BENARKAH MANUSIA MASIH PANTAS MENYANDANG DIRINYA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Penulis : Andi Salim
Keberadaan manusia tidak bisa lepas atau melepaskan diri dari kehidupan bermasyarakat. Manusia juga memiliki hajat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya sebagai makhluk sosial , seperti kebutuhan spiritual hingga memenuhi berbagai material yang diperlukannya. Demi memenuhi kebutuhan tersebut, maka manusia memerlukan bantuan dari orang lain disekitarnya, oleh karenanya manusia melakukan hubungan secara timbal-balik dengan manusia lain. Dalam ilmu sosiologi, mahkluk sosial adalah sebuah konsep ideologis dimana masyarakat atau struktur sosial dipandang sebagai sebuah komunitas sosial yang didasarkan pada perasaan serta sepenanggungan untuk tujuan yang sama pula.
Jauh dari kehidupan kita saat ini, sekitar 1 juta tahun yang lalu, manusia purba dikenal juga dengan sebutan Homo erectus yang hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain karena kehidupan masyarakatnya masih sangat sederhana dan kemampuannya pun terbatas. Manusia purba tidak punya kemampuan untuk menetap serta mengolah lahan guna menyediakan makanannya secara mandiri. Tempat-tempat yang dituju umumnya lingkungan yang dekat dengan sungai, danau, pantai, atau sumber air lainnya. Mereka membangun kehidupan secara berkelompok yang terdiri dari 10 hingga 15 orang, untuk menghindari dirinya dari gangguan hewan pemangsa lain yang mengancam diri dan keluarganya.
Jika pada masa itu dan setelahnya, manusia mampu bekerjasama untuk membangun peradaban demi mempertahankan diri dari kepunahannya, maka belakangan didapati bahwa persaingan antar manusia pun telah dimulai untuk menampakkan eksistensi diri dan kelompoknya, walau kerjasama tersebut tetap berlangsung, akan tetapi saling menekan dan menyerang terhadap habitat manusia pun bukanlah sesuatu yang tidak kalah penting untuk dicermati. Hal itu terlihat dari dimulainya sistem kerajaan yang menaklukkan wilayah-wilayah lain, demi memperluas pengaruh dan kekuasaan kelompok atau yang lebih besar lagi sebagai suku, bangsa atau pun kerajaannya.
Maka tak heran jika perkembangan peradabannya, manusia mampu mendirikan kerajaan atau bahkan meleburkan dirinya sebagai suatu negara yang terus memacu persaingan hingga saat ini. Sehingga terjadi penaklukan-penaklukan atau penjajahan suatu wilayah, sebagaimana bangsa Indonesia pun mengalaminya pula. Keadaan itu tidak saja menjadi ukuran penaklukan kekuatan ditingkat eksternal, akan tetapi persaingan dan dinamika internal yang terjadi pun menjadi sedemikian hebatnya. Terutama pada bagian pembagian kewenangan / kekuasaan, atau estafet kepemimpinan guna meneruskan tampuk kekuasaan di kerajaan atau negara yang sarat akan pertumpahan darah untuk menyerang satu sama lainnya.
Bahkan dalam sistem demokrasi yang sesungguhnya di inisiatifkan sebagai cara dalam proses pemilihan umum agar menghindari terjadinya benturan untuk menjalankannya secara sportif pun, manusia sekarang pun semakin cenderung tetap menggunakan cara-cara yang sama, dimana pergesekan antar kelompok dan perbedaan partai menjadi rivalitas yang sulit didamaikan. Bahkan nuansa persaingannya pun meluas keberbagai sendi kehidupan bermasyarakat saat ini. Mulai dari persaingan antar suku, agama dan variabel lain pun ditarik guna masuk kedalam bobot yang akan disajikan demi membangun elektabilitas politik yang sempurna kedalam strategi kemenangan yang akan dibangun.
Pandangan politik, agama serta suku atau perbedaan asal usul dan budaya pun menjadi faktor penyulut yang memungkinkan sebuah perpecahan. Dorongan semacam itu pernah terjadi di India, Pakistan, dan Bangladesh. Dimana jika ketiga negara ini bersatu kembali, maka penduduknya akan berjumlah kira-kira 1,68 miliar jiwa dan menjadi negara dengan penduduk terpadat di dunia. Dimana ketiganya pernah bersatu pada masa sebelum abad ke 20 di dalam daftar tanah jajahan Inggris. Perpecahan tidak hanya dialami oleh mereka saja, terdapat banyak lagi negera-negara didunia ini yang terpecah belah oleh faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manusia pada masanya.
Kali ini, ujian itu dihadapkan pada generasi muda kita, apakah itu anak, cucu atau sepupu serta saudara jauh, bahkan tetangga, kerabat seagama atau dapat juga dari latar belakang lain dimana kepentingan dan kebutuhan itu selayaknya tetap bersatu. Ancaman demi ancaman dialami bangsa kita dari sejak sebelum merdeka, pasca kemerdekaannya hingga saat ini. Kemungkinan perpecahan itu masih terbuka lebar, sebab semangat untuk menunjukkan eksistensi pribadi demi mengamankan hajat hidup perseorangan atau kelompok serta menciptakan eksklusifitas masing-masing pun merupakan bagian yang tak terbendungkan.
Apakah hal itu datangnya dari tabiat korupsi untuk mementingkan diri sendiri, atau kita semua melihat sisi kejahatan dan kecurangan yang semakin dirasakan wajar sebagai perangai sehari-hari untuk dianggap biasa dilakukan oleh anak, keluarga, kawan serta kerabat atau oleh bahkan umat manusia pada umumnya. Lalu, disisi sebelah mana kita ingin menilai, bahwa kita semua masih saling perduli dan berharap posisi kemanusiaan kita masih dianggap sebagai makhluk sosial. Namun dibalik itu pada dasarnya kita lebih mendahulukan sikap ego dari kepentingan apapun selain diri kita sendiri.
Apalagi sebagian orang yang terlihat sangat beragama serta miliki latar belakang akademik untuk menampakkan sisi intelektual yang pantas dibanggakan, serta mengetahui aturan hukum, justru sebagai pihak yang dianggap paling berani untuk melakukan perbuatan tersebut. Menjadi sangat ironi ketika secara naluri, manusia yang semestinya saling tolong menolong, setia kawan, toleransi, serta simpati dan ber-empati terhadap sesamanya dalam membentuk keharmonisan, kerukunan, hingga setiap manusia memiliki berakhlaq, norma, etika, dan kesopansantunan yang dianutnya.Apakah dari sini kita masih pantas mengatakan jika manusia itu tetap layak menyandang statusnya sebagai mahkluk sosial.
ini blog khusus untuk tulisan-tulisan dari Bapak Andi Salim, seorang tokoh toleransi di wilayah Gunung Sindur Rawa Kalong Bogor, sangat bagus untuk bacaan-bacaan opini dari beliau
Senin, 20 Februari 2023
BENARKAH MANUSIA MASIH PANTAS MENYANDANG DIRINYA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
30/04/2022
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...
-
15/10/2022 BENTURAN KEPENTINGAN MENCIPTAKAN PERBEDAAN Penulis : Andi Salim Siapa yang tidak ingin sama dalam segala hal, terutama bagi pasa...
-
13/08/2022 INDONESIA DITENGAH PUSARAN KRISIS GLOBAL YANG MENGHANTUI DUNIA Penulis : Andi Salim Jika ingin menguasai suatu negara, cara yang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar