Kamis, 19 Januari 2023

SIKAP TOLERANSI YANG SETENGAH TIANG HANYA AKAN MENUNGGU MOMENTUM EGO IDENTITAS DIRI YANG DITAMPAKKAN


 23/09/2022

SIKAP TOLERANSI YANG SETENGAH TIANG HANYA AKAN MENUNGGU MOMENTUM EGO IDENTITAS DIRI YANG DITAMPAKKAN
Penulis : Andi Salim

Hidup berbangsa dan bernegara harus mampu menyesuaikan diri, juga perlu menjaga kesopanan alias etika, saling menghargai dan tidak perlu menonjolkan ego pribadi, baik golongan, suku ras dan lain sebagainya. Salah bersikap tentu bisa memicu konflik, tidak saja terhadap kawan, saudara namun bisa juga dengan tetangga. Ini berlaku kepada siapa saja dan di mana saja. Pemahaman akan kerukunan dan bagaimana menciptakan serta berakselerasi terhadap kerukunan tentu menjadi pengetahuan sendiri pada proses dialektika ditengah masyarakat saat ini.

Kita juga harus pandai menyematkan posisi identitas dalam setiap percakapan, sebab identitas merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi lainnya. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari segenap diri kita sendiri untuk di persepsikan orang lain. Dimana hal itu akan dipertentangkan dengan Identitas Kolektif yang dimiliki masyarakat dalam sebuah jaringan pada era informasi saat ini, sebuah era atau masa di mana revolusi teknologi tidak hanya melahirkan sebuah masyarakat jaringan, tapi juga tercakup dalam model budaya baru secara umum.

Dikotomi mayoritas dan minoritas hanya mempersempit ruang Toleransi yang semestinya terhampar tanpa batas, sebab tidak ada legalisasi mengenai otoritas demikian, bahkan hal itu hanya menciptakan jurang ketajaman dari disparitas perbedaan yang menyindir pihak lain agar tahu diri dan memahami posisi dari siapa sesungguhnya yang lebih berkuasa atas negri ini. Apalagi jika ditarik lebih jauh, maka sematan kata pribumi dan non pribumi seakan ingin dibangkitkan dari tidurnya yang panjang, untuk menandakan bahwa mereka tetap berasap didalam sekam yang basah.

Begitu banyak mereka yang telah tercemar dan terkungkung pada sifat konservatisme agama sudah tidak terhitung jumlahnya, ada yang menyatakan dirinya secara terbuka, namun ada juga pihak yang masih terseret arus fanatisme brutal yang menunggangi agamanya demi eksistensi intoleransi yang terus dikumandangkan agar mempertahankan status-quo dari jangkauan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dinegri ini. Sehingga mereka pun terlihat dengan bebasnya mengutarakan apa yang mereka inginkan secara sepihak.

Namun pada bagian lain, ada juga diantara masyarakat kita yang masih kebingungan dan memposisikan diri sebagai sosok yang setengah tiang dan tidak memahami bagaimana mereka harus bersikap. Sebab dari kedua hal dimana, satu sisi mereka harus menjaga negri yang merupakan warisan dari nenek moyangnya adalah hal yang wajib, dan mendukung keyakinan agamanya juga merupakan hal yang wajib pula. Hal inilah yang harus dipertegas oleh kita semua, bahwa mengutamakan kecintaan terhadap negara adalah diatas segalanya.

Sebab, walau bagaimana pun, kita akan tetap pada agama yang kita anut sekarang, walau kita berada dibelahan dunia manapun. Akan tetapi kita sudah bukan lagi bangsa Indonesia ketika negri ini porak-poranda dan dikuasai oleh penjajah bangsa lain seperti era dahulu kala. Apalagi saat ini terdapat gerakan dari organisasi dimana mereka menerapkan sikap eksklusif yang tinggi dan menolak akan sikap toleransi terhadap sesama, ini merupakan salah satu kendala yang dihadapi pada jaman ini dengan munculnya politik identitas yang menerapkan pemikiran sempit untuk diterapkan terhadap pengikutnya.

Sering terjadinya pengambil alihan kekuasaan dan menangnya kelompok pemberontakan dibeberapa negara, tak terlepas dari abainya kelompok yang berhaluan moderat serta diamnya para intelektual bangsa yang semestinya mengurai persoalan ini pada kedudukan sebenarnya, sebab dari banyaknya kejadian tersebut, justru banyak yang berawal dari lingkungan kampus yang mengalami distorsi informasi. Sedangkan salah-satu makna distorsi yang kita ketahui bersifat pemutarbalikan suatu fakta, aturan, penyimpangan dan sebagainya.

Dari hal ini, maka diciptakan upaya propaganda yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau petunjuk terhadap tindakan tertentu. Respon terhadap propaganda ini menjadi sangat berbahaya ketika para pelakunya justru berasal dari publik figur yang melakukan propaganda yang untuk mendistorsikan fakta yang ada, maka jumlah orang yang terpengaruh tentunya signifikan. Dan akan semakin berbahaya lagi jika yang melakukan distorsi itu datangnya dari entitas yang paling dianggap kredibel untuk membuat propaganda tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Saat ini bangsa kita masih belum mengalami kekacauan sebagaimana bangsa lain didunia, tapi bukan berarti kita aman, Era baru saat ini banyak hal yang bersifat unpredictable tentu perlu persiapan plan A, B atau C dalam mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi. Pada zaman perkembangan modern ini, kita melihat mulai terkikisnya nilai moral dan akhlak generasi muda kita, dari kenyataan ini, bukankah mereka akan mengalami ancaman disintegrasi bangsa dan tak acuh lagi pada Nasionalisme yang mulai asing ditelinga mereka pula. Apalagi Indonesia berada pada jumlah generasi muda yang saat ini melimpah dibandingkan negara lain. Kita tentu khawatir kemana mereka akan berlabuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...