Minggu, 19 Februari 2023

BUMN KITA YANG SELALU BERSANDAR PADA KEBIJAKAN PEMERINTAH SEUTUHNYA

4/06/2022

BUMN KITA YANG SELALU BERSANDAR PADA KEBIJAKAN PEMERINTAH SEUTUHNYA
Penulis : Andi Salim

Banyak diantara kita yang sering terkalahkan oleh arus yang deras, sehingga pertahanan diri serta kekuatan untuk bertahan malah menjadi porak poranda oleh seretan arus yang demikian kencangnya. Hal itu terbukti ketika krisis moneter tahun 1998 lalu, dimana banyak pengusaha dan aktifitas ekonomi yang seakan lumpuh bahkan banyak pula perbankan dan perusahaan lokal yang biasa disusui oleh kenyamanan proteksi dari pemerintah hingga tak berdaya dan memohon agar memperoleh peluang untuk di bailout agar bertahan sekaligus keluar dari situasi force majeure dimasa itu. mereka pun mendapatkan injeksi bantuan keuangan dari eksternal yang biasanya dari sumber pemerintah.

Para pengelola perusahaan atau perbankan itu sebenarnya memang tidak tangkas dan cerdik dalam merespon segala hal, sebab ditunjuknya mereka hanya dari sisi previlage baik prestasi yang sengaja dipublisitas agar terkesan pantas atau deretan ijazah atas kelulusannya yang dianggap pantas sebagai pakar. Namun prestasi bukanlah sebuah framing, secara lambat laun hal itu terungkap bahwa kepiawaian dalam hal mengeksekusi suatu persoalan adalah bagian dari rangkaian kecermatan dan kecerdasan dalam mengentaskan persoalan, apakah terkait dengan persoalan internal atau masalah eksternal yang harus diselesaikan.

Ibarat sebuah gedung, baik perkantoran atau pun Mall, tentu menyediakan pintu darurat sebagai solusi apabila terjadi kebakaran, namun memang tidak dijelaskan keadaan seperti apa pintu darurat itu layak digunakan, akan tetapi kita akan merasakan keanehan manakala timbul api di tempat sampah dimana seisi gedung berlarian ingin menyelamatkan dirinya, bukankah pada setaip lantai terdapat APAR atau Alat Pemadam Api Ringan yang disiapkan untuk keperluan tersebut.
Sehingga jika pengendalian dan pengelolaan perusahaan baik BUMN atau pun swasta semestinya tidak lantas mengandalkan bailout dari pemerintah agar penyelamatan perusahaan itu hanya bersandarkan pada kebijakan semacam ini.

Terdapat banyak para penemu didunia ini yang justru datang dari mereka yang tidak mengecap dunia pendidikan secara formal, temuan mereka pun hingga diakui dunia sebagai yang terhebat, bahkan penemu sekolah sekalipun bukanlah orang yang mengecap pendidikan yang tinggi layaknya lulusan universitas internasional. Dilansir dari Wonderopolis, bahwa sekolah bukanlah penemuan baru melainkan sudah muncul sejak ribuan tahun lalu. Faktanya, pendidikan sudah ada sejak awal peradaban manusia. Bahkan sekolah ada sejak awal peradaban manusia untuk bertahan hidup. Setiap generasi merasa perlu meneruskan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan tradisi yang telah terkumpul kepada generasi selanjutnya.

Pada masa ini bobot seseorang hanya diukur berdasarkan syarat kertas dari mana diperolehnya ijazah yang menjadi landasan berfikir bahwa semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka semakin tinggi pula apresiasi terhadap dirinya yang telah menuntaskan deretan jenjang yang dilaluinya. Padahal semestinya tidak demikian, fakta sering membuktikan bahwa mereka yang bersekolah tinggi akan rentan terhadap benturan persoalan yang dialaminya, sehingga selalu mencari sandaran untuk mengungkapkan alasan terhadap situasi yang tak dapat dituntaskannya. Termasuk pada pengelolaan BUMN kita yang dikerjakan secara formal dari sederet rangkaian taktik dan strategy dalam pengembangan perusahaan tersebut.

Jika bukan karena proteksi kebijakan pemerintah yang melindungi perusahaan BUMN kita, seperti PLN, Pertamina, Krakatau Steel, Garuda, dan perusahaan lainnya, tentu kita akan menyaksikan bahwa perusahaan tersebut rentan akan kebangkrutan dan gulung tikar layaknya perusahaan yang cengeng dan tidak mampu bersaing ditengah arus globalisasi saat ini. Sehingga solusi yang sering terjadi adalah pola-pola usang yang meningkatkan kekuatan modal yang besar dari sistem akuisisi, privatisasi, merger dan lain sebagainya sehingga jika digabungkan akan menjadi perusahaan terbesar didunia. Pola semacam ini sebenarnya memanjakan dan melemahkan daya juang serta daya saing bagi para pengelolanya dalam konteks global yang tak terhindarkan.

Jika net income tahun 2020 lalu, pada semester I yang mencapai Rp 6 triliun, kumulatif satu tahun menjadi Rp 13 triliun, maka tahun 2021 di semester I ini akan mencapai Rp 26 triliun. Hal itu disebabkan transformasi dan penerapan efisiensi. Kinerja itu, menurut Erick thohir, terlihat dari melejitnya laba bersih seluruh perseroan milik negara hingga 356 persen (yoy) pada semester I 2021. Kita pun melihat gebrakannya atas Merger Pelindo secara resmi telah terlaksana, dengan ditandatanganinya Akta Penggabungan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai Layanan Jasa Pelabuhan, yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV, melebur kedalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II yang menjadi surviving entity.

Apakah itu memukau, tentu tidak. Sebab pola yang sama sebagaimana solusi sebelumnya pun sering dilakukan. Apalagi penegasan naiknya laba usaha itu didasari pada pola efisiensi dan transformasi semata, artinya BUMN kita tidak on the track pada peningkatan pendapatan dari sumbernya untuk meningkatkan penjualan atau pendapatan usaha yang menjadi core businessnya. Jika masyarakat belum memahami hal itu kita pun maklum sebab sejak dahulu transparansi perusahaan belum terbuka sepenuhnya, sehingga keadaan baik siklus keuangan dan posisi hutang serta ekspansi yang dikembangkan sulit dilihat oleh masyarakat umum sebagai pengawas dan pemantau yang sesungguhnya. Rendahnya kepesertaan pemantauan masyarakat menjadikan BUMN kita cengeng dan lemah.

Jika para direksi itu lebih terlihat mentereng dengan kelulusan luar negrinya sehingga dianggap pantas mengelola perusahaan dengan aset yang bernilai trilyunan, ditambah lagi beban politik dari hadirnya para komisaris yang ditunjuk oleh pemerintah, maka jangan berharap BUMN kita akan bersaing tanpa proteksi kebijakan yang melindunginya, sebagaimana layaknya perusahaan swasta yang menjadi petarung ditengah era blobalisasi saat ini. Kita harus mencermati bahwa diluaran sana terdapat pembelajaran yang berarti dari mereka mampu mengais keuntungan bahkan ditengah situasi krisis tahun 1998 lalu, bahkan untuk saat ini pun masih terjadi contoh dimana jokowi pun mengajarkan bahwa bagaimana menundukkan masalah dari solusi yang diperlukan bagi bangsa dan negara ini.

Sejak awal pandemi, pemerintah telah menggunakan APBN sebagai perangkat kontra-siklus atau countercyclical, yang dibutuhkan untuk mengatur keseimbangan guna mengendalikan serta menekan penyebaran Covid-19, tujuannya tentu untuk melindungi masyarakat yang rentan, dan sekaligus mendorong kelangsungan pada dunia usaha yang mengalami imbasnya. Strategi ini pun membuahkan hasil. Pertumbuhan ekonomi yang tertahan di awal pandemi pelan-pelan mulai bergerak. Di kuartal kedua 2021, kita mampu tumbuh 7,07 persen dengan tingkat inflasi yang terkendali di angka 1,52 persen (YoY).

Tulisan ini tidak bermaksud menyiram air panas kepada siapapun, apalagi menyinggung perasaan dari pihak manapun, sebab penulis hanya mwnghantarkan pola berfikir dan tidak ingin larut pada euforia keberhasilan semu yang selalu disajikan oleh mereka yang berkepentingan untuk dinilai baik dan berhasil, sebaiknya kita semua intropeksi diri, untuk apa dan sejauh mana tingkat keberhasilan yang akan kita sumbangkan, jangan sampai ada ucapan sebagaimana yang disampaikan oleh saudara Adrian Napitupulu yang menyebutkan bahwa betapa ironisnya perusahaan BUMN terus merugi namun para direksinya malah semakin kaya raya yang seakan tidak perduli pada keadaan semacam ini.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...