Penulis : Andi Salim
Pemikiran dan kesadaran positif adalah alat untuk merekonstruksi suatu keadaan. Hal itu dapat kita lihat dari banyaknya rangkaian peristiwa pada suatu keadaan, dimana
Setiap orang mempunyai cara berpikir yang berbeda-beda terhadap pemecahan masalah yang mereka hadapi. Namun hal itu bisa dikelompokkan ke dalam beberapa karakteristik sebagai sumber pemikiran mereka. Sehingga tak jarang dari masalah yang sama diselesaikan dengan cara yang sama pula. walau masih terdapat beberapa hal yang dikecualikan sebagai exception couse.
Seperti pada perumpamaan atas hadirnya media sosial saat ini yang didalamnya terdapat dampak positif dan negatif, maka berbagai sistem yang menunjangnya pun dihadirkan untuk kebutuhan yang berbeda-beda pula terhadap cara dan tingkatan penggunanya, seperti proteksi atas situs pornografi guna melindungi anak-anak agar tidak dapat mengaksesnya, maka telah dibuatkan regulasi supaya hal itu tidak terjangkau oleh mereka belum diperkenankan. Atau sederet hal lain sebagai upaya dari suatu pemikiran supaya bagaimana mengendalikan hal positif sekaligus menekan faktor negatifnya.
Bagi para Pemikir yang memiliki gaya berfikir terstruktur semacam ini, yang mana orang dengan gaya berpikir seperti ini biasanya suka melakukan sesuatu secara teratur dan disiplin melakukan tahapan dari tahapan satu demi satu pemecahan masalah yang didapatinya. Tak jarang orang yang seperti ini sering dilabelkan sebagai sosok perfeksionis hal itu terlihat dari faktor ketelitian serta kepandaian dalam hal-hal detail dari sederet daftar yang mampu dikerjakannya secara sistematis pula.
Berbeda dengan kelompok pemikir yang Fleksibel, seorang dengan gaya berfikir seperti ini selalu mempertimbangkan segala sesuatu dengan seksama, serta cermat dalam membuat sebuah keputusan. Basis pemikirannya yang acapkali suka menggunakan perasaan atau emosi dalam mengerjakan sesuatu. Adalah ciri dari kelompok pemikir fleksibel ini yang cenderung tidak terlalu suka dengan sesuatu yang teratur.
Sedangkan pemikir Rasional atau Logis, adalah orang dengan gaya berpikir objektif, biasanya suka menyelidiki sesuatu dari suatu keadaan atau kejadian agar menemukan jawaban melalui sikap bertanya terhadap suatu kejadian dengan detail dan terperinci. Mereka dengan gaya berpikir logis seperti ini juga mempunyai banyak ide dan dapat melakukan penelitian sehingga sering bersandar pada rasionalitas yang mendekati fakta keadaan yang sesungguhnya.
Adapun pemikiran lain dari itu adalah mereka sebagai pemikir Eksploratif. Orang dengan gaya berpikir ini biasanya suka bereksperimen dan sering melakukan lompatan pemikiran, sehingga terkesan tidak sistematis dan logis. Mereka sangat berlawanan dengan orang yang punya gaya berpikir sebagaimana yang telah disebutkan diatas. orang dengan gaya berpikir eksploratif ini mampu mencari tahu informasi secara acak, serta gemar melakukan sesuatu dalam waktu yang tak terbatas yang cenderung lebih mengamati proses terjadinya sesuatu keadaan daripada membicarakan hasilnya.
Dari beberapa kelompok pemikir semacam itu, tentu saja Toleransi Indonesia membutuhkan mereka semua untuk menangkap sisi-sisi kehidupan yang mana dalam menyumbangkan aspek pengembangan organisasi untuk menjaga keseimbangan dari arus yang terus bergulir terhadap situasi perkembangan saat ini serta memberikan dampak terhadap peranan masyarakat yang tetap ingin nyaman dengan budaya toleransi yang tertanam sejak dahulu kala dalam kehidupan yang pluralis dan berkebhinekaan ini.
Melalui pemikiran itu, kita berharap agar diperoleh konseptual yang lebih tajam dan komprehensive kearah tatanan hidup yang memiliki pijakan dari setiap fase Kehidupan baik secara individu atau kelompok untuk bisa mencapai titik kemandirian sikap atas rentang waktu yang dilampauinya serta diperoleh tatanan hidup dari bagaimana fase setiap tahapan itu tergambarkan dari faktor usianya. Sehingga generasi muda kita akan masuk kedalam generasi yang hidup secara global dan menjawab tuntutan zamannya.
Pada tahap pertama, adalah tahap kehidupan berlangsung pada dua puluh tahun sejak seseorang dilahirkan. Bagaimana adaptasi dan perlakuan terhadap seorang bayi yang dirawat dan terus dilakukan pembinaan sampai remaja agar membawa harapan bagi orang-orang terdekatnya, prilaku orang disekitarnya seringkali mempengaruhi rasa optimisme bagi tumbuh kembangnya setiap individu. Maka dari proses itu, tentu saja menjadi proses awal dari cara dan mensikapi hidup serta merupakan moment yang selalu menjadi penting.
Pada tahapan kedua, adalah mereka yang pada rentang usia 20-40 tahun. Rasa ingin tahu dan pencarian jati diri serta merasakan pentingnya mengecap pengalaman adalah penting. Namun pada fase ini sangat perlu pendampingan terhadap pandangan dan persepsi berbangsa. Sebab mereka sesungguhnya titik awal generasi muda yang infashion dengan segala tingkah lakunya, oleh karenanya mereka harus diisi dan dipengaruhi kepada keseimbangan perbedaan dan pergaulan diatas kemajemukan dengan segala perbedaannya. Agar mampu beradaptasi dan saling mengisi ruang demi wujudnya pergaulan yang sehat.
Sedangkan pada tahap kehidupan ketiga biasanya terjadi saat seseorang berusia 40-60 tahun. Pada fase ini merupakan fase akhir dari generasi muda, orang yang pada usia ini seringkali dianggap telah memiliki kondisi yang relatif lebih mapan dan stabil dibandingkan dengan fase sebelumnya. Sebagian di antara mereka telah berkeluarga, berpengalaman, atau mungkin sudah bisa memberikan kontribusi berarti untuk ikut serta membangun lingkungan disekitarnya.
Adapun fase selanjutnya yaitu pada tahap kehidupan terakhir dari mereka yang berusia sekitar 60-80 tahun. Banyak hal yang terjadi pada fase ini. Tentu saja pengalaman dan keilmuan dari panjangnya rangkaian hidup yang telah dijalani menjadi bagian asam garam untuk selanjutnya dibekali sebagai nasehat atau pandangan bagi generasi muda kita, sebab tanpa upaya itu, tentu saja generasi kita menjadi lambat dan menghabiskan waktunya demi mengalami faktor yang tidak perlu dilakukan. Sehingga diharapkan generasi muda kita hanya melanjutkan kepada hal-hal yang bersifat baik dan positif.
#Andisalim #jkwguard
#Toleransiindonesia
Mari kita suarakan
Setiap orang mempunyai cara berpikir yang berbeda-beda terhadap pemecahan masalah yang mereka hadapi. Namun hal itu bisa dikelompokkan ke dalam beberapa karakteristik sebagai sumber pemikiran mereka. Sehingga tak jarang dari masalah yang sama diselesaikan dengan cara yang sama pula. walau masih terdapat beberapa hal yang dikecualikan sebagai exception couse.
Seperti pada perumpamaan atas hadirnya media sosial saat ini yang didalamnya terdapat dampak positif dan negatif, maka berbagai sistem yang menunjangnya pun dihadirkan untuk kebutuhan yang berbeda-beda pula terhadap cara dan tingkatan penggunanya, seperti proteksi atas situs pornografi guna melindungi anak-anak agar tidak dapat mengaksesnya, maka telah dibuatkan regulasi supaya hal itu tidak terjangkau oleh mereka belum diperkenankan. Atau sederet hal lain sebagai upaya dari suatu pemikiran supaya bagaimana mengendalikan hal positif sekaligus menekan faktor negatifnya.
Bagi para Pemikir yang memiliki gaya berfikir terstruktur semacam ini, yang mana orang dengan gaya berpikir seperti ini biasanya suka melakukan sesuatu secara teratur dan disiplin melakukan tahapan dari tahapan satu demi satu pemecahan masalah yang didapatinya. Tak jarang orang yang seperti ini sering dilabelkan sebagai sosok perfeksionis hal itu terlihat dari faktor ketelitian serta kepandaian dalam hal-hal detail dari sederet daftar yang mampu dikerjakannya secara sistematis pula.
Berbeda dengan kelompok pemikir yang Fleksibel, seorang dengan gaya berfikir seperti ini selalu mempertimbangkan segala sesuatu dengan seksama, serta cermat dalam membuat sebuah keputusan. Basis pemikirannya yang acapkali suka menggunakan perasaan atau emosi dalam mengerjakan sesuatu. Adalah ciri dari kelompok pemikir fleksibel ini yang cenderung tidak terlalu suka dengan sesuatu yang teratur.
Sedangkan pemikir Rasional atau Logis, adalah orang dengan gaya berpikir objektif, biasanya suka menyelidiki sesuatu dari suatu keadaan atau kejadian agar menemukan jawaban melalui sikap bertanya terhadap suatu kejadian dengan detail dan terperinci. Mereka dengan gaya berpikir logis seperti ini juga mempunyai banyak ide dan dapat melakukan penelitian sehingga sering bersandar pada rasionalitas yang mendekati fakta keadaan yang sesungguhnya.
Adapun pemikiran lain dari itu adalah mereka sebagai pemikir Eksploratif. Orang dengan gaya berpikir ini biasanya suka bereksperimen dan sering melakukan lompatan pemikiran, sehingga terkesan tidak sistematis dan logis. Mereka sangat berlawanan dengan orang yang punya gaya berpikir sebagaimana yang telah disebutkan diatas. orang dengan gaya berpikir eksploratif ini mampu mencari tahu informasi secara acak, serta gemar melakukan sesuatu dalam waktu yang tak terbatas yang cenderung lebih mengamati proses terjadinya sesuatu keadaan daripada membicarakan hasilnya.
Dari beberapa kelompok pemikir semacam itu, tentu saja Toleransi Indonesia membutuhkan mereka semua untuk menangkap sisi-sisi kehidupan yang mana dalam menyumbangkan aspek pengembangan organisasi untuk menjaga keseimbangan dari arus yang terus bergulir terhadap situasi perkembangan saat ini serta memberikan dampak terhadap peranan masyarakat yang tetap ingin nyaman dengan budaya toleransi yang tertanam sejak dahulu kala dalam kehidupan yang pluralis dan berkebhinekaan ini.
Melalui pemikiran itu, kita berharap agar diperoleh konseptual yang lebih tajam dan komprehensive kearah tatanan hidup yang memiliki pijakan dari setiap fase Kehidupan baik secara individu atau kelompok untuk bisa mencapai titik kemandirian sikap atas rentang waktu yang dilampauinya serta diperoleh tatanan hidup dari bagaimana fase setiap tahapan itu tergambarkan dari faktor usianya. Sehingga generasi muda kita akan masuk kedalam generasi yang hidup secara global dan menjawab tuntutan zamannya.
Pada tahap pertama, adalah tahap kehidupan berlangsung pada dua puluh tahun sejak seseorang dilahirkan. Bagaimana adaptasi dan perlakuan terhadap seorang bayi yang dirawat dan terus dilakukan pembinaan sampai remaja agar membawa harapan bagi orang-orang terdekatnya, prilaku orang disekitarnya seringkali mempengaruhi rasa optimisme bagi tumbuh kembangnya setiap individu. Maka dari proses itu, tentu saja menjadi proses awal dari cara dan mensikapi hidup serta merupakan moment yang selalu menjadi penting.
Pada tahapan kedua, adalah mereka yang pada rentang usia 20-40 tahun. Rasa ingin tahu dan pencarian jati diri serta merasakan pentingnya mengecap pengalaman adalah penting. Namun pada fase ini sangat perlu pendampingan terhadap pandangan dan persepsi berbangsa. Sebab mereka sesungguhnya titik awal generasi muda yang infashion dengan segala tingkah lakunya, oleh karenanya mereka harus diisi dan dipengaruhi kepada keseimbangan perbedaan dan pergaulan diatas kemajemukan dengan segala perbedaannya. Agar mampu beradaptasi dan saling mengisi ruang demi wujudnya pergaulan yang sehat.
Sedangkan pada tahap kehidupan ketiga biasanya terjadi saat seseorang berusia 40-60 tahun. Pada fase ini merupakan fase akhir dari generasi muda, orang yang pada usia ini seringkali dianggap telah memiliki kondisi yang relatif lebih mapan dan stabil dibandingkan dengan fase sebelumnya. Sebagian di antara mereka telah berkeluarga, berpengalaman, atau mungkin sudah bisa memberikan kontribusi berarti untuk ikut serta membangun lingkungan disekitarnya.
Adapun fase selanjutnya yaitu pada tahap kehidupan terakhir dari mereka yang berusia sekitar 60-80 tahun. Banyak hal yang terjadi pada fase ini. Tentu saja pengalaman dan keilmuan dari panjangnya rangkaian hidup yang telah dijalani menjadi bagian asam garam untuk selanjutnya dibekali sebagai nasehat atau pandangan bagi generasi muda kita, sebab tanpa upaya itu, tentu saja generasi kita menjadi lambat dan menghabiskan waktunya demi mengalami faktor yang tidak perlu dilakukan. Sehingga diharapkan generasi muda kita hanya melanjutkan kepada hal-hal yang bersifat baik dan positif.
#Andisalim #jkwguard
#Toleransiindonesia
Mari kita suarakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar