Penulis : Andi Salim
Pencurian start kampanye partai Nasdem bersama capresnya Anis Baswedan seakan dibiarkan, padahal jadwal kampanye seharusnya baru dimulai pada tanggal 24 November 2023 mendatang. Sebut saja mengutip sumber pemberitaan dari Tempo.co pada jumat, 16 Desember 2022, menuliskan bahwa Ketua Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI Rahmat Bagja menyebut Anies Baswedan telah melakukan curi start kampanye dibalik ketentuan bahwa tahapan Pemilu 2024 yang secara resmi diadakan pada 26 mei 2024 nanti. Artinya jarak waktu kampanye telah dimulai jauh sebelum waktu yang ditentukan, bahkan melebihi setahun setengah lebih sejak Anis dan partai Nasdem memulainya.
Kunjungan safari politiknya ke berbagai daerah seakan-akan menampakkan sikap arogansi terhadap kepesertaan partai pemilu lain yang belum tentu dibiarkan oleh Bawaslu-RI yang memiliki kewenangan penyelidikan dan penindakan terhadap peserta pemilu yang melakukan kecurangan. Kelakuan dan perlakuan semacam ini memang tidak patut dicontoh dan tak sedikit pula yang menganggapnya sebagai preseden buruk terhadap berlakunya aturan dan ketentuan KPU guna dipatuhi oleh segenap partai pesertanya yang semestinya berdampak pada sportifitas berdemokrasi serta kualitas jurdil yang mampu diwujudkan oleh setiap pesertanya.
Pernah tersirat dibeberapa bagian tulisan penulis sebelumnya, yang menyebutkan jika strategi Nasdem dalam memilih capres Anis Baswedan semata-mata mengincar penambahan elektoral dari kalangan pendukung anis yang memiliki jaringan ketika memenangkan pilkada DKI Jakarta saat pertarungannya dengan incumbent Ahok pada 2017 lalu. Walau dinilai sarat dengan politik identitas, namun faktanya Anis masyarakat Jakarta tetap saja memilih dirinya. Tentu saja Nasdem menjadi tergiur sekaligus berkalkulasi seandainya menggunakan cara yang sama bukan tidak mungkin elektabilitas partai Nasdem akan melibas semua peserta pemilu 2024 nantinya.
Perolehan suara pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 yang menangkan Anies Baswedan - Sandiaga Uno, meraup 57,96 persen suara. Sekaligus menumbangkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) - Djarot Saiful Hidayat yang memperoleh 42,04 persen suara. Jika masyarakat Jakarta yang notabenenya dianggap pemilih rasional masih mampu ditundukkannya, bagaimana mungkin seantero Indonesia yang merupakan pemilih tradisional dan jauh dari pusat informasi politik akan memperoleh hasil yang sebaliknya. Sontak saja Nasdem tergiur untuk mengusung Anis, walau hujatan dan caci maki masyarakat, sekaligus berdampak pada mundurnya beberapa kader partai yang kecewa dibalik kemilau Gerakan Restorasi Indonesianya.
Publik sempat berpikir jika Nasdem hanya akan mengincar kenaikan elektabilitasnya semata dengan memanfaatkan Anis sebagai icon Politik Identitas yang disematkan publik ke arahnya. Akan tetapi, fakta yang diharapkan belum sesuai hasilnya, bahkan cenderung meleset jauh. Manakala dari pemberitaan Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mencatat penurunan elektabilitas Partai Nasdem dari survei sebelumnya. Hal ini terjadi meskipun Nasdem sudah mendeklarasikan tokoh bakal calon presidennya, yaitu Anies Baswedan. Dimana pada November 2022, elektabilitas Nasdem tercatat 4,8 persen. Namun, survei terkini pada Desember 2022, elektabilitas Nasdem menurun menjadi 3,2 persen.
Perkiraan terbentuknya koalisi partai masih bisa diprediksi oleh beberapa kalangan politik yang mengikuti perkembangan situasi belakangan ini, termasuk kemungkinan terbentuknya koalisi partai antara Nasdem yang memiliki 59 kursi, dengan PKS yang memiliki 50 kursi dan Demokrat demokrat 54 kursi, sehingga koalisi ini memiliki 163 kursi. Dimana pada posisi yang berbeda PDI Perjuangan yang memiliki 128 kursi tentu telah memenuhi syarat ambang batas presidential threshold sebanyak 20 persen yang setara dengan 115 kursi DPR-RI. Sedangkan Gerindra 78 kursi berkoalisi dengan PKB yang memiliki 58 kursi sehingga berjumlah 136 kursi. Dan Golkar 85 kursi bergabung dengan PAN 44 kursi dan PPP 19 kursi hingga berjumlah 148 kursi.
Uraian diatas hampir dipastikan akan menjadi kenyataan. Sebab pembentukan 4 koalisi ini sering disebut-sebut berbagai pihak yang secara berdiri sendiri telah memenuhi syarat presidential threshold sebagaimana ditetapkan KPU-RI. Namun wacana kreatifitas politik sebenarnya belum cukup sebatas hal itu, sebab masih terdapat satu kemungkinan gagasan lagi dalam menginisiasi kemenangan bagi terbangunnya kekuatan nasionalisme kebangsaan, yaitu dengan membangun poros penggabungan 3 koalisi partai kedalam satu Cluster, yaitu antara PDI Perjuangan dengan Koalisi KIR ( Kebangkitan Indonesia Raya, yang terdiri dari Gerindra dan PKB ) serta koalisi KIB ( Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri Golkar, PAN dan PPP ).
Jika gagasan ini dimungkinkan, sekalipun Anis berkampanye sejak pagi hingga tengah malam, jika perlu begadang semalam suntuk hingga setahun kedepan. Kemungkinan besar beliau tidak akan memenangkan Pilpres 2024 nantinya. Sebab munculnya harapan terhadap tiga koalisi partai yang tergabung kedalam satu Cluster politik, ditambah lagi dukungan masyarakat yang tidak ingin agar partai-partai nasionalisme dan partai-partai Islam Nusantara itu terpisah-pisah, akan menciptakan kekuatan besar dari bersatunya semua komponen kebangsaan yang nyaris tidak senang dengan penerapan politik identitas yang memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa ini. Hal ini mengutip pepatah yang menginspirasi penulis berbunyi : "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh".
Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Kunjungan safari politiknya ke berbagai daerah seakan-akan menampakkan sikap arogansi terhadap kepesertaan partai pemilu lain yang belum tentu dibiarkan oleh Bawaslu-RI yang memiliki kewenangan penyelidikan dan penindakan terhadap peserta pemilu yang melakukan kecurangan. Kelakuan dan perlakuan semacam ini memang tidak patut dicontoh dan tak sedikit pula yang menganggapnya sebagai preseden buruk terhadap berlakunya aturan dan ketentuan KPU guna dipatuhi oleh segenap partai pesertanya yang semestinya berdampak pada sportifitas berdemokrasi serta kualitas jurdil yang mampu diwujudkan oleh setiap pesertanya.
Pernah tersirat dibeberapa bagian tulisan penulis sebelumnya, yang menyebutkan jika strategi Nasdem dalam memilih capres Anis Baswedan semata-mata mengincar penambahan elektoral dari kalangan pendukung anis yang memiliki jaringan ketika memenangkan pilkada DKI Jakarta saat pertarungannya dengan incumbent Ahok pada 2017 lalu. Walau dinilai sarat dengan politik identitas, namun faktanya Anis masyarakat Jakarta tetap saja memilih dirinya. Tentu saja Nasdem menjadi tergiur sekaligus berkalkulasi seandainya menggunakan cara yang sama bukan tidak mungkin elektabilitas partai Nasdem akan melibas semua peserta pemilu 2024 nantinya.
Perolehan suara pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 yang menangkan Anies Baswedan - Sandiaga Uno, meraup 57,96 persen suara. Sekaligus menumbangkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) - Djarot Saiful Hidayat yang memperoleh 42,04 persen suara. Jika masyarakat Jakarta yang notabenenya dianggap pemilih rasional masih mampu ditundukkannya, bagaimana mungkin seantero Indonesia yang merupakan pemilih tradisional dan jauh dari pusat informasi politik akan memperoleh hasil yang sebaliknya. Sontak saja Nasdem tergiur untuk mengusung Anis, walau hujatan dan caci maki masyarakat, sekaligus berdampak pada mundurnya beberapa kader partai yang kecewa dibalik kemilau Gerakan Restorasi Indonesianya.
Publik sempat berpikir jika Nasdem hanya akan mengincar kenaikan elektabilitasnya semata dengan memanfaatkan Anis sebagai icon Politik Identitas yang disematkan publik ke arahnya. Akan tetapi, fakta yang diharapkan belum sesuai hasilnya, bahkan cenderung meleset jauh. Manakala dari pemberitaan Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mencatat penurunan elektabilitas Partai Nasdem dari survei sebelumnya. Hal ini terjadi meskipun Nasdem sudah mendeklarasikan tokoh bakal calon presidennya, yaitu Anies Baswedan. Dimana pada November 2022, elektabilitas Nasdem tercatat 4,8 persen. Namun, survei terkini pada Desember 2022, elektabilitas Nasdem menurun menjadi 3,2 persen.
Perkiraan terbentuknya koalisi partai masih bisa diprediksi oleh beberapa kalangan politik yang mengikuti perkembangan situasi belakangan ini, termasuk kemungkinan terbentuknya koalisi partai antara Nasdem yang memiliki 59 kursi, dengan PKS yang memiliki 50 kursi dan Demokrat demokrat 54 kursi, sehingga koalisi ini memiliki 163 kursi. Dimana pada posisi yang berbeda PDI Perjuangan yang memiliki 128 kursi tentu telah memenuhi syarat ambang batas presidential threshold sebanyak 20 persen yang setara dengan 115 kursi DPR-RI. Sedangkan Gerindra 78 kursi berkoalisi dengan PKB yang memiliki 58 kursi sehingga berjumlah 136 kursi. Dan Golkar 85 kursi bergabung dengan PAN 44 kursi dan PPP 19 kursi hingga berjumlah 148 kursi.
Uraian diatas hampir dipastikan akan menjadi kenyataan. Sebab pembentukan 4 koalisi ini sering disebut-sebut berbagai pihak yang secara berdiri sendiri telah memenuhi syarat presidential threshold sebagaimana ditetapkan KPU-RI. Namun wacana kreatifitas politik sebenarnya belum cukup sebatas hal itu, sebab masih terdapat satu kemungkinan gagasan lagi dalam menginisiasi kemenangan bagi terbangunnya kekuatan nasionalisme kebangsaan, yaitu dengan membangun poros penggabungan 3 koalisi partai kedalam satu Cluster, yaitu antara PDI Perjuangan dengan Koalisi KIR ( Kebangkitan Indonesia Raya, yang terdiri dari Gerindra dan PKB ) serta koalisi KIB ( Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri Golkar, PAN dan PPP ).
Jika gagasan ini dimungkinkan, sekalipun Anis berkampanye sejak pagi hingga tengah malam, jika perlu begadang semalam suntuk hingga setahun kedepan. Kemungkinan besar beliau tidak akan memenangkan Pilpres 2024 nantinya. Sebab munculnya harapan terhadap tiga koalisi partai yang tergabung kedalam satu Cluster politik, ditambah lagi dukungan masyarakat yang tidak ingin agar partai-partai nasionalisme dan partai-partai Islam Nusantara itu terpisah-pisah, akan menciptakan kekuatan besar dari bersatunya semua komponen kebangsaan yang nyaris tidak senang dengan penerapan politik identitas yang memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa ini. Hal ini mengutip pepatah yang menginspirasi penulis berbunyi : "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh".
Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar