SESUNGGUHNYA HANYA KELEDAI SERING MASUK PADA LUBANG YANG SAMA
Penulis : Andi Salim
Akibat kenaikan harga BBM subsidi membuat pandangan netizen terbelah, bahkan banyak diantaranya yang tidak setuju dibalik pemberlakuan kebijakan ini. Namun bukan berarti kebijakan ini tidak dapat dirubah, sebab masih terdapat opsi lain yang selayaknya ditempuh pemerintah dari sekedar menaikkan harga BBM Subsidi yang dianggap menyeret kenaikan harga barang dan jasa yang saat ini sebagian sudah dirasakan masyarakat. Selain kenaikan harga sembako, kenaikan lain pun terus mengimbas di berbagai aspek yang melekat terhadap pengeluaran rutin masyarakat, sebut saja transportasi dalam kota dan antar provinsi.
Sebagian masyarakat pun hanya mengikuti kebijakan pemerintah dari apapun ekses yang ditimbulkannya, namun sebagian lainnya menilai bahwa terdapat sesuatu hal yang pantas untuk dikritik dari lemahnya efektifitas subsidi ini diberlakukan. Sebab tak jarang berlakunya subsidi pemerintah justru menjadikan kebangkrutan atas ekonomi suatu negara. Dimana melemahnya ekonomi suatu negara sering ditengarai oleh pemberlakuan kebijakan subsidi yang tidak tepat pada sasarannya, sehingga negara terancam mengalami resesi bahkan menuju kebangkrutan sebagaimana yang dialami Sri Lanka dan Venezuela saat ini.
Sesungguhnya lebih mudah untuk mengambil sikap diam, dan membiarkan kebijakan apapun yang diberlakukan oleh pemerintah, apalagi rintangan yang dihadapi pun tidaklah ringan dan sedikit. Banyak yang menyebutkan sikap kritik ini sebagai sosok pembangkang, atau malah lebih menyudutkan bahwa mereka yang mengkritik saat ini tidak lebih pintar atau memiliki kedudukan yang setara dengan pejabat atau menteri yang mengelola pemerintahan saat ini. Apalagi jika kritik yang disampaikan itu datangnya dari rakyat biasa seperti penulis atau beberapa kawan lainnya, tentu saja menjadi kurang pantas bagi beberapa gelintir orang yang lebih menyandarkan ukurannya pada status dan kedudukan.
Tulisan ini adalah penulisan terakhir mengenai kinerja BUMN dari beberapa tulisan sebelumnya dimana saya berharap anda sekalian sudah membacanya. Hal itu sebagai konfirmasi bahwa koreksi dan meluruskan persoalan bukanlah suatu sikap pembangkangan terhadap kebijakan yang diambil pemerintah. Apalagi dari track recordnya selama 8 tahun yang secara seksama penulis pun mengamati, jika apa yang dilakukan oleh Jokowi dan jajarannya sungguh suatu kemajuan yang belum pernah dicapai oleh rezim pemerintah mana pun sebelumnya. Lantas, apakah sikap kritik itu sudah tidak lagi dibutuhkan, bahkan harus di bumi hanguskan oleh karena kecintaan kita terhadap Jokowi saat ini.
Kita boleh saja percaya dengan sosok jokowi, namun 100% meyakini pembantunya tentu saja "No Way" atau malah keliru sama sekali. Sebab jokowi berbeda dengan pembantunya, apalagi didapati jika sosok pembantunya tersebut justru tertangkap oleh KPK. Sebut saja Juliari P Batubara, Imam Nachrowi, Edhy Prabowo. Fakta ini membuktikan bahwa kita sebaiknya tetap menjaga, mengingatkan sekaligus meluruskan jika hal itu diperlukan. Upaya semacam itu seharusnya sebagai bentuk kecintaan masyarakat sesungguhnya untuk tidak sekedar acuh tak acuh terhadap situasi yang berkembang agar kemuliaan Jokowi akan terjaga hingga berakhir masa jabatannya nanti.
Perhatian itu semestinya dilakukan kedalam bentuk pengawasan dan pendampingan. Mereka yang tidak mengawasi dan mendampingi, bagaimana mungkin diartikan sebagai sosok yang melakukan perhatian. Bukankah kecintaan dari seorang ibu terhadap para anaknya itu tercurahkan dari sikap dan perhatiannya yang secara bersungguh-sungguh untuk mengawasi dan mendampingi para putra putrinya agar tidak jatuh atau terjerumus pada keadaan yang tidak diinginkannya. Sekalipun hal itu sering mendapat pertentangan oleh karena sang anak yang merasa sudah bisa menjaga diri sepenuhnya, akan tetapi hal itu belum teruji dan terbukti kemandiriannya.
Oleh sebab itulah, penulis merasa perlu menuangkan pikiran dan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan BUMN khususnya PT. Pertamina dibalik kompetisi globalnya yang saat ini dirasakan lemah. Sasaran dari tujuan penulisan ini tak lain adalah bagaimana kita mengambil sikap atas kucuran anggaran subsidi yang diakui oleh kalangan pemerintah dan BUMN sendiri yang secara objektif tidak tepat sasarannya. Sebab hampir 70%-80% subsidi yang dikucurkan itu justru dinikmati oleh kalangan mereka yang berkemampuan ekonomi secara baik. Tidakkah strategi ini harus dihentikan, atau dibenahi bahkan dikritik secara tuntas.
Ketahuilah, bahwa mereka yang pintar dan berpengalaman yang saat ini menduduki jabatan itu adalah mereka yang bermental lemah, artinya kejujuran saat ini adalah barang yang langka bahkan hampir mengalami kepunahan. Tak terkecuali di negara lain pun sama berlakunya. Maka jangan heran jika apa yang disampaikan Jokowi bahwa terdapat sekitar 60 negara yang akan ambruk perekonomiannya karena ancaman krisis dan kondisi global yang tidak menentu. Namun apakah hanya pengaruh kondisi global, atau disinyalir terdapatnya kasus korupsi yang menyebabkan kebangkrutan negaranya, sehingga tidak lagi mampu membayar kewajiban ULN mereka. Terserah anda sajalah menilainya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar