Penulis : Andi Salim
Apa yang telah ditawarkan oleh agama, politik, ekonomi atau yang lainnya merupakan parsial dari kebutuhan kita sebagai manusia yang secara ke seharian kita sering beraktifitas kearah sana, dalam hal agama seseorang ingin beribadah secara khusuk, atau dalam hal politik ingin memperoleh kekuasaan dan kewenangan melalui kegiatan politiknya atau juga dalam hal ekonomi ada banyak orang yang ingin menggapai kesejahteraan guna memenuhi hajat hidupnya. Hal itu adalah bagian dari perhelatan yang tak kunjung usai dilakukan oleh siapapun, meskipun kekuasaan, peribadatan yang khusuk serta tingkat kesejahteraan itu telah tergapai akan tetapi tidak kunjung selalu memuaskan dirinya.
Namun apa yang telah didapat, tetap saja masih ingin ditambah, ditingkatkan dan diperluas dari apa yang telah diraih hingga faktor kecenderungan menuju keserakahan pun tak terhindarkan, walau banyak pihak yang tidak mengalami keberuntungan sebagaimana keinginan yang sama demi tujuan yang sama pula. Merasa diri sendiri menjadi sosok yang istimewa serta ingin diperlakukan atau dilayani secara khusus merupakan sasaran yang menjadi target bagi mereka yang gemar akan pujian serta kekuasaan ini, maka tak heran jika mereka cenderung sering merendahkan pihak lain dan memperlakukannya seakan jauh dibawah tingkat dari apa yang telah dicapainya.
Sehingga seseorang tidak mampu mengendalikan dirinya agar merasa cukup dari yang tidak selalu dimiliki oleh setiap orang lain. Banyak orang selalu merasakan berkekurangan, perasaan itu tidak saja datang dari mereka yang berstatus kekurangan dalam banyak hal, sekalipun seseorang sebenarnya telah berada pada ukuran-ukuran yang sudah sangat berlebihan, namun apa yang dimilikinya dirasakan masih saja kurang, atau masih kalah dibandingkan dengan milik orang lain yang lebih sempurna, lebih tinggi, lebih banyak atau lebih luas. Sehingga hanya sedikit saja orang yang berhasil merasakan bahwa apa yang dimiliki sebenarnya sudah jauh dari kata cukup bila dibandingkan dengan milik orang lain.
Perenungan semacam ini perlu dilakukan oleh siapapun yang mendapati dirinya demikian, sebab kondisi ini adalah penyakit yang terlanjur menjadi noktah hitam yang tentu saja menjerumuskan dirinya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat dari over produktif bagi tujuan dirinya sebagai manusia yang dilahirkan dimuka bumi ini. Jika dipahami, hidup ini ibarat lorong yang menjadi deret antrian bagi setiap orang, baik usia muda atau pun tua, dimana orang dewasa seharusnya hidup tanpa beban dan tidak lagi dipenuhi harapan akan masa depan mereka, terutama mereka yang berusia di atas 50 tahun, oleh karena mereka telah berdamai dengan berbagai cobaan hidup dengan segala terpaan rintangan yang pernah dihadapinya.
Sebab, masih banyak kelompok usia yang masih membutuhkan apresiasi serta ruang terbuka bagi akses kesempatan yang sama dalam memperoleh tingkat keberhasilan hidup, baik pada sisi panggung keagamaan, panggung politik atau pun panggung ekonomi demi kemanfaatan dan perubahan generasi bangsa serta penyesuaian peradaban lingkungan disekitar kita. Akan tetapi hal itu semakin tersumbat oleh mereka yang haus akan pengakuan diri dan menjadi penghalang bagi generasi muda dalam lorong antrian yang padat atas jenjang yang sedemikian panjangnya. Alasan yang dikedepankan pun menjadi klasik dan terkesan masuk akal dengan menyudutkan bahwa generasi muda tersebut belum matang, belum memiliki wawasan yang luas, serta masih perlu pembinaan dan lain sebagainya.
Banyak lembaga penelitian dunia yang menyebutkan bahwa kurva kebahagiaan manusia menunjukkan bahwa seseorang yang berusia 65 tahun lebih menyukai hidupnya dibandingkan kehidupan seseorang yang berusia 25 tahun. Sebab mereka yang berusia 65 tahun mungkin lebih mampu menerima keadaan dirinya karena ia telah belajar untuk menjadi puas dengan apa yang dimilikinya. Jika saja hal ini disadari, maka tentu saja banyak ruang yang terbuka dan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk mengisi posisi lowong yang dapat di isi oleh mereka yang berusia dibawahnya sehingga sampai kepada kelompok usia yang lebih muda dan seterusnya.
Menariknya, terdapat survei yang melibatkan 340.000 responden yang malah menemukan jika kebahagiaan justru menurun pada usia 18 hingga 50 tahun. Survey tersebut dilakukan oleh Dr Arthur A. Stone, profesor psikologi dari State University of New York di Stony Brook, yang mengungkapkan beberapa hal yang membuat orang menjadi lebih bahagia di usia lanjutnya. Keadaan ini tentu menjadi konfirmasi bagi kita semua, bahwa pada usia dibawah 50 tahun, generasi kita hidup dalam kondisi tekanan dan menyebabkan mereka belum mendapat kesempatan untuk menjadi manusia yang bahagia. Hal ini ditengarai sebagai akibat botleneck dari arus yang tidak lancar dan mengalami proses sumbatan bagi apresiasi mereka.
Sebagai penutup, kesempatan adalah hak setiap orang untuk memperoleh kualitas hidupnya lebih baik, memang tidak ada yang dapat membatasi kiprah individu pada tingkat usia berapa pun, sepanjang mereka berada diluar aturan dan ketentuan formal yang membatasinya, namun kesempatan bagi generasi muda adalah toleransi bagi peluang hidup demi kedamaian dan kebahagiaan yang sama-sama didambakan oleh banyak orang, tentu saja hal itu akan terjadi jika semua pihak melihat persoalan orang lain sama pentingnya bagi dirinya sendiri. Sebab bagaimana pun, kita harus menumbuhkan kebesaran jiwa bagi pribadi masing-masing, oleh karena hal itu akan membawa kita pada kedamaian dan penyesuaian diri pribadi terhadap gelombang hidup yang penuh hiruk pikuk dan tak berkesudahan ini.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Namun apa yang telah didapat, tetap saja masih ingin ditambah, ditingkatkan dan diperluas dari apa yang telah diraih hingga faktor kecenderungan menuju keserakahan pun tak terhindarkan, walau banyak pihak yang tidak mengalami keberuntungan sebagaimana keinginan yang sama demi tujuan yang sama pula. Merasa diri sendiri menjadi sosok yang istimewa serta ingin diperlakukan atau dilayani secara khusus merupakan sasaran yang menjadi target bagi mereka yang gemar akan pujian serta kekuasaan ini, maka tak heran jika mereka cenderung sering merendahkan pihak lain dan memperlakukannya seakan jauh dibawah tingkat dari apa yang telah dicapainya.
Sehingga seseorang tidak mampu mengendalikan dirinya agar merasa cukup dari yang tidak selalu dimiliki oleh setiap orang lain. Banyak orang selalu merasakan berkekurangan, perasaan itu tidak saja datang dari mereka yang berstatus kekurangan dalam banyak hal, sekalipun seseorang sebenarnya telah berada pada ukuran-ukuran yang sudah sangat berlebihan, namun apa yang dimilikinya dirasakan masih saja kurang, atau masih kalah dibandingkan dengan milik orang lain yang lebih sempurna, lebih tinggi, lebih banyak atau lebih luas. Sehingga hanya sedikit saja orang yang berhasil merasakan bahwa apa yang dimiliki sebenarnya sudah jauh dari kata cukup bila dibandingkan dengan milik orang lain.
Perenungan semacam ini perlu dilakukan oleh siapapun yang mendapati dirinya demikian, sebab kondisi ini adalah penyakit yang terlanjur menjadi noktah hitam yang tentu saja menjerumuskan dirinya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat dari over produktif bagi tujuan dirinya sebagai manusia yang dilahirkan dimuka bumi ini. Jika dipahami, hidup ini ibarat lorong yang menjadi deret antrian bagi setiap orang, baik usia muda atau pun tua, dimana orang dewasa seharusnya hidup tanpa beban dan tidak lagi dipenuhi harapan akan masa depan mereka, terutama mereka yang berusia di atas 50 tahun, oleh karena mereka telah berdamai dengan berbagai cobaan hidup dengan segala terpaan rintangan yang pernah dihadapinya.
Sebab, masih banyak kelompok usia yang masih membutuhkan apresiasi serta ruang terbuka bagi akses kesempatan yang sama dalam memperoleh tingkat keberhasilan hidup, baik pada sisi panggung keagamaan, panggung politik atau pun panggung ekonomi demi kemanfaatan dan perubahan generasi bangsa serta penyesuaian peradaban lingkungan disekitar kita. Akan tetapi hal itu semakin tersumbat oleh mereka yang haus akan pengakuan diri dan menjadi penghalang bagi generasi muda dalam lorong antrian yang padat atas jenjang yang sedemikian panjangnya. Alasan yang dikedepankan pun menjadi klasik dan terkesan masuk akal dengan menyudutkan bahwa generasi muda tersebut belum matang, belum memiliki wawasan yang luas, serta masih perlu pembinaan dan lain sebagainya.
Banyak lembaga penelitian dunia yang menyebutkan bahwa kurva kebahagiaan manusia menunjukkan bahwa seseorang yang berusia 65 tahun lebih menyukai hidupnya dibandingkan kehidupan seseorang yang berusia 25 tahun. Sebab mereka yang berusia 65 tahun mungkin lebih mampu menerima keadaan dirinya karena ia telah belajar untuk menjadi puas dengan apa yang dimilikinya. Jika saja hal ini disadari, maka tentu saja banyak ruang yang terbuka dan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk mengisi posisi lowong yang dapat di isi oleh mereka yang berusia dibawahnya sehingga sampai kepada kelompok usia yang lebih muda dan seterusnya.
Menariknya, terdapat survei yang melibatkan 340.000 responden yang malah menemukan jika kebahagiaan justru menurun pada usia 18 hingga 50 tahun. Survey tersebut dilakukan oleh Dr Arthur A. Stone, profesor psikologi dari State University of New York di Stony Brook, yang mengungkapkan beberapa hal yang membuat orang menjadi lebih bahagia di usia lanjutnya. Keadaan ini tentu menjadi konfirmasi bagi kita semua, bahwa pada usia dibawah 50 tahun, generasi kita hidup dalam kondisi tekanan dan menyebabkan mereka belum mendapat kesempatan untuk menjadi manusia yang bahagia. Hal ini ditengarai sebagai akibat botleneck dari arus yang tidak lancar dan mengalami proses sumbatan bagi apresiasi mereka.
Sebagai penutup, kesempatan adalah hak setiap orang untuk memperoleh kualitas hidupnya lebih baik, memang tidak ada yang dapat membatasi kiprah individu pada tingkat usia berapa pun, sepanjang mereka berada diluar aturan dan ketentuan formal yang membatasinya, namun kesempatan bagi generasi muda adalah toleransi bagi peluang hidup demi kedamaian dan kebahagiaan yang sama-sama didambakan oleh banyak orang, tentu saja hal itu akan terjadi jika semua pihak melihat persoalan orang lain sama pentingnya bagi dirinya sendiri. Sebab bagaimana pun, kita harus menumbuhkan kebesaran jiwa bagi pribadi masing-masing, oleh karena hal itu akan membawa kita pada kedamaian dan penyesuaian diri pribadi terhadap gelombang hidup yang penuh hiruk pikuk dan tak berkesudahan ini.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share

Tidak ada komentar:
Posting Komentar