22/11/2022
REFLEKSI PEMIKIRAN ATAS DAMPAK KEBODOHAN SESEORANG
Penulis : Andi Salim
Kebodohan adalah keadaan dan situasi di saat kurangnya pengetahuan terhadap sesuatu informasi yang bersifat subjektif. Kata bodoh adalah kata sifat yang menggambarkan keadaan di saat seseorang tidak menyadari sesuatu hal, tetapi masih memiliki kemampuan untuk memahaminya.
Hal ini tidak sama dengan tingkat kecerdasan yang rendah atau dungu, sebab kedunguan adalah kualitas akal seseorang yang secara intelektual dan tingkat pendidikan yang dimilikinya relatif rendah, oleh karenanya hal itu berbeda dengan sifat bodoh yang dimiliki seseorang.
Bahkan ada ungkapan masyarakat yang salah memahami konteks dari dua istilah ini, ketika menyebut kata dungu seakan sama dengan kata bodoh, padahal yang dimaksudkan Dungu adalah ketidak logis-an untuk menggambarkan keadaan seseorang yang tidak mampu berpikir secara sistematis. Makanya dungu sering disebutkan dengan istilah otak yang tumpul.
Ketika manusia memaksimalkan potensi akalnya, niscaya akan terangkat derajatnya. Demikian sebaliknya ketika manusia mengabaikan akalnya manusia akan terpuruk derajatnya sebagai manusia. Sehingga potensi akal ini akan sempurna ketika manusia memaksimalkan penggunaan akalnya.
Keadaan itu akan berbanding terbalik ketika manusia tidak memanfaatkan penggunaan akalnya. Manusia adalah makhluk yang sosial, dengan itu manusia menggunakan akal pikirannya untuk tumbuh dan berkembang, serta menggunakannya semaksimal mungkin kemampuan bagi kebutuhan dirinya maupun orang disekitarnya.
Namun demikian, terdapat pemahaman bahwa akal tersebut harus memperoleh pemahaman agama, sebab akal akan mampu menyerap dan membekali dirinya atas kebenaran dan nilai-nilai diluar kemampuan berfikirnya. Maka agama akan redup bilamana fasilitas akal yang diberikan oleh Tuhan tidak dimanfaatkan untuk menopang eksistensi agama. Salah satunya tentu dengan memanfaatkan akal sebagai penyempurna dari penggunaan agama itu sendiri.
Setiap orang harus keluar dari situasi kebodohannya, Orang yang tidak bodoh, cenderung dikaitkan dengan pribadi yang menarik, kreatif, berjiwa petualang, punya pemikiran kritis, dan pragmatis. Mereka cenderung selalu mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan konstan, serta terobsesi untuk menemukan kebenaran.
Terdapat hal yang kontradiktif dari prilaku manusia, banyak yang ingin maju dan berkembang dan mencapai tujuan hidupnya, untuk menjadi sosok yang lebih berpotensi, dan mengatasi permasalahan dirinya sendiri dan disekitarnya, serta mendapatkan status sosial lebih tinggi.
Namun jika orang lain ingin membantu demi mewujudkan harapannya itu, dengan memberikan penilaian atas apa yang dimilikinya dan mengkritiknya dari sisi kekurangan dalam dirinya yang dapat ditingkatkannya, serta menawarkan solusi berfikir yang bijaksanaan dan konstruktif agar berguna untuk menopang tujuannya tersebut, kebanyakan dari orang itu lebih suka untuk tidak mendengar dan menerimanya.
Karena alasan inilah seseorang akan menyambut kritik terhadap dirinya itu dengan melakukan perdebatan, sehingga respon pertama seseorang yang dikritik itu sering berupa tanggapan untuk mempertahankan diri dan pendapatnya / self defense.
Sikap ini membuatnya semakin protektif dan merasa lebih baik, padahal semestinya tidak demikian, sebab dari kenyataan itu, seseorang tidak akan mampu untuk menilai dirinya sendiri, oleh karenanya memerlukan penilaian dari orang lain agar mengetahui posisi dirinya yang lebih presisi dari segenap kemampuan yang dimilikinya.
Oleh karenanya, kebodohan itu hanya persoalan kemauan untuk mengolah akal agar keluar dari kekurangan pengetahuannya saja, hal itu masih dapat dikejar dengan cara meningkatkan dirinya, berbeda dengan kata "dungu" yang lebih mengarah kepada prosesornya yang lemah, semoga tulisan ini menjadikan kita lebih semangat untuk selalu melakukan upgrade yang up to date demi status kita yang lebih baik.
Kebodohan adalah keadaan dan situasi di saat kurangnya pengetahuan terhadap sesuatu informasi yang bersifat subjektif. Kata bodoh adalah kata sifat yang menggambarkan keadaan di saat seseorang tidak menyadari sesuatu hal, tetapi masih memiliki kemampuan untuk memahaminya.
Hal ini tidak sama dengan tingkat kecerdasan yang rendah atau dungu, sebab kedunguan adalah kualitas akal seseorang yang secara intelektual dan tingkat pendidikan yang dimilikinya relatif rendah, oleh karenanya hal itu berbeda dengan sifat bodoh yang dimiliki seseorang.
Bahkan ada ungkapan masyarakat yang salah memahami konteks dari dua istilah ini, ketika menyebut kata dungu seakan sama dengan kata bodoh, padahal yang dimaksudkan Dungu adalah ketidak logis-an untuk menggambarkan keadaan seseorang yang tidak mampu berpikir secara sistematis. Makanya dungu sering disebutkan dengan istilah otak yang tumpul.
Ketika manusia memaksimalkan potensi akalnya, niscaya akan terangkat derajatnya. Demikian sebaliknya ketika manusia mengabaikan akalnya manusia akan terpuruk derajatnya sebagai manusia. Sehingga potensi akal ini akan sempurna ketika manusia memaksimalkan penggunaan akalnya.
Keadaan itu akan berbanding terbalik ketika manusia tidak memanfaatkan penggunaan akalnya. Manusia adalah makhluk yang sosial, dengan itu manusia menggunakan akal pikirannya untuk tumbuh dan berkembang, serta menggunakannya semaksimal mungkin kemampuan bagi kebutuhan dirinya maupun orang disekitarnya.
Namun demikian, terdapat pemahaman bahwa akal tersebut harus memperoleh pemahaman agama, sebab akal akan mampu menyerap dan membekali dirinya atas kebenaran dan nilai-nilai diluar kemampuan berfikirnya. Maka agama akan redup bilamana fasilitas akal yang diberikan oleh Tuhan tidak dimanfaatkan untuk menopang eksistensi agama. Salah satunya tentu dengan memanfaatkan akal sebagai penyempurna dari penggunaan agama itu sendiri.
Setiap orang harus keluar dari situasi kebodohannya, Orang yang tidak bodoh, cenderung dikaitkan dengan pribadi yang menarik, kreatif, berjiwa petualang, punya pemikiran kritis, dan pragmatis. Mereka cenderung selalu mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan konstan, serta terobsesi untuk menemukan kebenaran.
Terdapat hal yang kontradiktif dari prilaku manusia, banyak yang ingin maju dan berkembang dan mencapai tujuan hidupnya, untuk menjadi sosok yang lebih berpotensi, dan mengatasi permasalahan dirinya sendiri dan disekitarnya, serta mendapatkan status sosial lebih tinggi.
Namun jika orang lain ingin membantu demi mewujudkan harapannya itu, dengan memberikan penilaian atas apa yang dimilikinya dan mengkritiknya dari sisi kekurangan dalam dirinya yang dapat ditingkatkannya, serta menawarkan solusi berfikir yang bijaksanaan dan konstruktif agar berguna untuk menopang tujuannya tersebut, kebanyakan dari orang itu lebih suka untuk tidak mendengar dan menerimanya.
Karena alasan inilah seseorang akan menyambut kritik terhadap dirinya itu dengan melakukan perdebatan, sehingga respon pertama seseorang yang dikritik itu sering berupa tanggapan untuk mempertahankan diri dan pendapatnya / self defense.
Sikap ini membuatnya semakin protektif dan merasa lebih baik, padahal semestinya tidak demikian, sebab dari kenyataan itu, seseorang tidak akan mampu untuk menilai dirinya sendiri, oleh karenanya memerlukan penilaian dari orang lain agar mengetahui posisi dirinya yang lebih presisi dari segenap kemampuan yang dimilikinya.
Oleh karenanya, kebodohan itu hanya persoalan kemauan untuk mengolah akal agar keluar dari kekurangan pengetahuannya saja, hal itu masih dapat dikejar dengan cara meningkatkan dirinya, berbeda dengan kata "dungu" yang lebih mengarah kepada prosesornya yang lemah, semoga tulisan ini menjadikan kita lebih semangat untuk selalu melakukan upgrade yang up to date demi status kita yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar