SEGALANYA TERPULANG KEPADA MORALITAS PRIBADI YANG BAIK
Penulis : Andi Salim
Realitas saat ini sangat dipengaruhi sikap dan penilaian atas apa yang menjadi nilai suatu moral. Filsafat moral adalah upaya untuk mensistematisasikan pengetahuan
tentang hakikat moralitas dan apa yang dituntut dari seorang manusia mengenai bagaimana seharusnya manusia itu menjalani hidup. Sebab moral adalah suatu tata cara atau tingkah laku baik dan buruk seseorang berdasarkan pandangan hidup yang dipegang teguh oleh seseorang terlepas dari agama yang dianutnya. Moral itu sangat penting bagi setiap orang yang secara kolektif mempengaruhi bangsa ini. Karena apabila moral seseorang hancur lambat laun mempengaruhi situasi moral secara umum yang pada akhirnya menghancurkan kolektifitas moral bangsa.
Maka setiap orang harus menjaga prilaku di muka umum, Bangsa yang memperhatikan prilaku moralnya, tentu akan ikut melakukan sumbangsih terhadap kebaikan moral secara umum. Namun dewasa ini kebanyakan orang cenderung mengabaikan perilaku yang mencerminkan sikap bermoral seseorang. Karena moral yang tercermin pada perbuatan ditengah masyarakat khususnya dari para pejabat di suatu instansi pemerintah akan menjadi gambaran yang mewakili dari orang-orang yang berada dilingkungan pemerintahan itu sendiri. Merosotannya moral bangsa tersebut tentunya perlu adanya perbaikan dan juga koreksi dalam upaya mengembalikannya secara kolektif demi keberlangsungan berbangsa dan bernegara yang sehat.
Kemauan untuk memperbaiki moral, harus menjadi komitmen dan syarat bagi siapapun yang menduduki jabatan tertentu dalam jajaran pemerintahan baik pusat maupun daerah, termasuk bidang bidang yang terdapat didalamnya. Adanya pembagian bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagai bidang pembagian induk kekuasaan, harus sama-sama menjaga moral dan batasan dari apa yang sebaiknya ditampakkan demi terciptanya kolektifitas moralitas yang diharapkan, Kita tidak tahu persis bagaimana nasib keberlangsungan bangsa Indonesia ini ke depan, Jika dilihat dari banyaknya fenomena moral pejabat yang tidak lagi memperdulikan citranya yang baik, serta memegang kendali atas nilai-nilai kejujuran atau malah cenderung mengkhianati bangsanya sendiri, betapa bangsa ini akan mengalami keruntuhan sebagai akibatnya.
Sebenarnya sudah banyak diterapkan bimbingan mental serta pengarahan yang diprogramkan pada setiap departemen atau kelembagaan disetiap sektor pemerintah, bahkan secara rutin mengadakan agenda semacam ini dan tidak sedikit pula anggaran yang digelontorkan demi tercapainya moralitas pejabat yang baik, namun hal itu belum menjadi pegangan dari para pejabat yang justru tak jarang menjadi mentor dalam programnya pula. Bagaikan ucapan tanpa tindakan yang berlandaskan hati nurani, korupsi tetap saja menjadi bagian yang terus menjadi pintu keserakahan akan harta dan ketamakan mereka.
Anehnya moral yang terdegradasi ini melanda hampir semua lapisan birokrasi tanpa kecuali, bahkan banyak juga yang ketika berhadapan dengan aparat penegak hukum, mereka selalu berlindung dibalik kata “Asas praduga tak bersalah” dan celah hukum lain, seperti menunggu “Surat ijin pemeriksaan dari Presiden” dan lain sebagainya. Jika cara demikian kurang ampuh untuk lolos dari jerat hukum yang dihadapinya, mereka akan melakukan hal-hal yang aneh sebagaimana para pendahulunya dalam upaya menyelamatkan mukanya, dimana mereka pun sengaja menyumbangkan sebagian hasil korupsinya kepada pembangunan sarana ibadah atau kegiatan sosial masyarakat, yang mana cara tersebut mereka anggap mampu melunturkan pengkhianatannya terhadap negara atau setidaknya melunturkan dosa yang telah diperbuatnya.
Dibalik itu, sebenarnya terdapat peran seorang Ibu dalam memupuk moral bagi setiap anak dari putra putri mereka. Setiap anak, tentu diasah sejak dini dan tangan-tangan orang tuanya tentu menjadi ampuh untuk menggembleng moral bagi setiap putra putrinya, demikian kuatnya hal itu tertanam, maka setiap pribadi dari anggota keluarga itu, tentu sangat membanggakan sosok seorang ibu dan sangat menghormatinya, baik secara lahir mau pun bathin, namun ironisnya, para anak mereka yang telah duduk sebagai pejabat itu justru menyeret nama baiknya ke dalam dampak perbuatan dari kejahatan korupsi para anak-anaknya, oleh karena publik akan menjustifikasi mereka, tak terkecuali bahwa sang ibu telah begitu gagal dalam menanamkan moral yang baik bagi pejabat tersebut.
Hal itu menampakkan betapa rendahnya pengetahuan para pejabat itu, baik penguasaannya tentang agama serta menghitung dampaknya terhadap nilai-nilai kebaikan sebagai asuhan dari keluarga mana dirinya berasal. Surutnya moral itu lebih kepada cara melihat, cara menyerap sekaligus memaknai bahwa jabatan itu bukan sekedar eksisting dari pribadinya, melainkan kesempatan untuk melakukan tindakan yang ikhlas, jujur dan amanah. Jangan sampai bangsa ini malah menjadi semak belukar atas warisan contoh buruk dari para pejabat, dimana keadaan ini semakin memprihatinkan oleh karena contoh-contoh baik yang malah sirna entah kemana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar