Selasa, 10 Januari 2023

JOKOWI MENERAPKAN STRATEGI PEMBANGUNAN ALA INDONESIANA


Penulis : Andi Salim

Jokowi yang menduduki jabatan Presidennya pada tahun 2014, tentu bukan persoalan yang sederhana untuk menilai peta indonesia secara keseluruhan. Baik ekonomi, politik, pertahanan dan berbagai hal lainnya, terkesan bagaikan hamparan persoalan yang didalamnya terdapat masalah-masalah yang pelik dan complicated dengan segenap demage rasio yang memerlukan pendalaman dan penelaahan lebih jauh guna mengurainya. Disamping tidak ada data yang kongkrit guna menjelaskan permasalahan termasuk pada aspek pertanggung jawaban dari estafet kepemimpinan secara detail. Apalagi working capital yang dilambangkan dari penerimaan APBN pemerintah yang tidak seberapa bila dibandingkan dengan peninggalan utang luar negeri yang tidak sedikit.

Realisasi pendapatan negara 2014 pun hanya mencapai Rp1.537,2 Triliun, atau 94,0 persen dari target APBN-P 2014 sebesar Rp1.635,4 Triliun. Ditambah lagi utang pemerintah menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada April 2014, yang menyisakan total utang tercatat sebesar Rp 2.440 triliun, walau rasio utang terhadap PDB masih di angka 24,74 persen pada tahun 2014. Namun persoalannya tidak sesederhana itu untuk diungkapkan sebagai posisi pijak ekonomi Indonesia pada masa itu. Sebab, peninggalan dari rezim SBY hampir tidak menyisakan opportunity ekonomi yang bisa dimanfaatkannya. Posisi ini sebenarnya sebenarnya dinilai tidak sehat dan menjadi beban yang mau tidak mau harus dituntaskan.

Pasokan bagi kenaikan pendapatan negara terbilang hanya itu-itu saja dari investasi perusahaan asing yang tertanam sebelumnya. Pola yang diterapkan lebih bersifat mempertahankan kelangsungan sirkulasi anggaran semata, bukan menciptakan peluang bagi kenaikan ekonomi secara signifikan. Maka tak heran dari kebijakan pemerintahannya, SBY lebih menerapkan pola-pola defense mechanism atau mekanisme pertahanan yang merupakan strategi seseorang untuk melindungi diri sendiri dari pikiran maupun perasaan terhadap kepemimpinannya. Mekanisme pertahanan semacam ini sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang negatif. Disamping tujuannya untuk menekan gejolak masyarakat atas disparitas sosial dan ekonomi yang terjadi.

Sebab bagaimana pun, pola ini berhasil menjaga stabilitas Indonesia baik secara internal dalam negeri dengan menerapkan kebijakan subsidi terutama menjaga keterjangkauan harga BBM dan Bantuan langsung tunai yang banyak menelan anggaran negara, mau pun secara eksternal atas out look Indonesia di mata pihak asing / luar negeri yang terkesan stabil untuk tetap memperoleh pinjaman atas defisit anggaran negara pada masa pemerintahannya. Akan tetapi, kebijakan semacam ini tentu memiliki persoalan jangka panjang, sebab bagaimana pun bertambahnya penduduk suatu negara yang harus di imbangi dengan peluang meningkatnya kebutuhan sandang, pangan dan papan termasuk aspek penyediaan sarana pendidikan dan kesehatan dibalik minimnya perolehan pendapatan negaranya.

Jika hal itu dibiarkan, maka angka pengangguran dan kemiskinan tentu akan mengganggu jalannya keseimbangan suatu pemerintahan pada akhirnya. Apalagi terhadap sumber-sumber pertanian dan peternakan serta industri yang berbasis ketahanan pangan nasional. Lambat laun, defisit atas produk-produk ini akan semakin menganga dan berdampak pada instabilitas keamanan dalam negeri pada akhirnya. Termasuk supplai pemerataan pembangunan dan hasil pertanian daerah. Tanpa adanya indikator ini, ketimpangan dan disparitas kesejahteraan semakin melebar hingga menciptakan ketimpangan sosial baik antar daerah, mau pun antara masyarakat daerah dengan penduduk perkotaan. Tentu saja ini menjadi titik fokus dari kebijakan apapun yang akan di sikapi oleh pemerintahan mana pun.

Menyadari persoalan itu, tidaklah heran jika orientasi pemerintahan jokowi lebih bertumpu pada pembangunan infrastruktur, baik sarana jalan, jembatan, dermaga, dan lapangan terbang sekalipun. Hal itu bertujuan untuk mempermudah arus lalu lintas barang dan manusia untuk membuka isolasi antar daerah dan antar wilayah guna mempertemukan supply dan demand bagi terjadinya transaksi untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Termasuk pembangunan infrastruktur sektor pertanian seperti waduk, embung dan pembangunan kawasan perbatasan indonesia dengan negara tetangga yang berpotensi mendatangkan transaksi perdagangan dimasa yang akan datang, Serta bagaimana membangun dan mengembangkan kawasan wisata baru guna mendatangkan turis asing ke Indonesia.

Jika selama ini lembaga riset dan teknology layaknya jauh panggang dari api, sebab hingga detik ini mereka tidak mampu menciptakan kemanfaatan dan pendekatan teknologi melalui riset dan penerapannya guna melakukan pendekatan terhadap aspek tata guna dan tata kelola tanah yang lebih memberdayakan pertanian dan perkebunan secara signifikan. Dibalik anggaran negara yang terserap sejak 1967 melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan lembaga lainnya, dimana mereka merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian dengan tugas melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan antara lain dalam bidang ilmu pengetahuan kebumian, bidang ilmu pengetahuan hayati, bidang ilmu pengetahuan teknik, bidang ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan, bidang jasa ilmiah.

Lembaga-lembaga ini pun memiliki misi memanfaatkan hasil-hasil penelitian untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan menemukan solusi inovatif untuk setiap tantangan yang dihadapi Indonesia. Maka melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional / BRIN yang merupakan lembaga berdiri sendiri dengan mengintegrasikannya pada Kementerian Riset dan Teknologi atas 4 (empat) lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Mereka pun dipacu untuk berkontribusi pada pertanggungjawaban dari APBN yang diterimanya.

Kerangka perbaikan kearah kemajuan bangsa ini begitu terlihat, dimana pengendalian terhadap berbagai kebijakan pun terasa begitu berpengaruh. Sebut saja penguasaan saham atas investasi perusahaan asing di Indonesia yang mendapatkan saham mayoritas guna mendongkrak pendapatan negara, serta pengendalian eksport batubara, nikel dan hasil tambang lainnya untuk menginfus APBN kita agar lebih agresif dimasa yang akan datang. Indonesia pun berhasil memanfaatkan posisi Presidensi G-20 yang lalu guna mendatangkan Investasi asing ketanah air. Bahkan dalam KTT ASEAN dan Uni Eropa secara tegas Jokowi menyampaikan agar kerjasama tersebut membangun sebuah kemitraan yang baik, dengan meningkatkan kemitraan berdasarkan pada kesetaraan. Dibalik Indonesia secara resmi menjadi Ketua ASEAN pada 2023 tahun depan.

Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...