Rabu, 22 Februari 2023

GAGALNYA SEKTOR PANGAN TENTU MENJADI RAPOT MERAH PRESIDEN JOKOWI PADA AKHIRNYA


4/03/2022

GAGALNYA SEKTOR PANGAN TENTU MENJADI RAPOT MERAH PRESIDEN JOKOWI PADA AKHIRNYA
Penulis : Andi Salim

Hingga saat ini sudah 2 tahun persis pandemi ini mewabah dinegri kita yang diketahui sejak pada tanggal 2 Maret 2020, dimana Presiden Joko Widodo yang menyebutkan terdapat 2 warga negara Indonesia yang positif terjangkit virus corona. Maka segala perencanaan pun disesuaikan dengan kondisi pandemi saat itu, termasuk penyesuaian budget anggaran yang lebih difokuskan pada penanggulangan dalam mengatasi masalah yang membahayakan nyawa masyarakat indonesia saat itu. Disamping itu, belum ada study kasus yang memastikan bagaimana masalah ini dapat teratasi pula tentunya.

Akibatnya, segala aktifitas ekonomi seakan terhenti untuk menghambat lajunya penularan, sehingga Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan bahwa mewabahnya pandemi virus corona ini merusak ekonomi dunia yang bahkan lebih buruk dari angka perkiraan yang dikeluarkan mereka sebelumnya. Dimana sejumlah negara Eropa Barat, termasuk Inggris dan Prancis, diperkirakan akan mengalami penyusutan hingga lebih dari 10%, sebagaimana yang dilaporkan oleh wartawan BBC urusan ekonomi, Andrew Walker. Termasuk IMF pun ikut memprediksi bahwa output ekonomi dunia akan menyusut hampir 5% pada april 2020 lalu.

Dalam satu tahun saja indonesia disebutkan telah mampu keluar dari resesi ekonomi dimana dengan resilience ( kemampuan untuk pulih ) pada sektor keuangan, dunia usaha, dan instrumen kebijakan pemerintah, maka dalam waktu 1,5 tahun kita telah kembali ke precovid GDP (PDB) level," ujar Sri Mulyani dalam Working Lunch: Outlook Ekonomi Indonesia 2022, Rabu (15/12/21). Hal itu tentu saja membedakan dari keluarnya indonesia dari krisis yang terjadi sewaktu tahun 1998 lalu. Sebab tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia telah berhasil ditekan menjadi 6,5% setelah sebelumnya mengalami lonjakan hingga ke tingkat 7,1%.

Pada sesi pemberitaan pada sisi laporan dari pemerintah memang demikian adanya, Walau pada kenyataannya, Indonesia masih terus memperpanjang masa PPKM yang acapkali diterapkan diberbagai daerah, hal itu tentu menjadi hambatan bagi aktifitas masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi yang sama pentingnya dalam keberlangsungan hidup mereka untuk dipertahankan. Unsur penyelamatan masyarakat terhadap tekanan keselamatan jiwa semestinya tidak diartikan hanya pada sisi kesehatan semata, sebab kelaparan dan depresi yang menghuni pikirannya pun menjadi ancaman keselamatan jiwa yang sama pula.

Ketidakadilan yang terjadi pun semakin terlihat, betapa pemberlakuan PPKM dirasakan hanya menekan pihak swasta yang justru berdampak pada perolehan hasil pendapatan dari pembatasan aktifitasnya termasuk kebijakan Work From Home yang secara bergantian diberlakukan oleh pihak swasta pun berdampak pada pengurangan pendapatan dari para pekerja yang tidak lagi sepenuhnya diterima mereka. Namun tidak demikian bagi para pekerja ASN atau instansi pemerintah dan BUMN, dimana gaji atau fasilitas tunjangan dan lain sebagainya yang tidak terusik sama sekali dari pemotongan penghasilan mereka sejak pemberlakuan PPKM yang telah hampir 2 tahun lamanya disikapi sebagai cara pemutus penyebaran pandemi ini.

Turunnya pendapatan para pekerja sektor swasta, tidak hanya dialami oleh mereka yang berasal dari pekerja formal, namun juga berdampak pada sektor informal, seperti petani, pedagang, buruh harian dan industri kecil yang saat ini rentan pada siklus kebijakan ekonomi yang tidak menyentuh mereka, sebab kalkulasi atas pemberian dana sosial bagi perlindungan mereka yang terdampak resesi ekonomi ini hanya sebatas tetesan air dalam panasnya padang pasir yang begitu terik, apalagi lagi penyimpangan dana sosial itu yang diberlakukan malah tersandung kasus korupsi pada awal-awal kebijakan ini diterapkan. Sehingga menjerat menterinya untuk menjalani masa tahanannya.

Harus diakui, bahwa masyarakatlah yang mengangkat jokowi untuk ditempatkan sebagai Presiden bahkan menjalani periode keduanya hingga saat ini, namun kecermatan dan kecepatannya dalam memberhentikan menteri yang tidak bekerja secara taktis dan strategis bukanlah hal yang sulit dibalik tekanan yang menghujam pada kondisi masyarakat yang secara palsu disebutkan aman-aman saja. Bahkan masyarakat lebih mencurigai mereka sebagai pihak yang bermain pada aspek pembiaran dan menjadi pihak yang kurang responsif terhadap keadaan dari merebak kelangkaan dan naiknya beberapa komoditi saat ini.

Sebut saja kelangkaan yang terjadi pada minyak goreng yang sudah lama belum dituntaskan, termasuk pada kenaikan daging sapi, cabai, kacang kedelai dan barang-barang lainnya yang mana sesungguhnya barang-barang tersebut sangat melekat pada kebutuhan masyarakat sejak dahulu kala. Selain itu, kondisi ini tentu mengakibatkan runtuhnya daya beli masyarakat atau PDB secara real, sebab pemberitaan yang sering dijadikan landasan perhitungan pemerintah yang selalu dikaitkan pada eksport nasional, dimana dalam setiap kalkulasinya, tidak seorang pun pekerja swasta atau buruh, petani, nelayan dan pekerja harian yang melakukan eksport demi melegitimasi pada kalkulasi kebijakan tersebut, sehingga hal itu dirasakan semu.

Jika kita mencermati rangkaian kebijakan sektor perbankan yang selalu melihat sisi hilir bagi berlakunya syarat pemberian kredit yang diperuntukkan pada pelaku usaha, dimana bidang-bidang yang diberikan masih terbatas pada objektifitas pengamanan pada kepastian pengembalian kredit, sehingga sektor informal sering dikalahkan oleh sektor formal yang mampu memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan perbankan, maka tidak heran jika permainan harga pada sektor hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan selalu dikalahkan oleh mekanisme pasar bebas.

Hal itu tentu merupakan dampak dari sisi tekanan jual beli yang mereka alami yang tidak pernah tersentuh oleh pemerintah, artinya ketika musim panen maka pihak pedagang besar / tengkulak akan menekan harga semurah mungkin dimana para petani atau nelayan pun menjualnya sebagai akibat kesulitan keuangan yang dirasakannya. Sisi hilir inilah yang sejak dahulu tidak pernah mendapat perlindungan dari kebijakan pemerintah dari semua rezim yang menduduki bercokol hingga masa jokowi sekalipun.

Kita belum melihat bahwa sektor hulu memiliki kedaulatan atas menentukan harga, bahkan mereka terus tertekan ketika pasca panen itu tiba, hal ini terlihat dari miskinnya kreatifitas mentri dan seluruh jajarannya, sehingga selalu memahami bahwa perluasan lahan adalah kunci segalanya. Padahal masih banyak masalah yang dihadapi dan menjadi titik pemikiran seperti bahwa minat terhadap bisnis hasil komudity pertanian dan perkebunan termasuk perikanan dan peternakan adalah bisnis yang sangat menguntungkan.

Sehingga mereka yang memiliki modal besar selalu memainkan peran agar menjangkau harga termurah yang langsung berhadapan dengan para penghasil pangan kita tersebut, akan tetapi tanpa campur tangan kebijakan pemerintah tentu saja pelaku penghasil pangan ini keok, sehingga miskin selamanya, dibalik para broker dan pemain modal besar itu yang justru memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karenanya mereka harus dibangun agar memiliki kedaulatan dalam menentukan harganya dengan cara memberikan akses perbankan seluas-luasnya tanpa kecuali.

Oleh karenanya, jika pemerintah masih memiliki keberpihakan terhadap rakyatnya, sebaiknya segera merubah strategy serta memberhentikan menterinya yang nyata-nyata telah gagal, walau mereka acapkali menginformasikan bahwa masyarakat saat ini pada kondisi aman-aman saja. Paling tidak sikap dari Toleransi Indonesia memandang persoalan ini sebagai sempitnya pemahaman pemerintah pada sektor informal termasuk industri pertanian dan perikanan atau sektor-sektor lain yang mengikat ketahanan pangan masyarakat indonesia.

Jokowi bukanlah superman yang dapat melakukan segalanya, akan tetapi membiarkan pejabatnya yang lemah dan kurang responsif serta lambat dalam mengatasi segala persoalan yang timbul sebagai kesengsaraan masyarakat kecil, tentu menjadi kelalaiannya untuk segera diperbaiki sekaligus menyadari bahwa ketimpangan ekonomi pun harus dirasakan belum menemukan titik penyelesaian walau serangkaian kebijakan UKM telah dilakukannya, termasuk gagasan smart farming yang belum menampakkan hasil. Demikian tulisan ini kami sampaikan semoga menjadi perhatian bagi kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...