Penulis : Andi Salim
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Oleh karenanya, OJK bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sejumlah sektor yang berkaitan dengan sistem keuangan. Visi OJK adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
Dasar berdirinya OJK terdapat dalam Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang menyebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat. Salah satu fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi masyarakat adalah memberikan perlindungan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan, pasar modal, dan perbankan yang didalamnya terdapat aset dari masyarakat sehingga keberadaanya terjamin bagi masyarakat dalam melakukan transaksi hingga penyimpanan.
Namun praktek yang dirasakan apakah demikian, pada kenyataannya jauh sebelum keadaan pandemi ini pun banyak terjadi penarikan kendaraan yang secara sewenang-wenang dilakukan oleh pihak penyalur jasa keuangan seperti pihak leasing dengan maraknya penggunaan jasa tagih dari pihak ketiga yang bergaya premanisme serta mengintimidasi masyarakat hingga melakukan perampasan kendaraan tanpa melalui proses penegakan hukum atau adanya ganti rugi sebagai hak masyarakat, sehingga merugikan pihak debitur yang telah mengangsurnya dalam waktu lama dan dengan cara bersusah payah.
Lalu hadir pula yang tidak kalah ramainya informasi ditengah masyarakat bahkan hampir diseluruh kota besar Indonesia, atas maraknya pinjaman online yang menerapkan sistem pinjaman cepat dan sederhana, namun dibalik itu cara tagih melanggar ketentuan hukum dengan membongkar privasi debitur serta menyebarkannya kepada pihak lain yang sama sekali tidak terkait dengan hutang piutang tersebut. Hal itu dilakukan oleh pihak-pihak baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar namun nyata keberadaannya ditengah masyarakat yang hingga saat ini belum juga tertangani secara optimal sehingga mereka semakin liar dan sama sekali tak terkendali.
Ditambah lagi keberadaan investasi bodong yang berkedok syariah, baik penjualan kapling atau pun unit perumahan dengan janji keuntungan kepada pihak konsumen, yang mana telah memakan korban dari pupusnya harapan masyarakat untuk menggapai kesejahteraan dari cara mereka memperolehnya melalui sistem yang dijanjikan manis oleh pihak pencari keuntungan dan serakah tersebut. Hal itu nyata-nyata telah merugikan banyak pihak dan tak mampu diselesaikan oleh pihak OJK dalam hal menegakkan fungsi serta kewajibannya sebagaimana yang telah diuraikan pada tulisan diatas.
Masyarakat menilai bahwa OJK harus diisi orang-orang yang ideologinya tegak lurus pada NKRI. Sebab OJK merupakan aspek yang menjadi jantung kesejahteraan masyarakat, apalagi sebagai sebuah institusi yang independen, jangan sampai OJK tersusupi oleh individu dan kepentingan perusahaan swasta yang mempunyai agenda pribadi maupun agenda kelompok untuk terus dibiarkan melakukan penipuan dan pelanggaran atas kegiatannya. Tentu saja OJK harus profesional yang mengandung makna bahwa OJK tidak tunduk dan patuh kepada pihak manapun, serta tidak pula terbawa arus politik praktis saat ini.
Walau secara kelembagaan, OJK berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun keberadaan OJK sebagai lembaga yang bebas dari campur tangan pihak lain merupakan modal dalam penegakan sistem keuangan kita, yang mana mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang dalam pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Dari informasi OJK.go.id, Sumber Pembiayaan OJK, Menurut Pasal 34 UU OJK, anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Akan tetapi. Melihat hal itu, timbul kecurigaan masyarakat terhadap sumber pendapatan OJK, sebab dari kenyataan itu, bukan mustahil jika OJK membiarkan praktek pelanggaran hukum oleh pihak yang menyetor atas setiap transaksi keuangan yang terjadi, hingga mereka tutup mata pada kondisi kekisruhan antara konsumen selaku masyarakat dengan pihak penyalur jasa keuangan seperti leasing dan sebagainya.
Sebab hingga saat ini, OJK dinilai belum optimal dalam melakukan penindakan, pengawasan dan Penerapan aturan yang sesuai dengan ketentuan dan perundangan hukum yang berlaku. Masyarakat pun belum dimintakan keterangan untuk menarik kesimpulan sebagai masukan dari penerapan denda dan hal-hal lain yang dikenakan oleh penyelenggara jasa keuangan kepada masyarakat selaku pihak yang dilindungi, serta tidak adanya evaluasi dan peninjauan pada setiap persoalan masyarakat paska penyelesaian kredit yang terjadi, khususnya aturan dan ketentuan bunga dari percepatan pelunasan kredit.
Menyimak pemberitaan dari beberapa media sebut saja Kompastv tanggal 3/7/2020 lalu, dimana ramai pemberitaan bahwa keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sudah dinaungi Undang-Undang, yakni UU Nomor 21 Tahun 2011 masuk kedalam pertimbangan dari lembaga yang akan dibubarkan atau tidak, sehingga hal itu menyiratkan bahwa lembaga yang sedang dikaji pemerintah pusat itu pernah diwacanakan untuk dibubarkan. Walau lembaga ini telah dinaungi payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres). Namun setidaknya kehadiran lembaga ini dinilai kurang optimal dalam menjalankan tupoksinya.
#Andisalim #jkwguard
#TNIindonesia
#Polisiindonesia
#Toleransiindonesia
Mari kita suarakan
Dasar berdirinya OJK terdapat dalam Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang menyebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat. Salah satu fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi masyarakat adalah memberikan perlindungan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan, pasar modal, dan perbankan yang didalamnya terdapat aset dari masyarakat sehingga keberadaanya terjamin bagi masyarakat dalam melakukan transaksi hingga penyimpanan.
Namun praktek yang dirasakan apakah demikian, pada kenyataannya jauh sebelum keadaan pandemi ini pun banyak terjadi penarikan kendaraan yang secara sewenang-wenang dilakukan oleh pihak penyalur jasa keuangan seperti pihak leasing dengan maraknya penggunaan jasa tagih dari pihak ketiga yang bergaya premanisme serta mengintimidasi masyarakat hingga melakukan perampasan kendaraan tanpa melalui proses penegakan hukum atau adanya ganti rugi sebagai hak masyarakat, sehingga merugikan pihak debitur yang telah mengangsurnya dalam waktu lama dan dengan cara bersusah payah.
Lalu hadir pula yang tidak kalah ramainya informasi ditengah masyarakat bahkan hampir diseluruh kota besar Indonesia, atas maraknya pinjaman online yang menerapkan sistem pinjaman cepat dan sederhana, namun dibalik itu cara tagih melanggar ketentuan hukum dengan membongkar privasi debitur serta menyebarkannya kepada pihak lain yang sama sekali tidak terkait dengan hutang piutang tersebut. Hal itu dilakukan oleh pihak-pihak baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar namun nyata keberadaannya ditengah masyarakat yang hingga saat ini belum juga tertangani secara optimal sehingga mereka semakin liar dan sama sekali tak terkendali.
Ditambah lagi keberadaan investasi bodong yang berkedok syariah, baik penjualan kapling atau pun unit perumahan dengan janji keuntungan kepada pihak konsumen, yang mana telah memakan korban dari pupusnya harapan masyarakat untuk menggapai kesejahteraan dari cara mereka memperolehnya melalui sistem yang dijanjikan manis oleh pihak pencari keuntungan dan serakah tersebut. Hal itu nyata-nyata telah merugikan banyak pihak dan tak mampu diselesaikan oleh pihak OJK dalam hal menegakkan fungsi serta kewajibannya sebagaimana yang telah diuraikan pada tulisan diatas.
Masyarakat menilai bahwa OJK harus diisi orang-orang yang ideologinya tegak lurus pada NKRI. Sebab OJK merupakan aspek yang menjadi jantung kesejahteraan masyarakat, apalagi sebagai sebuah institusi yang independen, jangan sampai OJK tersusupi oleh individu dan kepentingan perusahaan swasta yang mempunyai agenda pribadi maupun agenda kelompok untuk terus dibiarkan melakukan penipuan dan pelanggaran atas kegiatannya. Tentu saja OJK harus profesional yang mengandung makna bahwa OJK tidak tunduk dan patuh kepada pihak manapun, serta tidak pula terbawa arus politik praktis saat ini.
Walau secara kelembagaan, OJK berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun keberadaan OJK sebagai lembaga yang bebas dari campur tangan pihak lain merupakan modal dalam penegakan sistem keuangan kita, yang mana mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang dalam pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Dari informasi OJK.go.id, Sumber Pembiayaan OJK, Menurut Pasal 34 UU OJK, anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Akan tetapi. Melihat hal itu, timbul kecurigaan masyarakat terhadap sumber pendapatan OJK, sebab dari kenyataan itu, bukan mustahil jika OJK membiarkan praktek pelanggaran hukum oleh pihak yang menyetor atas setiap transaksi keuangan yang terjadi, hingga mereka tutup mata pada kondisi kekisruhan antara konsumen selaku masyarakat dengan pihak penyalur jasa keuangan seperti leasing dan sebagainya.
Sebab hingga saat ini, OJK dinilai belum optimal dalam melakukan penindakan, pengawasan dan Penerapan aturan yang sesuai dengan ketentuan dan perundangan hukum yang berlaku. Masyarakat pun belum dimintakan keterangan untuk menarik kesimpulan sebagai masukan dari penerapan denda dan hal-hal lain yang dikenakan oleh penyelenggara jasa keuangan kepada masyarakat selaku pihak yang dilindungi, serta tidak adanya evaluasi dan peninjauan pada setiap persoalan masyarakat paska penyelesaian kredit yang terjadi, khususnya aturan dan ketentuan bunga dari percepatan pelunasan kredit.
Menyimak pemberitaan dari beberapa media sebut saja Kompastv tanggal 3/7/2020 lalu, dimana ramai pemberitaan bahwa keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sudah dinaungi Undang-Undang, yakni UU Nomor 21 Tahun 2011 masuk kedalam pertimbangan dari lembaga yang akan dibubarkan atau tidak, sehingga hal itu menyiratkan bahwa lembaga yang sedang dikaji pemerintah pusat itu pernah diwacanakan untuk dibubarkan. Walau lembaga ini telah dinaungi payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres). Namun setidaknya kehadiran lembaga ini dinilai kurang optimal dalam menjalankan tupoksinya.
#Andisalim #jkwguard
#TNIindonesia
#Polisiindonesia
#Toleransiindonesia
Mari kita suarakan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar