Penulis : Andi Salim
Proses sosialisasi dukungan kearah pemilihan Presiden pada jaman sekarang yang gencar akan teknologi digital dan elektronik menciptakan arus baru dan cara modern untuk melakukan kampanye guna jadi lebih mudah bersosialisasi dan mengenalkan diri sebagai calon pemimpin kepada khalayak. Hal itu ditandai dari para calon yang masuk pada ruang-ruang publik yang justru sengaja dibentuk oleh para pendukungnya melalui dibuatnya komunitas group, baik dalam media whatsap atau pun telegram dan lain sebagainya.
Faktor ini tentu saja memudahkan bakal calon presiden agar dikenalkan kepada masyarakat, apalagi ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, maka hal itu mendorong masyarakat untuk menciptakan komunitas group guna mendekatkan diri bakal calon tersebut, sekaligus mengenalkannya secara lebih terbuka dan lebih dekat lagi. Hal itu pun menjadi trend politik hingga saat ini banyak politikus dari partai tertentu yang digadang gadang untuk maju sebagai calon dari para influencer yang membentuk opini publik atau sekedar test selera pasar bagi Bakal calon tertentu sebelum memperoleh rekomendasi partai apa yang akan mengusungnya.
Keadaan dimana sering terlihat, bahkan tak jarang hal itu sejak jauh hari menjadi ajang perekrutan masa yang mendorong terbitnya rekomendasi partai bagi pencalonan kepala daerah atau Presiden. Walau KPU belum menetapkan waktu dan tanggal pendaftaran penyelenggaraannya, jangankan bulan, tahunnya saja belum mendekati masa waktu pemilihan tersebut untuk dilaksanakan. Sebab itu, ramainya peserta aksi para pendukung itu menjadi dinamika yang terus terus memanasi aksi demokrasi hampir disetiap kawasan. Sehingga tak sedikit yang mempengaruhi dinamisasi internal partai yang secara latah ikut-ikutan dari cara-cara semacam ini.
Terdapat hal positif dari keberadaan dukungan publik seperti ini memang, namun dibalik itu juga terdapat dampak buruk yang dialami oleh sebuah partai, karena tarik-menarik kepentingan dan strategy untuk merusak kedisiplinan anggota partai terhadap sikap loyalnya serta mematuhi kebijakan dari keputusan atas terbitnya rekomendasi DPP Partai politik menjadi tergoyahkan, manakala calon yang dimunculkan masyarakat justru berbeda dengan calon yang memperoleh rekomendasi dari DPP partai tersebut.
Pada akhirnya rasa kecewa anggota dan sikap untuk tidak patuh kepada keputusan DPP partai pun terjadi, sehingga memicu surutnya soliditas partai itu sendiri yang semula hanya berdasarkan hasil rapat internal partai kini dipengaruhi nuansa tarik menarik dari isu eksternalnya. Lain lagi jika hal itu justru menjadi unsur kesengajaan bagi partai tertentu yang bertujuan memecah belah partai dari lawan politik yang dengan sengaja memunculkan kader partai lawan agar soliditas mereka dapat dipecah belah supaya menciptakan peluang bagi lawan agar menciptakan konsentrasi lawan yang disibukkan dengan dinamika internalnya.
Berdasarkan konsep bernegara, perspektif politik kebangsaan, memecah-belah parpol merupakan kejahatan politik yang harus dipahami sebagai black campaign. Karena akan berdampak sistemik dan berkepanjangan dalam pelemahan infrastruktur demokrasi. Apalagi Kejadian pemilihan walikota Surabaya lalu tentu menjadi pelajaran tersendiri bagi PDI Perjuangan dalam merespon hal-hal semacam ini, PDI Perjuangan secara tegas menuding ada politik pemecah belah yang diterapkan lawannya dalam Pilwali Surabaya 2020 yang lalu, tentu ini akan menjadi preseden buruk bagi eksistensi demokrasi di Indonesia.
Jika hal ini tidak dicermati secara seksama, maka masyarakat akan dibingungkan dan semakin pesimis terhadap fear play dari cara penerapan demokrasi kita. sulitnya melihat persoalan ini secara jernih, serta adanya pihak yang mengetahui celah mana menjadi peluang untuk merusak internal partai lain, sesungguhnya bukan etika berpolitik yang sehat, tapi justru prilaku politik kotor yang sengaja ingin memecahbelah soliditas dan kekompakan pihak lain yang selama ini menggalangnya melalui kerja-kerja politik baik ditingkat pusat, daerah hingga ditingkat ranting dan anak ranting sekalipun.
Walau penulis tidak memiliki kepentingan apapun dibalik cerita semacam ini, penulis menghimbau kepada Pengurus partai politik serta berikut jajaran dibawahnya, agar melakukan evaluasi yang lebih komprehensif dan melihat persoalan ini secara jernih dan mendalam, sebab banyak yang mengatasnamakan loyalis partai pada akhirnya malah merusak citra partainya pelakunya sendiri. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan pencerahan kepada segenap kader partai apapun di seluruh Indonesia agar tetap loyal dan memiliki dedikasi yang tinggi untuk mematuhi Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partainya masing-masing dan tidak melakukan upaya yang merusak dinamika internal partai lain sebagai rivalitasnya.
#Toleransiindonesia #jkwguard #Andisalim
Mari kita suarakan
Faktor ini tentu saja memudahkan bakal calon presiden agar dikenalkan kepada masyarakat, apalagi ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, maka hal itu mendorong masyarakat untuk menciptakan komunitas group guna mendekatkan diri bakal calon tersebut, sekaligus mengenalkannya secara lebih terbuka dan lebih dekat lagi. Hal itu pun menjadi trend politik hingga saat ini banyak politikus dari partai tertentu yang digadang gadang untuk maju sebagai calon dari para influencer yang membentuk opini publik atau sekedar test selera pasar bagi Bakal calon tertentu sebelum memperoleh rekomendasi partai apa yang akan mengusungnya.
Keadaan dimana sering terlihat, bahkan tak jarang hal itu sejak jauh hari menjadi ajang perekrutan masa yang mendorong terbitnya rekomendasi partai bagi pencalonan kepala daerah atau Presiden. Walau KPU belum menetapkan waktu dan tanggal pendaftaran penyelenggaraannya, jangankan bulan, tahunnya saja belum mendekati masa waktu pemilihan tersebut untuk dilaksanakan. Sebab itu, ramainya peserta aksi para pendukung itu menjadi dinamika yang terus terus memanasi aksi demokrasi hampir disetiap kawasan. Sehingga tak sedikit yang mempengaruhi dinamisasi internal partai yang secara latah ikut-ikutan dari cara-cara semacam ini.
Terdapat hal positif dari keberadaan dukungan publik seperti ini memang, namun dibalik itu juga terdapat dampak buruk yang dialami oleh sebuah partai, karena tarik-menarik kepentingan dan strategy untuk merusak kedisiplinan anggota partai terhadap sikap loyalnya serta mematuhi kebijakan dari keputusan atas terbitnya rekomendasi DPP Partai politik menjadi tergoyahkan, manakala calon yang dimunculkan masyarakat justru berbeda dengan calon yang memperoleh rekomendasi dari DPP partai tersebut.
Pada akhirnya rasa kecewa anggota dan sikap untuk tidak patuh kepada keputusan DPP partai pun terjadi, sehingga memicu surutnya soliditas partai itu sendiri yang semula hanya berdasarkan hasil rapat internal partai kini dipengaruhi nuansa tarik menarik dari isu eksternalnya. Lain lagi jika hal itu justru menjadi unsur kesengajaan bagi partai tertentu yang bertujuan memecah belah partai dari lawan politik yang dengan sengaja memunculkan kader partai lawan agar soliditas mereka dapat dipecah belah supaya menciptakan peluang bagi lawan agar menciptakan konsentrasi lawan yang disibukkan dengan dinamika internalnya.
Berdasarkan konsep bernegara, perspektif politik kebangsaan, memecah-belah parpol merupakan kejahatan politik yang harus dipahami sebagai black campaign. Karena akan berdampak sistemik dan berkepanjangan dalam pelemahan infrastruktur demokrasi. Apalagi Kejadian pemilihan walikota Surabaya lalu tentu menjadi pelajaran tersendiri bagi PDI Perjuangan dalam merespon hal-hal semacam ini, PDI Perjuangan secara tegas menuding ada politik pemecah belah yang diterapkan lawannya dalam Pilwali Surabaya 2020 yang lalu, tentu ini akan menjadi preseden buruk bagi eksistensi demokrasi di Indonesia.
Jika hal ini tidak dicermati secara seksama, maka masyarakat akan dibingungkan dan semakin pesimis terhadap fear play dari cara penerapan demokrasi kita. sulitnya melihat persoalan ini secara jernih, serta adanya pihak yang mengetahui celah mana menjadi peluang untuk merusak internal partai lain, sesungguhnya bukan etika berpolitik yang sehat, tapi justru prilaku politik kotor yang sengaja ingin memecahbelah soliditas dan kekompakan pihak lain yang selama ini menggalangnya melalui kerja-kerja politik baik ditingkat pusat, daerah hingga ditingkat ranting dan anak ranting sekalipun.
Walau penulis tidak memiliki kepentingan apapun dibalik cerita semacam ini, penulis menghimbau kepada Pengurus partai politik serta berikut jajaran dibawahnya, agar melakukan evaluasi yang lebih komprehensif dan melihat persoalan ini secara jernih dan mendalam, sebab banyak yang mengatasnamakan loyalis partai pada akhirnya malah merusak citra partainya pelakunya sendiri. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan pencerahan kepada segenap kader partai apapun di seluruh Indonesia agar tetap loyal dan memiliki dedikasi yang tinggi untuk mematuhi Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partainya masing-masing dan tidak melakukan upaya yang merusak dinamika internal partai lain sebagai rivalitasnya.
#Toleransiindonesia #jkwguard #Andisalim
Mari kita suarakan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar