SELF INTEGRITY ADALAH KEKUATAN DIRI UNTUK MENOLAK PRILAKU KORUPSI
Penulis : Andi Salim
Kemampuan untuk memegang prinsip hidup dikenal dengan sebutan Self-Integrity, yaitu integritas diri terhadap penguasaan masalah dalam memenuhi kebutuhan yang sesuai prinsip hidupnya, sehingga dikaitkan antara penghargaan dan nilai diri. Hal itu pun berhubungan dengan kepribadian dan cara individu memandang dirinya sendiri yang memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya. Makna Integritas diri adalah selarasnya hati dengan ucapan dan tindakan. Apabila selarasnya hati dengan ucapan saja biasanya disebut jujur. Sedangkan selarasnya ucapan dan tindakan biasanya disebut komitmen. Dan integritas adalah gabungan antara kejujuran dan komitmen.
Self inegtrity adalah bentuk pertahanan seseorang sebagai reaksi dari gangguan, termasuk godaan dalam mempertahankan prinsip sekaligus melakukan pembelaan terhadap jabatan, Dimana didalamnya mengandung amanah baik berupa harta atau kekayaan termasuk kekayaan intelektual yang terkandung didalam jabatan tersebut. Sehingga dibutuhkan kemampuan untuk melawan intervensi atau pun godaan serta rayuan pihak lain yang dapat mempengaruhi atau membahayakan serta menjerumuskan seseorang baik yang dapat merugikan lembaga atau pun institusinya.
Kemampuan diri untuk menolak datangnya godaan itu bukanlah hal yang mudah diperoleh oleh setiap orang. Seperti pergaulan dimasa remaja, kita dapat saja berbagi dengan kawan bahkan menyerahkan setengah dari jumlah uang yang terdapat didalam dompet kita saat itu. Namun tidak demikian jika kita telah dewasa dan berumah tangga, walau kawan tersebut datang kembali pada kondisi saat ini, kita tidak akan menyerahkan setengah dari seluruh jumlah uang yang kita miliki sebagai bentuk solidaritas seorang kawan lama sekalipun. Oleh karena status kita sebagai kepala keluarga yang harus menjaga hak-hak keluarga pula.
Apalagi kata waspada sering dikaitkan dengan sesuatu yang membahayakan terhadap diri seseorang baik keselamatan jiwa atau pun unsur yang merugikannya, akan tetapi amat telah banyak orang yang berhati-hati atau mewaspadai datangnya bahaya semacam ini. Berbeda ketika godaan atau bujug rayu itu datang dalam bentuk pemberian uang, fasilitas yang disediakan, atau barang berharga / mewah, serta bentuk kesenangan lain yang ditawarkan sebagai cara bagi pihak-pihak yang bersiasat untuk menawarkan gratifikasi.
Namun oleh karena datangnya dalam bentuk kesenangan yang menguntungkan secara pribadi, sehingga menjadikan pihak penerimanya tidak melakukan antisipasi secara tepat, walau dibalik itu terdapat ancaman yang tidak kalah membahayakan, bukan saja bagi diri sendiri, akan tetapi bagi keluarga terutama anak dan istri atau suaminya pula. Hal itu terjadi sebagai akibat dari lemahnya kemampuan dari seseorang dalam membangun self integrity agar memiliki prinsip hidup yang bersih, aman dan mampu mengendalikan dirinya dari ancaman apapun.
Seberapa tinggi seseorang menilai harga dirinya, maka akan semakin tinggi pula ukuran yang ditetapkannya. Seseorang yang terbiasa menolak gratifikasi dalam bentuk jutaan rupiah, namun akan berbeda jika yang ditawarkan berupa puluhan bahkan ratusan juta rupiah, apalagi hingga milyaran jumlah yang ditawarkan. Ada sebagian orang yang meletakkan harga dirinya setinggi langit sehingga tidak seorang pun yang mampu menawarkan gratifikasi kepadanya, oleh karena gratifikasi yang dikeluarkan pihak penggodanya, tidak memperoleh keuntungan yang sebanding dengan hasil yang didapatnya.
Semua pemangku jabatan itu memiliki faktor keimanan dari keyakinan atau agama yang dianutnya, melalui fakta itu negara mengangkat sumpah jabatan agar integritas, profesionalitas serta kapabilitasnya dikaitkan dengan pengabdian dan menjunjung tinggi dari pembacaan sumpah jabatan tersebut. Namun pada kenyataannya, masih saja ada pihak yang mengabaikan sumpah jabatan itu yang seolah-olah tidak terikat sama sekali pada sakralisasi dari kitab suci yang menjadi persaksian sumpah pada jabatan yang diembannya.
Sumpah jabatan itu semestinya sudah menjadi bagian integral dari sebuah jabatan. Kehadirannya pun merupakan hal yang sakral karena di dalamnya mengandung unsur religiositas dan hukum formil. Sifat pertanggung jawabannya amat berat, baik di sisi ketuhanan maupun di hadapan hukum. Namun jika seseorang tidak memiliki self integrity yang kuat, maka mustahil seseorang akan mampu menghalau segala tawaran kesenangan dan kemewahan yang sejak kecil menjadi target untuk diperolehnya sebagaimana yang diungkapkan diatas.
Kesimpulannya, modal seseorang untuk memiliki pertahanan diri yang berpijak pada self integrity adalah hal yang mutlak, sebab tidak mungkin ujug-ujug kita berharap agar orang tersebut mentaati sumpah jabatannya yang hanya bermodalkan keimanan semata tanpa pernah terbiasa untuk menolak godaan atau pemberian orang lain dari hal yang terkecil hingga yang terbesar, apakah dalam bentuk uang yang banyak atau cewek yang cantik jelita sebagai gratifikasi yang ditawarkan. Sehingga hal itu malah dianggap peluang untuk didapatkan, oleh karena belum pernah ditemui sebelumnya. Sebaliknya, ada sebagian orang dengan mudahnya tergelincir untuk menerima bentuk gratifikasi tersebut, karena memang didambakannya sejak keci
Penulis : Andi Salim
Kemampuan untuk memegang prinsip hidup dikenal dengan sebutan Self-Integrity, yaitu integritas diri terhadap penguasaan masalah dalam memenuhi kebutuhan yang sesuai prinsip hidupnya, sehingga dikaitkan antara penghargaan dan nilai diri. Hal itu pun berhubungan dengan kepribadian dan cara individu memandang dirinya sendiri yang memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya. Makna Integritas diri adalah selarasnya hati dengan ucapan dan tindakan. Apabila selarasnya hati dengan ucapan saja biasanya disebut jujur. Sedangkan selarasnya ucapan dan tindakan biasanya disebut komitmen. Dan integritas adalah gabungan antara kejujuran dan komitmen.
Self inegtrity adalah bentuk pertahanan seseorang sebagai reaksi dari gangguan, termasuk godaan dalam mempertahankan prinsip sekaligus melakukan pembelaan terhadap jabatan, Dimana didalamnya mengandung amanah baik berupa harta atau kekayaan termasuk kekayaan intelektual yang terkandung didalam jabatan tersebut. Sehingga dibutuhkan kemampuan untuk melawan intervensi atau pun godaan serta rayuan pihak lain yang dapat mempengaruhi atau membahayakan serta menjerumuskan seseorang baik yang dapat merugikan lembaga atau pun institusinya.
Kemampuan diri untuk menolak datangnya godaan itu bukanlah hal yang mudah diperoleh oleh setiap orang. Seperti pergaulan dimasa remaja, kita dapat saja berbagi dengan kawan bahkan menyerahkan setengah dari jumlah uang yang terdapat didalam dompet kita saat itu. Namun tidak demikian jika kita telah dewasa dan berumah tangga, walau kawan tersebut datang kembali pada kondisi saat ini, kita tidak akan menyerahkan setengah dari seluruh jumlah uang yang kita miliki sebagai bentuk solidaritas seorang kawan lama sekalipun. Oleh karena status kita sebagai kepala keluarga yang harus menjaga hak-hak keluarga pula.
Apalagi kata waspada sering dikaitkan dengan sesuatu yang membahayakan terhadap diri seseorang baik keselamatan jiwa atau pun unsur yang merugikannya, akan tetapi amat telah banyak orang yang berhati-hati atau mewaspadai datangnya bahaya semacam ini. Berbeda ketika godaan atau bujug rayu itu datang dalam bentuk pemberian uang, fasilitas yang disediakan, atau barang berharga / mewah, serta bentuk kesenangan lain yang ditawarkan sebagai cara bagi pihak-pihak yang bersiasat untuk menawarkan gratifikasi.
Namun oleh karena datangnya dalam bentuk kesenangan yang menguntungkan secara pribadi, sehingga menjadikan pihak penerimanya tidak melakukan antisipasi secara tepat, walau dibalik itu terdapat ancaman yang tidak kalah membahayakan, bukan saja bagi diri sendiri, akan tetapi bagi keluarga terutama anak dan istri atau suaminya pula. Hal itu terjadi sebagai akibat dari lemahnya kemampuan dari seseorang dalam membangun self integrity agar memiliki prinsip hidup yang bersih, aman dan mampu mengendalikan dirinya dari ancaman apapun.
Seberapa tinggi seseorang menilai harga dirinya, maka akan semakin tinggi pula ukuran yang ditetapkannya. Seseorang yang terbiasa menolak gratifikasi dalam bentuk jutaan rupiah, namun akan berbeda jika yang ditawarkan berupa puluhan bahkan ratusan juta rupiah, apalagi hingga milyaran jumlah yang ditawarkan. Ada sebagian orang yang meletakkan harga dirinya setinggi langit sehingga tidak seorang pun yang mampu menawarkan gratifikasi kepadanya, oleh karena gratifikasi yang dikeluarkan pihak penggodanya, tidak memperoleh keuntungan yang sebanding dengan hasil yang didapatnya.
Semua pemangku jabatan itu memiliki faktor keimanan dari keyakinan atau agama yang dianutnya, melalui fakta itu negara mengangkat sumpah jabatan agar integritas, profesionalitas serta kapabilitasnya dikaitkan dengan pengabdian dan menjunjung tinggi dari pembacaan sumpah jabatan tersebut. Namun pada kenyataannya, masih saja ada pihak yang mengabaikan sumpah jabatan itu yang seolah-olah tidak terikat sama sekali pada sakralisasi dari kitab suci yang menjadi persaksian sumpah pada jabatan yang diembannya.
Sumpah jabatan itu semestinya sudah menjadi bagian integral dari sebuah jabatan. Kehadirannya pun merupakan hal yang sakral karena di dalamnya mengandung unsur religiositas dan hukum formil. Sifat pertanggung jawabannya amat berat, baik di sisi ketuhanan maupun di hadapan hukum. Namun jika seseorang tidak memiliki self integrity yang kuat, maka mustahil seseorang akan mampu menghalau segala tawaran kesenangan dan kemewahan yang sejak kecil menjadi target untuk diperolehnya sebagaimana yang diungkapkan diatas.
Kesimpulannya, modal seseorang untuk memiliki pertahanan diri yang berpijak pada self integrity adalah hal yang mutlak, sebab tidak mungkin ujug-ujug kita berharap agar orang tersebut mentaati sumpah jabatannya yang hanya bermodalkan keimanan semata tanpa pernah terbiasa untuk menolak godaan atau pemberian orang lain dari hal yang terkecil hingga yang terbesar, apakah dalam bentuk uang yang banyak atau cewek yang cantik jelita sebagai gratifikasi yang ditawarkan. Sehingga hal itu malah dianggap peluang untuk didapatkan, oleh karena belum pernah ditemui sebelumnya. Sebaliknya, ada sebagian orang dengan mudahnya tergelincir untuk menerima bentuk gratifikasi tersebut, karena memang didambakannya sejak keci
Tidak ada komentar:
Posting Komentar