SETIAP ORANG SEMESTINYA MENGUASAI LADANG PENGABDIANNYA
Penulis : Andi Salim
Ladang pengabdian adalah tempat dimana seseorang bercocok tanam, istilah bercocok tanam pun dapat kita maknai sebagai wilayah kerja atau dimana kita menyalurkan segala daya upaya termasuk proses pertanggungjawaban sebagai hasil akhir dari apa yang kita lakukan selama berada di ladang tersebut dari proses panjang untuk mengemban amanah dan menjalaninya dengan sepenuh hati. Seseorang tentu tidak secara langsung untuk menerima beban tanggung jawab yang sedemikian besar, maka hanya waktu dan tempaan hiduplah yang menjadikannya mampu memikul amanah sesuai dengan kemampuan update yang dimilikinya.
Mental, cara berfikir dan kekuatan fisik adalah sarana untuk mengembangkan setiap individu agar mampu berproses sekaligus meningkatkan derajat kemampuannya yang terus meningkat. Ibaratnya, seorang anak tidak akan bisa langsung mengangkat beban 100 kg kecuali dengan latihan serta lambat laun komponen otot-ototnya yang mengembang sehingga pada akhirnya beban tersebut dapat ditambahkan secara bertahap. Begitu juga terhadap keluasan pikiran dan kekuatan hati yang dapat menampung seberapa dalam seseorang itu dibebani atas sikap bersabar serta menerima keikhlasan dari apa yang diterimanya dalam setiap perjalanan hidup yang dilalui.
Sudah barang tentu setiap ladang itu terkait dengan status, profesi, jabatan dan kedudukan seseorang. Sebagai contoh seorang petani yang punya kewajiban menggarap sawahnya sebagai ladangnya, walau pada status lain, beliau pun menjalani profesinya sebagai kepala rumah tangga dan seorang ayah bagi anak-anaknya. Demikian pula, jika seorang guru, pekerja kantor, lurah atau lainnya yang sering berada ditempat-tempat yang bukan sebagai ladang mereka. Tentu saja kita akan mengaitkannya kepada tanggungjawab terhadap profesi, kedudukan dan jabatan yang diembannya pula. Sebab, hal itu dinilai sebagai faktor yang tidak serius untuk fokus dalam mewujudkan hasil yang diharapkan.
Termasuk kinerja para Menteri yang sering berada diluar panggung dari sektor-sektor yang semestinya menjadi ladang mereka. Dimana ladang Menteri Koperasi tentu saja kita pahami bahwa ladangnya adalah Koperasi diseluruh wilayah tanah air, sedangkan Menteri Kehutanan fokus kepada Hutan di Indonesia, termasuk Kementrian BUMN harus fokus kepada perusahaan-perusahaan BUMN yang saat ini telah dirampingkan menjadi 41 perusahaan saja. Hal yang sama pun kita pahami, bahwa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang harus Fokus kepada sekolah-sekolah serta eksistensi Budaya yang kita miliki. Bahkan, Kemendes PDTT pun harus pula masuk ke desa-desa termasuk desa pedalam Papua atau pedalaman Kalimantan dan Sumatera sekalipun.
Persoalan akan timbul manakala para Menteri dan Menko itu yang begitu ingin populer khususnya setiap menjelang Pemilu atau Pilpres yang akan berlangsung 2 tahun kedepan. Dimana mereka berada ditempat-tempat yang bukan menjadi ladang merek serta memberikan sumbangan-sumbangan dibalik bantuan terhadap masyarakat, namun menggunakan anggaran negara demi anggapan baik bagi dirinya sendiri. Tak jarang prilaku seperti ini dianggap menjadi hal yang biasa, padahal kondisi ini merupakan penyimpangan dari fokus anggaran yang secara objektif belum tentu sesuai dengan tujuan digulirkannya bantuan dan sumbangan tersebut yang sesuai dengan program peruntukkannya.
Hal inilah yang harus disadari masyarakat untuk menilai mereka, apakah mereka tetap berada ditempat-tempat yang semestinya sebagai objektifitas dari ladang yang menjadi tanggung jawabnya, atau mereka sedang asyik menikmati fasilitas negara untuk menyongsong perhelatan pesta demokrasi yang akab datang dengan cara meninggalkan kewajiban yang semestinya mereka pikul hingga berakhir masa tugasnya. Hanya dengan cara menilai semacam itu, kita dapat mengatakan bahwa seseorang itu pantas menjadi sosok yang dipanuti atau sekedar pihak yang pandai memanfaatkan fasilitas negara bagi dirinya yang serakah akan kekuasaan.
Terdapat banyak persoalan yang sepatutnya dipertanyakan, Khususnya pernyataan Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar yang menegaskan penggunaan alokasi 40% dana desa untuk Bantuan Langsung Desa (BLT) yang menjadi fleksibel untuk pembangunan infrastruktur desa. Menteri Koperasi, Teten Masduki, yang membentuk Satgas Koperasi demi mengusut gagal bayarnya banyak Koperasi di Indonesia. Menteri BUMN Erick Thohir yang bercerita tentang Indonesia yang kaya akan hasil kopi, dimana hal itu bukan menjadi fokus beliau. Atau keanehan dari Menteri perdagangan kita, Muhammad Lutfi, dimana harga minyak goreng di Indonesia bahkan jauh lebih mahal dibandingkan dengan negara tetangga kita Malaysia.
Sebab semua orang pun tahu bahwa Indonesia dan Malaysia adalah dua negara produsen minyak sawit terbesar di dunia. Lalu akrobatik atau keanehan semacam apa lagi yang akan mereka pertontonkan untuk membuat rakyat ini marah, dimana pada musim pemilu dan pilpres ini, mereka justru sibuk mengkampanyekan dirinya demi memperoleh popularitas dan elektabilitas yang secara picisan dibangun dari fasilitas negara pula. Diamnya masyarakat sebenarnya bukan tidak memahami itu semua, namun suatu waktu tentu ini akan menjadi semacam Bom Waktu bila mereka hadir pada forum yang sama dari kegagalan mereka dalam menggarap ladang tanggung jawabnya sebagai Menteri yang diembannya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
ini blog khusus untuk tulisan-tulisan dari Bapak Andi Salim, seorang tokoh toleransi di wilayah Gunung Sindur Rawa Kalong Bogor, sangat bagus untuk bacaan-bacaan opini dari beliau
Minggu, 19 Februari 2023
SETIAP ORANG SEMESTINYA MENGUASAI LADANG PENGABDIANNYA
22/06/2022
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...
-
15/10/2022 BENTURAN KEPENTINGAN MENCIPTAKAN PERBEDAAN Penulis : Andi Salim Siapa yang tidak ingin sama dalam segala hal, terutama bagi pasa...
-
13/08/2022 INDONESIA DITENGAH PUSARAN KRISIS GLOBAL YANG MENGHANTUI DUNIA Penulis : Andi Salim Jika ingin menguasai suatu negara, cara yang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar