5/03/2022
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR WILAYAH TIDAK DISIKAPI SEBAGAI ANTISIPASI BAGI KEDAULATAN PANGAN NASIONAL
Penulis : Andi Salim
Sejak masa pemerintahanan jokowi sudah tak terhitung berapa banyak proyek infrastruktur yang terbangun, dari tahun 2015 sampai 2018, pemerintah telah membangun 55 bendungan dan hingga tahun 2018, pemerintah pun membangun jaringan irigasi seluas 865.389 Hektar (Ha) dan tahun 2019 masih membangun jaringan irigasi seluas 139.410 Ha lagi, ditambah ketersediaan embung yang terbangun sejak tahun 2015, pemerintah pun telah membangun embung sebanyak 942 buah, dan tahun 2019 lalu, pemerintah telah membangun 120 embung lagi.
Selain itu, pemerintah yang sejak tahun 2015 telah membangun 4.119 km, serta membangun jalan tol lebih dari 1.852 km. Termasuk membangun jembatan sepanjang 51.092 meter hingga tahun 2019 lalu. Belum lagi total jembatan gantung yang terbangun mencapai 330 unit yang telah diselesaikannya sejak tahun 2019. Hal itu masih terus berlanjut dari anggaran pembangunan infrastruktur tahun 2020 senilai 281,1 Trilyun dan 417,8 Trilyun untuk tahun 2021 lalu. tentu saja segalanya itu demi mendukung upaya distribusi hasil pangan nasional dan arus transportasi antar wilayah khususnya dari daerah menuju ke perkotaan atau sebaliknya.
Selanjutnya, jokowi menambahkan program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL), yang sejak tahun 2017 Presiden Jokowi telah memerintahkan BPN untuk mengeluarkan lima juta sertifikat dan terus pula berlanjut hingga saat ini. Dimana program ini berupa penyerahan sertifikat tanah secara gratis kepada masyarakat, termasuk mempermudah pengurusan bagi kepemilikan tanah masyarakat yang belum bersertifikat agar mempermudah petani dan masyarakat tersebut dalam memperoleh akses pembiayaan lahan bagi para petani serta masyarakat yang membutuhkan modal dari sektor perbankan nasional guna menggerakkan usaha mikro, kecil dan menengah.
Melalui perannya, Presiden Jokowi selaku Ketua Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) memprioritaskan kelompok penerima manfaat usaha mikro kecil (UMK), petani, nelayan, dan masyarakat berpenghasilan rendah sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) No. 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Sehingga pada tahun 2020, indeks inklusi keuangan di Indonesia telah mencapai 81,4%, dimana angka tersebut lebih tinggi dari pencapaian tahun 2019 yang hanya berkisar 76,19%. Hal ini tentunya sejalan dengan berbagai upaya yang telah dilakukan DNKI dalam pencapaian target inklusi keuangan sebesar 90% hingga pada tahun 2024 mendatang.
Semestinya upaya tersebut telah mendatangkan hasil, dimana segalanya menjadi tersedia yang disesuaikan melalui program-program yang dicanangkan oleh pemangku sektor khususnya pada sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan nasional, atau paling tidak kita telah menuju pada pencapaian swasembada pangan nasional demi mengamankan lumbung ketersediaan bagi kebutuhan konsumsi masyarakat pada umumnya. Sebab upaya eksport boleh jadi sebagai strategy jangka panjang yang lebih membutuhkan persiapan dan kesiapan para pelaku dibidang tersebut khususnya memperoleh pembiayaan yang lebih bagi potensi surplus dari hasil yang dikerjakannya.
Walau disadari bahwa perluasan lahan bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Alasan terhadap perluasan lahan pertanian yang saat ini sulit dilakukan sebagai akibat terbatasnya jumlah lahan yang masih memungkinkan untuk dipakai bagi kegiatan pertanian pun dikemukakan dari malasnya para pemangku sektor tersebut untuk menjangkau wilayah-wilayah yang jauh dari ibu kota saat ini. Apalagi naiknya jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, serta bergesernya pekerja informal yang tidak secara optimal diperhatikan oleh pemerintah pula.
Seharusnya pemerintah fokus pada upaya mengembalikan generasi muda kita agar tetap tertarik sebagai pelaku sektor-sektor pangan nasional. Disamping itu, pemerintah pun harus terus mendorong peningkatan efisiensi lahan yang sudah ada, agar terjadi peningkatan kapasitas petani dan revitalisasi alat pertanian demi volume hasil yang dapat terus ditingkatkan. Jika tidak, maka jangan heran bila saat ini terjadi kenaikan harga serta kelangkaan atas barang-barang kebutuhan masyarakat yang menjadi sulit terkendali, sehingga kebijakan subsidi tentu merupakan langkah yang semakin sering tampak untuk diambil pemerintah sebagai akibat dari tidak cermatnya para pemangku sektor itu dalam upaya penyelesaiannya.
Hal ini sekaligus mengkonfirmasi masyarakat bahwa garis pemikiran jokowi ternyata belum sepenuhnya diadopsi oleh para mentri yang duduk didalam kabinetnya tersebut dalam mengambil langkah dan tindakan yang semestinya dilakukan bagi penuntasan persoalan ini. Atau dapat saja masyarakat menduga bahwa para menteri tersebut tidak cakap dan kompeten dalam menggerakkan SDM mereka dari upayabsektornya agar bergerak secara kolektif pada penyeragaman tujuan dan misi yang diembannya. Sehingga program yang dicanangkan sering menjadi tumpul dan hanya menyelesaikan hal-hal sepele disamping budget anggaran yang dikelolanya sedemikian besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar