Selasa, 10 Januari 2023

MASYARAKAT HARUS MAMPU BERAKSELERASI DIATAS KINERJA PEMERINTAH SAAT INI


Penulis : Andi Salim

Pembangunan disegala bidang yang diterapkan pada berbagai sektor merupakan upaya pemerataan dan tumbuhnya sektor-sektor yang menjadikan negri kita berkembang, namun luasnya Indonesia tentu menjadi banyaknya kendala yang dihadapi, pertumbuhan yang diperoleh dari besarnya dan tingginya target pemerataan serta sektor pelayanan yang terus meningkat, bukanlah hal yang mudah untuk dicapai, hal itu nampak dari pencapaiannya pada sisi makro mau pun mikro ekonomi yang digerakkannya.

Jika disisi makro, Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam RAPBN 2021 dipatok sebesar 4,5% s.d. 5,5 %. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu, (02/09), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa angka tersebut diambil dengan melihat beberapa indikator atau baseline di tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi 2020 yang mengalami beberapa kali koreksi ke bawah akibat Pandemi Covid-19 menjadi salah satunya. Terakhir, Pemerintah mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 pada kisaran -1,1% s.d. 0,2%.

Namun pada sektor mikro, Pembentukan ekosistem terpadu harus dilakukan, karena selama ini pemberdayaan UMKM terkesan masih dilakukan parsial oleh banyak lembaga. Melalui integrasi pemberdayaan, diharapkan tercipta pusat data terpadu mengenai UMKM yang bisa dimanfaatkan untuk optimalisasi program pemulihan ekonomi nasional kedepan. Apalagi pemerintah belum menyediakan pusat data dan katalog produk dalam menunjang pemerataan distribusi bagi surplus dan defisit yang mempengaruhi suplay dan deman keatas suatu barang guna menunjang maksimalisasi usaha kerakyatan tersebut.

Pembatasan sosial berskala besar ini tentu menjadi hambatan bagi tumbuhnya sistem perekonomian kita, apalagi daya beli masyarakat saat ini cenderung turun dan keadaan pemberlakuan protokol kesehatan pun tidak kalah dalam menyumbang bagi melambatnya akselerasi yang semestinya dapat memacu perekonomian kita saat ini. Pergerakan ekonomi yang melambat menjadikan pusat perbelanjaan makin terpuruk.

Bahkan potensi pengusaha pusat perbelanjaan menutup hingga menjual usahanya semakin menjadi opsi yang tak terhindarkan. efek pandemi Covid-19 masih terasa dalam industri pusat perbelanjaan. Jangankan menambah penyewa (tenant) baru, mempertahankan jumlah penyewa yang masih ada tidak mudah. Tentu saja Pembatasan yang diberlakukan akan memperpanjang masa resesi ekonomi Indonesia dan kemungkinan menekan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5% pada tahun 2021 ini akan menjadi sulit dicapai.

Ditengah suasana lesunya daya beli masyarakat saat ini, Sektor properti diasumsikan akan berpotensi untuk bangkit pada tahun ini. Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Tata Ruang dan Pengembangan Kawasan DPP Realestat Indonesia (REI) Hari Ganie mengungkapkan sejumlah hal yang mendukung kebangkitan bisnis properti diantaranya, vaksinasi Covid-19 secara gratis untuk 182 juta penduduk sderta peningkatan pembangunan infrastruktur hingga sekitar 47 persen.

Faktor lainnya, lanjut Hari, penurunan suku bunga KPR/KPA dan kenaikan kredit properti, peningkatan anggaran FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan relaksasi properti menengah atas. Tentu saja pendapat ini terasa aneh, sebab penulis menilai masih terdapat keragu-raguan dari sektor perbankan dalam menyediakan dan menunjang fasilitas kredit konstruksi yang dibutuhkan pihak pengembang, sehingga usaha property masih terasa lesu sehingga respon pasar pun terlihat lemah.

Berpendapat mungkin sah-sah saja, namun kejujuran harus dikedepankan, sebab melihat posisi saat ini kita harus berani jujur bahwa keadaan kita hanya terkontraksi dari infrastruktur yang telah terbangun pada 2014 hingga sekarang, sehingga investasi PMA dan PMDN menjadi sumbangan tersendiri pada sektor ketahanan ekonomi kita. Terlihat UKM pun masih menyumbangkan harapan dan arus eksport pada Januari lalu juga berkontraksi secara signifikan. Hal itu tidak terdapat pada negara tetangga kita yang saat ini malah ternganga dari hengkangnya investasi asing mereka yang beberapa perusahaan bahkan sudah melakukan komitmennya untuk pindah ke Indonesia.

Pemberitaan Republika.co.id tanggal 26/1/21 memberitakan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan, realisasi investasi asing atau Penanaman Modal Asing (PMA) pada kuartal IV 2020 naik 5,5 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sebelumnya pada periode sama tahun lalu sebesar Rp 105,3 triliun kini menjadi Rp 111,1 triliun. Ekonom Instute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, kenaikan PMA lebih didominasi oleh berlanjutnya proyek smelter dan pertambangan yang dikelola China. "Ini terlihat dari porsi investasi di luar jawa yang cukup besar atau lebih dari 51 persen, sementara 3 negara teratas investasi yaitu Singapura, China, dan Hong Kong," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (25/1).
#Toleransiindonesia #Andisalim #jkwguard
Mari kita suarakan💪

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...