Senin, 20 Februari 2023

AKANKAH BILA PEJABAT NEGARA MATI MENINGGALKAN BELANG

24/06/2022

AKANKAH BILA PEJABAT NEGARA MATI MENINGGALKAN BELANG
Penulis : Andi Salim

Disadari atau tidak, pada akhirnya kita semua hanya sebatas melintas dari yang sebelumnya tidak ada, akan menjadi pernah ada. Namun apa yang tersisa dan disisakan, tentu disana yang menjadi persoalannya, mengingat isyarat pepatah yang mengatakan jika gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang, maka tentu manusia mati ingin meninggalkan nama baik atau kemanfaatan dirinya bagi orang lain. Sebab disanalah pertanyaan tersebut akan terjawab, apakah lintasan hidup dari kita semua akan mampu meninggalkan sesuatu yang berarti sekalipun hanya sebatas nasehat yang pantas untuk dikenang.

Politik yang sarat akan kekuasaan untuk menjanjikan kekayaan serta berbagai kenikmatan yang bisa diraih, tentu membuat siapapun tertarik atau malah ditarik pada arus korupsi yang telah lama bercokol pada prosedur birokrasi yang memiliki celah untuk dicurangi. Sekalipun terdapat institusi yang melekat seperti inspektorat disetiap sektor kementrian, pantauan penggunaan anggaran dari BPK yang selalu berujung pada istilah WTP disetiap penyelenggara negara, atau KPK yang hingga kini malah ikut menyumbangkan beban negara atas pembiayaan kegiatannya yang defisit bila dibandingkan perolehan pengembalian kerugian negara yang diperolehnya.

Bahkan lebih aneh lagi, jika ada pernyataan dari seorang Bupati yang mengatakan jika dirinya takut dan tidak mau terjerat OTT oleh KPK. Pernyataan ini sontak saja menjadi viral ditengah masyarakat, sebab bagaimana mungkin pernyataan itu terlontar justru dari seorang kepala daerah yang notabenenya berkuasa dalam pengelola anggaran negara, apalagi dalam posisi kepala daerah dimana telah berlakunya sistem otonomi daerah. Lemahnya pemikiran dan terbatasnya pengertian pada nilai-nilai kejujuran dan sikap yang bersih atas prilaku tindakan penggunaan anggaran negara tentu menghiasi berbagai tudingan masyarakat jika yang bersangkutan ingin secara bebas untuk melakukan apa saja yang di inginkannya.

Kelihatan sekali bangsa ini terdegradasi oleh sifat tamak dan upaya mementingkan diri sendiri, dimana suatu ketika mereka pun menarik kelompoknya untuk memasukkan kelompok-kelompoknya demi melegitimasikan kekuatan dari kroni-kroni mereka yang siap pasang badan dan secara bersama-sama pula menepis, menekan, melakukan serangan balik bagi siapa saja yang mencoba menghadang perlakuan mereka terhadap keuangan negara, sehingga jeratan apa saja yang menghambatnya akan disebut sebagai kriminalisasi yang disudutkan pada kelompok agama tertentu pada akhirnya.

Apalagi sikap dan langkah politik jokowi saat ini yang dianggapnya sebagai penghalang dan seolah-olah menjilat pada berlakunya hukum konstitusi, padahal sesungguhnya memang beliau tidak ingin mencuri kesempatan dari posisi jabatan yang diembannya hingga 2024 yang akan datang. Fakta ini tentu mendatangkan kecemburuan bagi kelompok tersebut, sebab bagaimana mungkin posisi puncak tersebut tidak dimanfaatkan sebagai peluang untuk membangun kroni-kroninya serta mengumpulkan pundi-pundi kekayaan yang dibutuhkan pasca selesainya masa jabatannya nanti. Dimana mereka pun menyangsikan, apakah masih ada tersisa kejujuran di republik ini.

Harapan negara untuk berupaya mensejahterakan rakyatnya, bagaikan cita-cita dan impian kosong. Hal itu terus didengungkan agar menghadirkan kefrustasian dikalangan masyarakat luas, apalagi tingkat pelanggaran pidana korupsi yang tidak pernah surut hingga terkurasnya anggaran negara sejak masuknya sesi pandemi covid-19 yang belum juga usai. Tentu saja menimbulkan isu lain, oleh karena hutang negara yang praktis semakin membengkak dari sisa warisan lama yang diestafetkan ke tangan pemerintahan saat ini. Maka tekanan isu negatif pun semakin menyeruak untuk menggapai simpatik masyarakat agar tidak lagi percaya apapun dari pemerintahan sekarang.

Disadari pula bahwa tidak semua pemangku sektor yang sekarang menjadi benar-benar mengamankan apa yang merupakan kewenangannya, sebut saja kementrian perdagangan, dimana kelangkaan minyak goreng yang terjadi dimana-mana hingga berujung pada pelarangan eksport oleh pemerintah atas ketidaktertiban menjaga alokasi kebutuhan lokal dari para eksportir untuk memanfaatkan momentum kenaikan harga CPO dan Minyak Goreng dipasaran internasional. Apalagi belakangan justru terkuak atas kasus ditangkapnya Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang semakin membebani kredibilitas pemerintah jokowi pula.

Sering dari pejabat itu pada awalnya mereka bicara kebangsaan dan nasionalisme. Akan tetapi pasca tertangkap dan terkena sanksi pidana, terkesan ucapan tersebut menjadi janggal dan seolah-olah terkesan sebagai seorang munafik, tidak selarasnya antara ucapan, pikiran serta hati mereka menjadi penghalang tersendiri betapa manusia itu pada akhirnya akan mengalami lintasan hidup yang sama sekali tidak bermakna, sebab mereka mati sekedar meninggalkan belang, bagaikan hewan dari binatang apa yang kita sebut HARIMAU. Kita dapat saja memaklumi kesalahan dari seseorang, sebab manusia adalah tempatnya kesalahan, namun hal itu berbeda dengan rencana kejahatan untuk memperkaya diri sendiri sehingga menghambat kesejahteraan bagi rakyat indonesia yang mayoritas masih miskin.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...