Penulis :Andi Salim
Berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang merupakan peraturan dari hukum positif dan tertinggi sekaligus sebagai alat kontrol terhadap peraturan perundang-undangan yang diberlakukan sebagai turunannya, sering dipersoalkan dari pemberlakuannya, artinya hukum yang saat ini berlaku mencakup aturan perundangan yang semestinya diterima secara umum, ataupun ketetapan hukum yang berlaku secara umum, dimana pelaksanaannya dikawal oleh aparatur negara untuk digunakan pada sistem peradilan yang kita miliki. Kini mendapat tantangan dalam penegakannya.
Kalimat Ketuhanan yang maha Esa dalam Mukadimah UUD 1945 merupakan pengakuan berketuhanan dari negara untuk rakyatnya, dengan kewajiban bagi seluruh umat beragama dalam menjalankan perintah agamanya pula, dimana keberadaan agama itu diakui oleh Undang-undang untuk dijalankan bagi para penganutnya, sehingga atas dasar itu berlakunya perundang-undangan disesuaikan dengan kondisi agama yang telah diakui tersebut, serta setiap umat dapat menjalankan peribadatannya, termasuk umat Islam pada umumnya.
Membangun Indonesia di dalam Islam, adalah kesadaran bahwa semua manusia sama, kalimatun sawa (titik temu), dan toleran terhadap perbedaan. Pemikiran Islam yang meliputi cara berpikir yang moderat (tawassuth). Artinya, Islam Nusantara berada dalam posisi yang tidak tekstualis, tetapi juga tidak liberal. Tekstualis dimaksud adalah berpikir secara kaku pada nash (al-jumûd al-manqûlãt) sebagaimana yang terjadi pada kaum Wahabi di dalam memahami teks-teks Al Quran. Adapun Liberal yang dimaksud adalah cara berpikir yang bebas tanpa mengesampingkan metodologi yang disepakati di kalangan ulama yang dijadikan pegangan berpikir di kalangan NU.
Pada kenyataannya, pengertian akan konteks peran serta islam itu tidak sepenuhnya dipahami oleh kalangan Islam tanah air, dari hal itu, sudah barang tentu penegakan konstitusi yang berlandaskan undang-undang kini menjadi galau dan sedikit mengalami hambatan dari ketentuannya yang menegakkan Azas kenegaraan, bahkan tarikan agar negara ini menganut pada salah satu agama tidak saja menciptakan keadaan semakin kelabu dari pandangan jauh untuk melihat jernihnya suasana kebangsaan yang kini sudah terhalang oleh kabut lain yang mempertentangkan eksistensi Islam Nusantara itu sendiri
Keberadaaan konsep khilafah yang menawarkan sudut pemahaman hukum yang hanya berlandaskan ketentuan agama saja, serta menolak paham agama lain yang berbeda itu tentu menjadi pertentangan dikalangan masyarakat saat ini. Namun dampaknya, peradilan kita seakan menjadi ragu dan mengalami surutnya keyakinan dalam menetapkan keputusannya. Mereka seakan lari dari hukum konstitusi dan masuk pada sumber keyakinan lain yaitu agama. Maka disanalah hukum konstitusi mengalami pergeseran, sehingga menegakkan aturan bernegara itu semakin dicampuradukkan pada sumber keyakinan kebenaran itu sendiri, sehingga aturan benar dan salah menjadi sesuatu yang luas sifatnya.
Walau bagaimanapun, hukum agama terlalu luas bila disandingkan dengan hukum konstitusi kita, sehingga akan selalu mempengaruhi untuk terjalin erat dengan negara. Hukum agama adalah salah satu norma sumber dari sekian banyak norma agama yang ada. Hukum agama bersifat universal, karena mendasarkan berbagai ketentuannya atas dasar tingkatan hukum yang dimilikinya, baik hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan tuhannya, serta manusia dengan lingkungannya, bahkan manusia dengan alam semesta sekalipun. Tentu saja hal ini berbeda, dimana hukum konstitusi kita hanya sebatas mengatur hubungan berbangsa dan bernegara saja.
Pengertian negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum dan berlaku hanya sebatas wilayah kedaulatan hukum suatu negara. Sehingga kedaulatan hukum yang berlaku di indonesia tidak bersifat universal dan berlaku diseluruh dunia sebagaimana hukum agama yang berlandaskan sifat universal yang dimilikinya.
Oleh karenanya, menyandingkan ketentuan hukum agama dan hukum negara yang berdaulat adalah suatu pengembangan instrumen yang menjadi keliru oleh karena terlalu luas dan terlalu tinggi yang melampaui batas wilayah kedaulatan hukum negara itu sendiri. Namun demikian, sifat kompromi atas hukum agama yang diberlakukan dengan penyerapan makna toleransi yang baik bukan sesuatu hal yang mustahil. Sebab penyerapan hukum agama kepada hukum konstitusi negara adalah keniscayaan yang dapat diwujudkan pula.
#Andisalim #jkwguard
#TNIindonesia
#Polisiindonesia
#Toleransiindonesia
Mari kita suarakan
Kalimat Ketuhanan yang maha Esa dalam Mukadimah UUD 1945 merupakan pengakuan berketuhanan dari negara untuk rakyatnya, dengan kewajiban bagi seluruh umat beragama dalam menjalankan perintah agamanya pula, dimana keberadaan agama itu diakui oleh Undang-undang untuk dijalankan bagi para penganutnya, sehingga atas dasar itu berlakunya perundang-undangan disesuaikan dengan kondisi agama yang telah diakui tersebut, serta setiap umat dapat menjalankan peribadatannya, termasuk umat Islam pada umumnya.
Membangun Indonesia di dalam Islam, adalah kesadaran bahwa semua manusia sama, kalimatun sawa (titik temu), dan toleran terhadap perbedaan. Pemikiran Islam yang meliputi cara berpikir yang moderat (tawassuth). Artinya, Islam Nusantara berada dalam posisi yang tidak tekstualis, tetapi juga tidak liberal. Tekstualis dimaksud adalah berpikir secara kaku pada nash (al-jumûd al-manqûlãt) sebagaimana yang terjadi pada kaum Wahabi di dalam memahami teks-teks Al Quran. Adapun Liberal yang dimaksud adalah cara berpikir yang bebas tanpa mengesampingkan metodologi yang disepakati di kalangan ulama yang dijadikan pegangan berpikir di kalangan NU.
Pada kenyataannya, pengertian akan konteks peran serta islam itu tidak sepenuhnya dipahami oleh kalangan Islam tanah air, dari hal itu, sudah barang tentu penegakan konstitusi yang berlandaskan undang-undang kini menjadi galau dan sedikit mengalami hambatan dari ketentuannya yang menegakkan Azas kenegaraan, bahkan tarikan agar negara ini menganut pada salah satu agama tidak saja menciptakan keadaan semakin kelabu dari pandangan jauh untuk melihat jernihnya suasana kebangsaan yang kini sudah terhalang oleh kabut lain yang mempertentangkan eksistensi Islam Nusantara itu sendiri
Keberadaaan konsep khilafah yang menawarkan sudut pemahaman hukum yang hanya berlandaskan ketentuan agama saja, serta menolak paham agama lain yang berbeda itu tentu menjadi pertentangan dikalangan masyarakat saat ini. Namun dampaknya, peradilan kita seakan menjadi ragu dan mengalami surutnya keyakinan dalam menetapkan keputusannya. Mereka seakan lari dari hukum konstitusi dan masuk pada sumber keyakinan lain yaitu agama. Maka disanalah hukum konstitusi mengalami pergeseran, sehingga menegakkan aturan bernegara itu semakin dicampuradukkan pada sumber keyakinan kebenaran itu sendiri, sehingga aturan benar dan salah menjadi sesuatu yang luas sifatnya.
Walau bagaimanapun, hukum agama terlalu luas bila disandingkan dengan hukum konstitusi kita, sehingga akan selalu mempengaruhi untuk terjalin erat dengan negara. Hukum agama adalah salah satu norma sumber dari sekian banyak norma agama yang ada. Hukum agama bersifat universal, karena mendasarkan berbagai ketentuannya atas dasar tingkatan hukum yang dimilikinya, baik hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan tuhannya, serta manusia dengan lingkungannya, bahkan manusia dengan alam semesta sekalipun. Tentu saja hal ini berbeda, dimana hukum konstitusi kita hanya sebatas mengatur hubungan berbangsa dan bernegara saja.
Pengertian negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum dan berlaku hanya sebatas wilayah kedaulatan hukum suatu negara. Sehingga kedaulatan hukum yang berlaku di indonesia tidak bersifat universal dan berlaku diseluruh dunia sebagaimana hukum agama yang berlandaskan sifat universal yang dimilikinya.
Oleh karenanya, menyandingkan ketentuan hukum agama dan hukum negara yang berdaulat adalah suatu pengembangan instrumen yang menjadi keliru oleh karena terlalu luas dan terlalu tinggi yang melampaui batas wilayah kedaulatan hukum negara itu sendiri. Namun demikian, sifat kompromi atas hukum agama yang diberlakukan dengan penyerapan makna toleransi yang baik bukan sesuatu hal yang mustahil. Sebab penyerapan hukum agama kepada hukum konstitusi negara adalah keniscayaan yang dapat diwujudkan pula.
#Andisalim #jkwguard
#TNIindonesia
#Polisiindonesia
#Toleransiindonesia
Mari kita suarakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar