Penulis : Andi Salim
Jumlah tenaga Profesional kita yang duduk sebagai mentri di kabinet sangat sedikit dan hanya tak lebih dari 10 jari yang kita miliki, yang lain ngomong gede dan cuma duduk bergaya layaknya sinyo. Makanya yang diandalkan orangnya hanya itu-itu saja, padahal banyak yang bisa kerja dan terampil dalam menciptakan solusi tapi malah tersingkirkan oleh aksi dukung mendukung yang pada gilirannya minta jabatan mentri. Tentu saja yang dikorbankan malah jabatan, artinya hajat hidup rakyat tetap jalan ditempat dan berjalan lamban,
Hal itu penting kita cermati bahwa kinerja mentri cuma mendompleng dibalik maraknya pembangunan infrastruktur yang terbangun sehingga mengalihkan mata kita pada sisi sektor yang lemah. Mereka malah melempem dan seperti era pemerintah sebelumnya, anggaran pun di habiskan untuk rapat-rapat dan pertemuan serta kunjungan kerja atau study banding lain yang gak ada gunanya jika persoalan dasar bagi surplus defisit sektor belum optimal diberdayakan.
Jokowi saja yang menurut penulis sangat baik, sebab kinerja yang lemah dari sektor tertentu pasti akan berdampak pada pertanggungjawabannya nanti. Artinya siapapun yang gak kerja tetap dipikul oleh beliau walau hal itu membebaninya. Apalagi ancaman reshufle seakan buruk bagi kabinet pemerintahan yang dipimpinnya, namun jika itu solusi pahit, pasti rakyat akan lebih senang hal itu dilakukan. Sebab kita butuh lompatan dari hal biasa menuju kepada hasil yang luar biasa.
Saya yakin, para mentri pasti tahu bahwa kebijakan resuffle merupakan hal yang sulit untuk diambil Presiden oleh karena dampak buruk yang di cap sebagai pemerintah selalu bongkar pasang dan tidak konsisten. Maka para mentri itu sering mengabaikan kekhawatiran mereka mengenai hembusan reshuffle tersebut. Walau rakyat tetap mendukung jokowi, akan tetap faktor stabilitas dan pasar ekonomi pasti akan merespon hal ini yang berpengaruh pula pada investasi di tanah air kita.
Dalam sisi yang berbeda, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor kelautan dan perikanan hanya mencapai Rp 920 miliar hingga 21 Desember 2021. Nilai itu akan meningkat mencapai Rp 1 triliun di akhir tahun. Namun Komisi IV DPR RI mendukung penambahan pagu anggaran Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) sebesar Rp3,45 triliun pada 2021.
Penambahan ini karena sektor kelautan dan perikanan dilihat sangat potensial untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara. Dengan adanya penambahan, pagu anggaran KKP di 2021 naik menjadi Rp 7 triliun dari yang sebelumnya Rp4,6 triliun. Tidakkah ini menjadi bahan pemikiran kita semua, bahwa kementrian KKP justru dirasakan lamban dan kurang responsif terhadap sumber daya kelautan kita yang melimpah sehingga tingkat pencurian oleh nelayan asing hingga saat ini belum berhenti.
Dengan anggaran yang lalu, Kementrian KKP menerima 4,6 trilyun dan hanya menghasilkan 1 trilyun saja bagi PNBP kita tentu hal ini sangat memprihatinkan, dan menampakkan bahwa kementrian KKP kurang responsif untuk mendulang hasil kelautan sebagai penyumbang APBN kita saat ini. Memang terdapat potensi tambahan pendapatan, dari tagihan KKP sekitar Rp 350 miliar terkait izin pengeboran migas di lautan, sehingga bila hal itu tertagih, maka total perolehan KKP akan bisa tembus menjadi Rp 1,2 triliun atau sekitar dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Tidakkah hal itu mengharukan, dimana sumber tambahan pendapatannya justru bukan dari core bisnis KKP sendiri. Sehingga perolehan KKP seolah-olah dipaksakan dari berbagai perolehan yang sebetulnya hal ini sebagai pendapatan tak terduga jika dari kacamata swasta. Tapi itulah gambaran bagi kita semua, bahwa walau bagaimana pun mereka telah bekerja keras pula tentunya. Akan tetapi kita harus menjadi maklum jika realisasinya pun dirasakan kurang optimal.
Lemahnya hampir dibanyak aspek saat ini tidak hanya dari sektor kementrian KKP semata, Kemendes, Kemenparekraf dan kementrian lain pun hampir sama keadaannya. Maka tidak heran jika setiap tahun bendahara pemerintah kita selalu sibuk mengutak-atik anggaran sebagaimana yang diributkan oleh wakil ketua MPR beberapa waktu silam. Hal itu demi mencukupi anggaran agar dialokasikan supaya mencukupi untuk kebutuhan semua sektor dan lembaga.
Dari fakta ini jelas terlihat, bahwa ketergantungan APBN kita yang sering mengalami defisit untuk menutupnya dari sisi pembengkakan hutang terus menjadi solusi yang tak terelakkan. Pendekatan anggaran untuk menyandingkannya dengan kebutuhan dan realisasi dari semua sektor belum secara utuh menampakkan reward and punishmant, apalagi masih terdapat kementrian yang lemah namun disematkan wakil mentri yang tak terlihat hasilnya sama sekali. Tentu saja hal ini membebankan anggaran dan semakin tidak berjalannya efisiensi yang mereka terapkan.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi
Hal itu penting kita cermati bahwa kinerja mentri cuma mendompleng dibalik maraknya pembangunan infrastruktur yang terbangun sehingga mengalihkan mata kita pada sisi sektor yang lemah. Mereka malah melempem dan seperti era pemerintah sebelumnya, anggaran pun di habiskan untuk rapat-rapat dan pertemuan serta kunjungan kerja atau study banding lain yang gak ada gunanya jika persoalan dasar bagi surplus defisit sektor belum optimal diberdayakan.
Jokowi saja yang menurut penulis sangat baik, sebab kinerja yang lemah dari sektor tertentu pasti akan berdampak pada pertanggungjawabannya nanti. Artinya siapapun yang gak kerja tetap dipikul oleh beliau walau hal itu membebaninya. Apalagi ancaman reshufle seakan buruk bagi kabinet pemerintahan yang dipimpinnya, namun jika itu solusi pahit, pasti rakyat akan lebih senang hal itu dilakukan. Sebab kita butuh lompatan dari hal biasa menuju kepada hasil yang luar biasa.
Saya yakin, para mentri pasti tahu bahwa kebijakan resuffle merupakan hal yang sulit untuk diambil Presiden oleh karena dampak buruk yang di cap sebagai pemerintah selalu bongkar pasang dan tidak konsisten. Maka para mentri itu sering mengabaikan kekhawatiran mereka mengenai hembusan reshuffle tersebut. Walau rakyat tetap mendukung jokowi, akan tetap faktor stabilitas dan pasar ekonomi pasti akan merespon hal ini yang berpengaruh pula pada investasi di tanah air kita.
Dalam sisi yang berbeda, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor kelautan dan perikanan hanya mencapai Rp 920 miliar hingga 21 Desember 2021. Nilai itu akan meningkat mencapai Rp 1 triliun di akhir tahun. Namun Komisi IV DPR RI mendukung penambahan pagu anggaran Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) sebesar Rp3,45 triliun pada 2021.
Penambahan ini karena sektor kelautan dan perikanan dilihat sangat potensial untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara. Dengan adanya penambahan, pagu anggaran KKP di 2021 naik menjadi Rp 7 triliun dari yang sebelumnya Rp4,6 triliun. Tidakkah ini menjadi bahan pemikiran kita semua, bahwa kementrian KKP justru dirasakan lamban dan kurang responsif terhadap sumber daya kelautan kita yang melimpah sehingga tingkat pencurian oleh nelayan asing hingga saat ini belum berhenti.
Dengan anggaran yang lalu, Kementrian KKP menerima 4,6 trilyun dan hanya menghasilkan 1 trilyun saja bagi PNBP kita tentu hal ini sangat memprihatinkan, dan menampakkan bahwa kementrian KKP kurang responsif untuk mendulang hasil kelautan sebagai penyumbang APBN kita saat ini. Memang terdapat potensi tambahan pendapatan, dari tagihan KKP sekitar Rp 350 miliar terkait izin pengeboran migas di lautan, sehingga bila hal itu tertagih, maka total perolehan KKP akan bisa tembus menjadi Rp 1,2 triliun atau sekitar dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Tidakkah hal itu mengharukan, dimana sumber tambahan pendapatannya justru bukan dari core bisnis KKP sendiri. Sehingga perolehan KKP seolah-olah dipaksakan dari berbagai perolehan yang sebetulnya hal ini sebagai pendapatan tak terduga jika dari kacamata swasta. Tapi itulah gambaran bagi kita semua, bahwa walau bagaimana pun mereka telah bekerja keras pula tentunya. Akan tetapi kita harus menjadi maklum jika realisasinya pun dirasakan kurang optimal.
Lemahnya hampir dibanyak aspek saat ini tidak hanya dari sektor kementrian KKP semata, Kemendes, Kemenparekraf dan kementrian lain pun hampir sama keadaannya. Maka tidak heran jika setiap tahun bendahara pemerintah kita selalu sibuk mengutak-atik anggaran sebagaimana yang diributkan oleh wakil ketua MPR beberapa waktu silam. Hal itu demi mencukupi anggaran agar dialokasikan supaya mencukupi untuk kebutuhan semua sektor dan lembaga.
Dari fakta ini jelas terlihat, bahwa ketergantungan APBN kita yang sering mengalami defisit untuk menutupnya dari sisi pembengkakan hutang terus menjadi solusi yang tak terelakkan. Pendekatan anggaran untuk menyandingkannya dengan kebutuhan dan realisasi dari semua sektor belum secara utuh menampakkan reward and punishmant, apalagi masih terdapat kementrian yang lemah namun disematkan wakil mentri yang tak terlihat hasilnya sama sekali. Tentu saja hal ini membebankan anggaran dan semakin tidak berjalannya efisiensi yang mereka terapkan.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi

Tidak ada komentar:
Posting Komentar