Minggu, 08 Januari 2023

JADIKANLAH DIRIMU SEBAGAI API LILIN DITENGAH SEBUAH HARAPAN

Penulis : Andi Salim

Jika jumlah agama didunia ini sebagaimana dalam situs World Population Review, terdapat jumlah agama di dunia lebih dari 4.000 agama. Dimana masing-masing agama itu memiliki jumlah pengikut yang berbeda-beda, dan terdapat 650 suku bangsa besar yang berada di 190 negara di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia menjadi satu dari sekian negara dengan kekayaan etnis terbanyak di dunia. Indonesia merupakan negara yang sangat beragam. Indonesia memiliki suku bangsa atau etnik dan ras yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau. Bahkan pada sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2010, Indonesia ternyata memiliki sekitar 1.340 suku bangsa / etnik.

Perbedaan itu tentu mendatangkan kekayaan namun sekaligus persoalan tersendiri. Sebab hampir tidak ada satu keluarga pun yang tidak mengalami konflik ditengah perjalanan rumah tangganya, oleh karena adanya berbagai latar belakang dan pemikiran yang berbeda, baik dari jenis kelamin atau kedudukan peranan sosial dalam mahligai sebuah rumah tangganya. Keadaan yang demikian sama halnya dengan perbedaan dari setiap suku bangsa, apalagi terkait dengan perbedaan agama yang lebih spesifik dalam mendudukkan berbagai pandangannya terhadap sesuatu yang merujuk firman-firman Tuhan yang diterimanya melalui perantara nabi dan rosul untuk menetapkan nilai-nilai dari pandangannya itu terhadap sesuatu masalah meski pada konteks persoalan yang sama sekalipun.

Namun segalanya itu terdapat dua kelompok pembelahan yang secara nyata bisa kita sikapi. Bagaikan terbelahnya keadaan siang dan malam, maka komponen perbedaan itu hanya mengacu pada sikap Toleransi dan Intoleransi dari keadaan seseorang atau kelompok yang bisa kita maknai sebagai cara menilai keberadaannya. Nilai karakter toleransi merupakan sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Sikap toleransi merupakan hal yang sederhana namun bisa berdampak baik jika diterapkan pada kehidupan orang lain. Namun sebaliknya, penerapan sikap intoleransi menunjukkan fakta bahwa masih adanya orang yang merasa paling benar, paling berjasa, dan paling berwenang terhadap eksistensi orang lain.

Kajian akademis tentang intoleransi khususnya di bidang keagamaan yang diwujudkan melalui berbagai aksi kekerasan terkait dengan penyebab yang bersumber dari pemahaman agama khususnya dalam hal relasi dengan pemeluk agama lain. Dimana sikap intoleransi itu bisa bersumber dari pemahaman dan praktek eksklusivitas terhadap agama tertentu. Tentu Intoleransi bukanlah satu-satunya pilihan dari cara pandang seseorang. Sebab upaya menemukan, mengambil, dan berpijak pada perbedaan atas etnik, agama, suku bahkan pada disparitas lain untuk mewujudkan sikap bertoleransi dipandang mampu menjawab berbagai hal itu yang mau tidak mau menjadi pilihan kolektif, terlepas keyakinannya berbeda namun esensi berketuhanan adalah upaya memperoleh sisi penerapan dari setiap firman yang tertuang dalam kitab-kitab agama masing-masing.

Rasa syukur, cinta, kasih sayang, ikhlas, sabar serta kelapangan hati dan keluasan sebuah pemikiran adalah jembatan menuju pada pengabdian untuk menyediakan diri seseorang guna saling melayani antar sesama manusia dan alam semesta ini. Sebab Tuhan tentu ingin melihat seberapa besar pengorbanan seseorang pada habitat alam dan kemanusiaan sehingga dirinya tidak semata-mata menjadi objek terpenting bagi semua ritual ibadahnya untuk menyelamatkan dirinya sendiri, kecuali manusia itu saling melayani dan tolong menolong guna mendapatkan kehidupan bersama dari cara seseorang yang memahami setiap firmannya secara utuh dan konsisten. Sebab kebodohan hanya menciptakan fanatisme yang buta, sedangkan tanpa pemikiran luas hanya menampakkan sikap keras kepala seseorang yang sulit mendapatkan masukan terhadap pandangan orang lain.

Tertahannya sikap toleransi masyarakat itu akibat dari pengaruh naiknya ego pribadi yang kemudian menjadi ego sektoral hingga sengaja disumbat oleh kelompok tertentu, dimana pada akhirnya menampilkan pembenaran yang diklaim secara sepihak, dibalik sikap kesewenang-wenangan prilaku intoleransi tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari zona kebebasan yang semestinya didapat oleh orang atau kelompok lain. Sikap kesewenangan yang dibiarkan hingga berujung pada tindakan kekerasan terhadap pihak lain dibalik kekakuan dan fanatisme beragama tentu menjadi pemicu anggapan bahwa keadaan itu menjadi lumrah untuk dimaklumi. Padahal masyarakat paham jika keadaan ini mengesankan gamangnya aparatur hukum dalam memposisikan dirinya untuk menindak secara tegas terhadap para pelakunya.

Sikap yang tumpul oleh penegakkan hukum tersebut, khususnya dalam merespon aksi intoleransi diberbagai daerah saat ini, menyebabkan rendah apresiasi masyarakat terhadap pihak Kepolisian, apalagi didapati bahwa terdapat sebanyak 23.000 personil mereka yang ikut terpapar oleh gerakan intoleransi ini sebagaimana yang di sampaikan oleh Islah Bahrawi dalam ungkapannya beberapa waktu lalu. Sehingga kalangan Islam Nusantara, aktifis Budayawan dan golongan Non muslim terkesan kecewa dan menuntut pemerintah dibawah kepemimpinan Jokowi agar bertindak tegas dan terukur demi mengamankan sekaligus mempertahankan 4 pilar bangsa yang tertanam melalui pijakan sikap toleransi bersama oleh segenap elemen bangsa yang berdiri sejak dahulu kala.

Betapa mustahilnya 4 pilar itu dapat berdiri melalui sikap intoleransi yang saling menolak keberadaan antara satu golongan terhadap golongan lainnya. Maka melalui sikap penerimaan atas semua perbedaan itu menjadi pijakan para tokoh bangsa yang berasal dari berbagai suku, etnik, budaya bahkan agama dalam menampilkan peran toleransinya untuk mewujudkan pilar-pilar kebangsaan negara kesatuan Republik Indonesia yang kita kenal hingga saat ini. Bahkan tidak sedikit dari kalangan agama tersebut merupakan tokoh-tokoh dari kalangan Ulama yang memiliki nama besar dan sangat disegani di seantero negeri ini. Sebut saja beberapa tokoh NU yang menjadi pahlawan nasional seperti, KH M Hasyim Asy'ari, KH Zainul Arifin, KH Abdul Wahid Hasyim, KH Zainal Musthafa, KH Idham Chalid, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH As'ad Syamsul Arifin, KH Syam'un.

Ditambah lagi dari kalangan Muhammadiyah yang tak kalah pentingnya, sebagaimana yang tercatat sebagai pejuang kemerdekaan seperti, Presiden Soekarno, KH Ahmad Dahlan, Jenderal Soedirman, dan Mas Mansur. Serta beberapa tokoh daerah sebut saja yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Sederet nama besar seperti Muhammad Hatta, Mohamad Yamin, Hajjah Rangkayo Rasuna Said, Tuanku Imam Bonjol, Agus Salim, Sutan Syahrir, Abdul Muis, Mohamad Natsir, tentu tidak bisa dielakkan begitu saja dalam peran nasionalisme kebangsaan yang mereka perjuangkan hingga akhir hayatnya. Jika pemerintah dalam hal ini aparatur penegak hukum lebih memahami kondisi atas pijakan yang semestinya disikapinya. maka, tentu kelompok intoleransi itu hanya merusak, menghilangkan, menggeser serta menciderai perjuangan para pahlawan bangsa ini sesungguhnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...