Rabu, 18 Januari 2023

BENARKAH MASJID RUANG YANG TEPAT DALAM MENYAMPAIKAN GAGASAN POLITIK

31/10/2022

BENARKAH MASJID RUANG YANG TEPAT DALAM MENYAMPAIKAN GAGASAN POLITIK
Penulis : Andi Salim

Pada berbagai tayangan, apalagi disajikan dalam bentuk acara Talk show yang dihadiri oleh para tokoh yang membicarakan berbagai kedudukan, baik pandangan, gagasan, kritik serta opini yang berkembang untuk diangkat sebagai topik yang akan dibahas, tentu semakin menarik jika hal itu menghadirkan dua kubu yang menampilkan sisi perbedaan dan cara pandang yang berseberangan pula. Apalagi dalam momentum di tahun politik sekarang ini yang menyisakan waktu 16 bulan ke depan menuju perhelatannya yang jatuh pada tanggal 14 Februari 2024 dimana kita akan masuk pada pesta Pemilihan umum Indonesia 2024 nanti. Berbagai kelemahan pemerintah pun dijadikan pembahasan guna diangkat sebagai pasokan untuk diolah guna menimbulkan perdebatan sengit.

Kesulitan menemukan gagasan produktif untuk menelisik kelemahan dan kesalahan pemerintah dalam menentukan arah kebijakannya menjadi persoalan bagi partai politik yang berdiri selaku oposisi, sehingga publik malah disajikan tontonan dari retorika perseorangan yang hadir begitu saja ke publik namun kepiawaiannya diakui masyarakat dalam menemukan perspektif berbagai persoalan yang membentang dimasyarakat untuk digarapnya sebagai celah kritik guna menyerang point-point tertentu sehingga mencengangkan pemirsanya. Akan tetapi, terdapat bagian lain yang sebatas membangun sikap penolakan dan ajakan munculnya sikap pembenaran secara sepihak dari ruang-ruang agama, khususnya sarana ibadah yang menjadi muara berkumpulnya komunitas masyarakat tertentu.

Mereka sengaja menyeret dan mengajak para jemaahnya kepada pengertian yang sempit untuk larut kedalam retorika pikiran dari faham-faham yang dicampur antara kepentingan agama itu sendiri dengan dorongan untuk meraih kekuasaan melalui politik yang berbungkus fanatisme beragama. Cara-cara inilah yang menghadirkan nuansa intoleransi yang menjurus kepada radikalisme yang dijejalkan kedalam mimbar-mimbar keagamaan. Walau pada sisi lain, skill mereka yang hanya memahami konteks ilmu agama, akan tetapi tidak dibekali dibekali dasar-dasar hukum konstitusi dan tata kelola negara serta tidak pula menguasai sistem kerja-kerja politik. Sehingga tujuan berdirinya Masjid yang semula merupakan sarana ibadah, kini berubah menjadi ruang-ruang politik untuk menyampaikan berbagai kritik terhadap pemerintah.

Terdapat beberapa nama yang sering menggiring opini kearah penggunaan Masjid ini kedalam ranah politik. Sosok mereka tidak asing di telinga masyarakat yang salah satunya adalah Eep Saefulloh Fatah. Eep diketahui pernah menjadi konsultan politik Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017, dan Ahmad Heryawan yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Syura PKS, yang saat itu berpasangan dengan Deddy Mizwar dalam Pilkada Jawa Barat 2013. Hasilnya tentu saja kita semua tahu bahwa melalui gerakan pemberdayaan Masjid sebagai sarana berpolitik, tentu saja gerakan ini nyatanya memenangkan kedua Pilkada tersebut. Eep agaknya ingin menerapkan strategi politik yang sama untuk pertarungan politik pada Pilpres 2024 yang akan datang.

Dalam berbagai paparannya Eep Saefulloh sering menyatakan bahwa kemenangan Partai FIS pada pemilu di Al-Jazair karena memanfaatkan dan menjadikan masjid yang mestinya untuk beribadah tetapi juga digunakan sebagai alat propaganda politik. Sehingga dengan mengunakan jaringan masjid seperti khotib, ulama, ustadz yang mengisi kegiatan di masjid , untuk ikut berpolitik, tidak hanya menyerukan ketakwaan tetapi juga seruan politik. Seruan politik itu dilakukan secara massif, terus menerus sampai hari pencoblosan nantinya. Walau dibalik itu, seruan politik semacam ini sering menimbulkan dampak perpecahan dan terbelahnya pemikir islam pada berbagai persoalan kepentingan. Terutama bagi kiprah NU dan Muhammadiyah yang merasa adanya pergeseran dari penggunaan sarana ibadah yang berubah fungsi tersebut.

Sebab harus diakui, bahwa pergeseran fungsi ini menyebabkan naiknya suhu intoleransi dan radikalisme yang muncul kepermukaan ditengah masyarakat Indonesia yang berlandaskan ke bhinnekaan. Musuhnya tidak saja kalangan non muslim akan tetapi merambah pada tataran umat islam keseluruhan. Adanya penjaga pilar bangsa yang terdiri dari jaringan Horizontal dimana NU dan Muhammadiyah yang nyata-nyata sejak dahulu tidak ikut dalam nuansa politik praktis, kini seakan-akan diabaikan begitu saja. Kedua Organisasi besar ini pun menyuarakan perlawanannya terhadap politik identitas yang menyurutkan sikap kecintaan terhadap tanah pusaka sebagaimana amanat para pendirinya pula. Hal itu diketahui dari pernyataan resmi yang disampaikan oleh para ketua umumnya dalam berbagai pertemuan kebangsaan.

Masyarakat pun menjadi terbelalak manakala menemukan para tokoh agama dari kedua organisasi ini ketika menyampaikan sikap perlawanan terhadap gerakan semacam ini. Rendahnya pengetahuan mereka untuk memisahkan mana kepentingan Ukhwah islamiyah dan Ulhwah Wahoniyah, tentu sering dimanfaatkan oleh joki politik yang senantiasa menemukan sensasi ditengah fanatisme beragama yang subur di tengah masyarakat Indonesia. Walau penduduk muslim indonesia yang memang menjadi mayoritas ditengah bangsa ini, dibalik jumlahnya yang begitu mendominasi dan tersebar diberbagai daerah, akan tetapi semestinya mereka tidak boleh terombang-ambing oleh kepentingan politik kekuasaan segelintir orang yang memanfaatkan ketidakpahaman mereka pada persoalan ini.

Para uama yang terhimpun dalam organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, NU, Persis, dan Persatuan Umat Islam, serta dari Partai Islam yang meliputi Syarikat Islam, PII atau Partai Masyumi yang ikut berjasa dalam menyelamatkan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semestinya perjuangan mereka dijadikan teladan dan diambil sebagai pelajaran yang berharga bagi umat Islam di Indonesia. Tantangan terberat yang dihadapi dunia saat ini adalah masuknya ideologi transnasional dibeberapa negara yang berdampak terhadap geopolitik di tingkat global. Ideologi transnasional adalah ideologi asing yang melintasi batas negara dan bangsa, yang dikampanyekan sebagai propaganda politik untuk dijejalkan kepada masyarakat suatu bangsa sebagai paham yang mampu mempengaruhi kebijakan sebuah negara. Sudah barang tentu membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...