKAT KEMBALI PERCAYA KEPADA INSTITUSI KEPOLISIAN
Penulis : Andi Salim

Diskriminasi adalah suatu praktek perbuatan atau kebijakan yang memperlakukan seseorang atau kelompok secara berbeda dan tidak adil, bahkan tak jarang yang menjurus kepada prilaku buruk karena alasan ras, suku, agama dan lain hal, termasuk karakteristik dari seseorang atau kelompok sebagai objek sasarannya. Sehingga diskriminatif diartikan sebagai orang yang mempraktekkan atau melakukan perbuatan diskriminasi itu sendiri. Hal itu terjadi akibat dari seseorang atau kelompok yang merasa dirinya superior, sehingga memiliki perasaan yang lebih dari keadaan orang lain, dan tidak jarang sikap superior ini dianggap sebagai upaya untuk menutupi kekurangan mereka dengan memposisikan dirinya lebih kuat atau lebih berhak atas sesuatu hal dari orang atau kelompok lainnya.

Hidup dalam dimensi perbedaan adalah menampilkan sisi kekayaan dari perspektif yang kompleks, walau belum tentu menjadi lengkap namun setidaknya perbedaan itu menjadi kekuatan untuk tumbuh sebagai pendamping komunitas tunggal, termasuk dalam iklim sosial ditengah masyarakat kita. Bahkan dalam nuansa politik demokrasi sekalipun dibutuhkan beberapa partai politik, termasuk negara yang hanya terdiri dari satu partai politik atau partai tunggal seperti Korea Utara, Laos, Tiongkok, dan Vietnam pun masih mengadopsi perbedaan dari dinamika internalnya guna memperoleh sudut pandang lain agar kompleksitas masalahnya tertampung secara cermat. Sehingga perbedaan itu dianggap penting untuk dipertahankan sekaligus mengambil manfaat atas persoalan dari kubu yang berbeda pandangannya.

Tak bisa dipungkiri adanya penilaian masyarakat yang menganggap oknum kepolisian kita bobrok, serta dianggap sebagian orang menjadi abai pada penegakkan hukum yang semestinya tegak lurus sekaligus menjadi contoh bagaimana hidup dibawah aturan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi respon publik terhadap kasus mantan Irjen. Ferdy Sambo yang duduk sebagai Kadiv Propam Mabes Polri. Tentu saja masyarakat bertanya siapa yang mengangkatnya lalu mengapa kariernya begitu cepat, dimana pertanyaan yang sama pun dilontarkan oleh para jenderal lainnya, sebagaimana yang disampaikan Brigjen Krisna Murti yang dikenal dengan jargon "Turn Back Crime" dimana beliau saat ini mendapat kenaikan pangkat dan telah dilantik menjabat Kadiv Hubungan Internasional Polri per tanggal 14 Oktober 2022 kemarin.

Belum lagi kasus narkoba yang melibatkan Irjen Pol. Teddy minahasa yang diduga menjual Narkoba seberat 5 Kg. Pemberitaan tersebut dimuat pada Kompas.com, tertanggal 14/10/2022, yang mana Polda Metro Jaya pun membeberkan jika Teddy Minahasa diduga mengedarkan narkoba jenis sabu seberat 5 kg, akan tetapi baru seberat 1,7 kg saja yang telah diedarkannya ke Kampung Bahari. Sementara 3,3 kg sabu lainnya berhasil disita pihak kepolisian. Diperolehnya sabu seberat 5 kg itu merupakan barang bukti hasil pengungkapan kasus narkoba di Mapolres Bukit Tinggi. Sabu tersebut diduga ditukarkan secara diam-diam oleh oknum berinisial AKBP D, yang mengganti sabu sitaan itu dengan tawas. Penukaran barang bukti 5 kg dari total 41 kg yang semestinya akan dimusnahkan di Mapolres Bukit Tinggi.

Rangkaian persoalan itu tentu saja merupakan pukulan telak bagi Mabes Polri dan jajaran dibawahnya dalam mengukur tingkat kepercayaan publik yang merosot tajam kearah titik nadir hingga dirasakan begitu pahitnya. Pertanyaan masyarakat tentang karier kedua oknum petinggi polri tersebut tentu dikaitkan dengan adanya dugaan gratifikasi jabatan atau kenaikan pangkat terhadap mereka. Sebab bagaimana mungkin begitu cemerlangnya karier seorang Ferdy Sambo hingga membalikkan keadaan dimana pada sisi kepangkatan saja malah melampaui dari apa yang didapat mantan pimpinannya yaitu Irjen Pol Krisna Murti. Termasuk jabatan Kapolda yang 3 kali di sematkan kepada Teddy Minahasa sebagaimana hal itu juga dipertanyakan oleh mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji melalui tayangan tvone beberapa waktu yang lalu.

Namun perlu dicatat, bahwa institusi Kepolisian adalah instrumen penegakkan hukum, dimana tentu saja masyarakat berhak melakukan protes, mengkritik, menyanggah, bahkan melakukan gugatan apapun terhadap institusi ini, jika memang ada yang sepatutnya dipertanyakan, diragukan bahkan dianggap kurang merespon keadilan bagi penegakan hukum di Indonesia. Termasuk penerapan yang berlandaskan azas keadilan dikalangan internal mereka. Sebab selaku penegak hukum mereka merupakan tempat sekaligus cermin bagi siapapun untuk melihat serta mendapatkan penerapan keadilan sebagaimana yang dipersepsikan masyarakat. Apalagi saat ini pihak mereka justru diterpa oleh rusaknya prilaku oknum pejabat dikalangan mereka sendiri. Akan tetapi keberadaannya merupakan bagian dari nafas kehidupan berbangsa dan bernegara bagi kita semua.

Dalam catatan IPW dikatakan sebagaimana yang disampikan ketuanya yaitu Sugeng Teguh Santoso pada tahun 2021, Bahwa Polri memecat 300 lebih anggotanya yang melakukan pelanggaran berat. Walau para personel yang dipecat itu rata-rata berpangkat perwira menengah. Namun penindakan terhadap personel mereka tersebut mampu meningkatkan kepercayaan publik. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan IPW sekaligus menyampaikan apresiasi masyarakat yang tinggi pada institusi ini hingga Institusi Polri memperoleh kepercayaan masyarakat mencapai 81 persen. Akan tetapi munculnya pelanggaran yang dilakukan anggota Polri di tahun 2022 ini justru membalikkan kepercayaan itu, dimana kepercayaan masyarakat kembali merosot seiring tragedi yang melilitnya. Dimana keadaan itu terkait pada berbagai pelanggaran dari oknumnya seperti kasus Ferdy Sambo serta penjualan narkoba oleh Irjen Teddy Minahasa baru-baru ini.

Tentu saja reformasi struktural baik secara vertikal mau pun horizontal kembali digerakkan diwilayah institusi ini, dibalik mutasi jabatan perwira tinggi dan dukungan masyarakat kearah Kapolri yang dipercaya memiliki keterbukaan serta transparansi penanganan internal untuk menampung segala pembenahan yang di inginkan publik, apalagi pemanggilan para Kapolda dan Kapolres yang di lakukan oleh Jokowi dalam upaya melakukan arahan sekaligus strategi pembenahan terhadap mereka. Walau dibalik itu, terpaparnya anggota kepolisian diberbagai daerah akibat dari infiltrasi dan penetrasi ideologi asing yang dilakukan oleh kelompok wahabi salafi untuk dijejalkan kepada anggota kepolisian ini, sehingga menyeret hampir sebanyak 23.000 anggota kepolisian ini terlibat didalamnya. Informasi itu sebagaimana yang disampaikan Gus Islah Bahrawi pada acara maulid Nabi Muhammad SAW, di jawa timur beberapa tempo lalu.

Sesungguhnya mereka adalah pertahanan sipil bagi kepentingan seluruh bangsa indonesia. Walau terpaan apapun yang menderanya, namun kepentingan masyarakat atas eksistensi kepolisian sesungguhnya mutlak adanya. Kita tidak bisa memalingkan diri atas kemelut yang dialaminya saat ini, bagaimana pun upaya penyelamatan dan netralitas mereka adalah masa depan bagi kita semua. Alangkah semakin mengkhawatirkan jika keberadaan serta penyimpangan kebijakan mereka justru semakin jauh dari poros penegakkan keadilan hukum yang kita inginkan. Maka mari kita yakini bahwa mereka sedang ingin keluar dari lilitan yang menjeratnya agar demi upayanya itu, mereka tetap menjadi bagian dari nafas kehidupan berbangsa dan bernegara ditengah kita semua. Sebab dengan kepercayaan masyarakat itulah mereka tidak segan-segan menghalau, menindak, menyeret semua pihak yang mengganggu NKRI ini tentunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...