Senin, 20 Februari 2023

MEMBANGUN ORGASME KEMAKAMURAN DIBALIK HINAAN DAN CUCURAN AIR MATA

13/05/2022

MEMBANGUN ORGASME KEMAKAMURAN DIBALIK HINAAN DAN CUCURAN AIR MATA
Penulis : Andi Salim

Tonggak berdirinya NKRI yang telah melalui perjuangan bangsa dalam meraih kemerdekaan dari sejumlah peristiwa penting hingga menyuarakan proklamasinya telah tertanam di sanubari rakyat Indonesia. Selanjutnya pada rezim orde baru kita pun mengecap dimulainya face pembangunan yang begitu lamban hingga menuju jurang kebangkrutan pada tahun 1998 silam. Demikian pula penghormatan kita terhadap 3 presiden pada era reformasi yang berjuang untuk mengatasi kesulitan dibalik tekanan dan restrukturisasi hutang yang membengkak, hingga setiap leher pun tercekik sekaligus menahan lapar dari setiap perut bangsa ini.

Hadirnya presiden SBY dari pemilihan langsung sejak tahun 2004 hingga tahun 2014 yang berhasil meyakinkan lembaga keuangan dunia hingga mendatangkan utang senilai USD 210 Milyar dollar atau setara 2.600 Trilyun, tentu menciptakan jurang kekhawatiran atas penggunaannya yang habis terbakar melalui subsidi BBM dan proyek mangkraknya diberbagai penjuru indonesia. Serta hebohnya pemberitaan bailout bank century yang disebut JK sebagai pencurian, atau kucuran dana pemerintah untuk fokus dalam mengamankan krisis moneter tahun 2008 yang dirasakan tidak sedikit, sudah barang tentu menjadi perhatian kita semua.

Namun masyarakat masih belum kehilangan harapannya, hingga datangnya tangan Tuhan yang ikut menentukan nasib bangsa indonesia dengan menghadirkan wong cilik yang selama ini hanya terdengar bagaikan dongeng dari permainan penyampaian bahasa politik yang normatif, dimana harapan itu menjadi kenyataan. Jika selama ini situasi reformasi yang nampak pun hanya sebatas angan-angan, oleh karena politik kebangsawanan yang sulit di restruktur, serta golongan tengah acapkali menunjang-nunjang eksistensi para penentu kebijakan itu untuk tetap berada di beranda terdepan, maka Jokowi memulainya dari sisi grassroot agar menciptakan efek domino bagi perubahan sikap disemua kalangan.

Agregat ekonomi yang terkontraksi pada kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, dibalik penggunaan utang negara yang diakui memang meningkat secara signifikan, namun penggunaannya yang terarah, Efisien dan membuahkan hasil yang optimal dari sisi produktifitas masyarakat. Meskipun banyak kalangan yang meragukan pada batasan hutang yang secara undang-undang dari ketentuannya yang membatasi pemerintah agar tidak melampaui batas 60% yang diperkenankan, jika melihat bahwa negara maju seperti Amerika, Jepang atau negera-negara G7 yang bahkan telah melampuai 100% dari PDB yang dihasilkannya. Lalu kita pun berfikir, apakah UU kita yang justru sudah tertinggal jauh bagi penyesuaian terhadap jamannya.

Apakah ahli ekonomi kita sedemikian cerdasnya untuk mengungkap bagaimana terjadinya kebangkrutan suatu negara sehingga jika kita mengamati Jepang memiliki rasio utang mencapai 234,18% dari produk domestik bruto (PDB) dengan total hutang nasional Jepang ditaksir mencapai US$ 9.087 triliun, atau menjelaskan Utang Pemerintah Amerika Serikat yang dilaporkan sebesar 133.6 % dari PDB mereka pada 2021, atau Utang Luar Negeri Inggris Raya dilaporkan sebesar 317.0 % dari PDB mereka, atau rasio utang pemerintah Prancis terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 117,8% tahun 2021, belum lagi negara Belanda, Italia dan lain sebagainya, namun dirasakan belum juga mengalami kebangkrutan.

Namun dengan rasio dibawah 60% dari perolehan PDB suatu negara, krisis dapat saja terjadi, seperti Utang Luar Negeri dari PDB Sri-Lanka yang dilaporkan sebesar 60.9 % pada 2020, Utang Luar Negeri dari PDB Argentina yang dilaporkan sebesar 55.9 % pada 2021, atau bahkan Utang negeri jiran kita Malaysia hingga Juli 2021 mencapai Rp 6.570 triliun atau 40,15% terhadap PDB mereka. Bahkan negara dengan cadangan Devisa negara yang tinggi sekalipun dapat saja mengalami krisis. Hal itu kita lihat dari Singapura yang dilaporkan memiliki cadangan devisa sebesar USD 371.4 Milyar dollar pada 2022 setara 2,5 kali dari Cadev Indonesia, namun tetap saja mengalami krisis ekonomi saat ini.

Dinamika atas naiknya prestasi Indonesia yang mampu dibangkitkan pada sisi pencapaian PDB Indonesia yang tembus hingga mengembang amanat sebagai presidensi G20 yang dianggap prestisius, dimana sinonim dari sebutan Prestisius itu yang diartikan dengan istilah bergengsi, bermartabat, berpamor, impresif, megah, mengesankan, terhormat. Sungguh tidak seimbang dengan apa yang diterima Jokowi selama menjabat sebagai Presiden di republik ini, hujatan, caci maki, menyindir, menghina, melecehkan, bahkan ingin diturunkan oleh kelompok yang merasa sakit hati atau tersingkir oleh kebijakannya yang terarah dan mengangkat derajat serta martabat bangsa Indonesia.

Berbagai respon bertingkat atas keadaan ini yang menimbulkan sisi popularitas dan elektoral terhadap sosok Jokowi selaku figur sentral pun semakin meluas, sebab keberhasilannya membangun dari sisi yang tertinggal dan terbelakang yang selama ini tidak tersentuh serta memangkas disparitas harga barang yang semakin timplang pun dimulai untuk menciptakan azas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tak ayal lagi, masyarakat Papua begitu mencintainya hingga memohon agar dibangunnya istana Presiden diwilayah mereka agar beliau tidak sungkan dan semakin sering hadir disana pula. Hal ini tentu menciptakan semakin sulitnya oposisi melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah Jokowi yang diakui serta dirasakan oleh rakyat secara langsung.

Naiknya gerakan kebencian dan intoleransi yang disuarakan melalui berbagai tayangan media sosial dengan menunggangi agama serta menghasut masyarakat secara personal, termasuk menuding pemerintah melakukan intimidasi terhadap tokoh-tokoh islam serta isu islamiphobia seakan-akan mereka tertindas, adalah bagian dari cara dan strategi guna memperoleh keseimbangan politik. Akan tetapi, kegagalan 10 tahun dari pemerintahan sebelumnya, sungguh menjadi preseden buruk yang melelahkan, apalagi pilihan masyarakat yang kali ini dirasakan tepat dengan segala bukti dan faktanya, walau isu utang negara, dan isu PKI, atau sebutan sebagai sosok anti Islam merebak dimana-mana, namun justru rakyatlah yang menghalau gelombang dusta tersebut.

Semoga tulisan ini bermanfaat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...