Rabu, 18 Januari 2023

STRATEGI PEMERINTAH DIBALIK TERBANGUNNYA INFRASTRUKTUR PENUNJANG PEMBANGUNAN

3/11/2022

STRATEGI PEMERINTAH DIBALIK TERBANGUNNYA INFRASTRUKTUR PENUNJANG PEMBANGUNAN
Penulis : Andi Salim

Pembangunan infrastruktur yang telah berlangsung sejak 2014 di era pemerintahan jokowi tentu memberi peluang bagi reboundnya investasi negara dari PMN yang telah dikucurkannya. Bahkan perluasan wilayah ekonomi pun semakin berkembang dari area-area yang selama ini tertinggal dan menjadi sentra perkembangan ekonomi baru termasuk IKN dan wilayah lain yang menjanjikan proyeksi keuntungan kedepan bagi tumbuhnya iklim usaha di masa mendatang. Hal ini terlihat dari naiknya besaran anggaran setiap tahun dari serapan pembiayaan Infrastruktur yang terbangun.

Pada 2014 saja, pemerintah telah menganggarkan untuk pembangunan infrastruktur Rp 118 triliun. Lalu realisasi anggaran infrastruktur pada APBN tahun 2015 sebesar Rp.189,7 triliun dan pada tahun Rp. 2016 naik kembali menjadi Rp. 313 Trilyun. Hal itu masih berlanjut pada APBN 2017 senilai Rp 387,3 triliun, tahun 2018 senilai Rp 410 Trilyun, pada tahun 2019 naik kembali Rp. 415 Trilyun, dilanjutkan pada tahun 2020 senilai Rp 281,1 Trilyun hingga tahun 2021 menjadi 417 Trilyun. Angka ini memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam mengalokasikan anggarannya untuk mengejar ketertinggalan negri kita.

Terdapat perselisihan dari pendapat yang menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur yang telah terbangun akan menggoyahkan posisi anggaran negara kita, namun hal itu terbantahkan, sebab dalam skala pemikiran ekonomi, permintaan pembangunan infrastruktur itu justru merupakan respon pasar yang mengharapkan ketersediaan sarana dan prasarana yang bukan didasari atas ambisi jokowi dalam melakukan tindakan tersebut. Selain memang tuntutan keadilan bagi masyarakat, bahwa pembangunan itu pun sebagai permintaan pasar jika ingin mendatangkan kebangkitan ekonomi nasional

Di ilustrasikan bahwa seringnya debitur pemilik usaha yang melakukan pinjaman modal usahanya kepada perbankan atas ambisi pribadi pelakunya yang justru membebani usaha itu sendiri, oleh karena hal itu bukan pada faktor usahanya yang membutuhkan tambahan modal kerja atau investasi agar mampu mengimbangi kecukupan volume permintaan, tambahan peralatan kerja menuju kecepatan produksi, atau pengembangan unit usaha baru yang berbasis pada permintaan pasar pula. Demikian pula dengan pembangunan infrastruktur yang saat ini dibangun secara masif.

Objektifitas sasaran pembangunan infrastruktur yang telah terbangun diberbagai kawasan itu, tentu bertujuan agar mendatangkan naiknya pendapatan negara disamping naiknya PDB nasional secara signifikan, baik dari posisi sektor penanaman investasi dalam negri / PMDN atau pun sisi investasi asing / PMA yang akan menyerap tenaga kerja sebagai side efeknya. Termasuk mobilitas manusia dan distribusi barang yang berorientasi pada ketahanan pangan nasional serta peningkatan eksport ke manca negara. Sebagai upaya persaingan indonesia di tingkat regional mau pun internasional pula.

Efek lanjutan dari hal itu, semestinya berimbas pada pendapatan pajak PBB, BPHTB, SSP dan retribusi lain untuk daerah yang diharapkan naik seiring pengembangan infrastruktur kawasan tersebut. Gairah iklim berusaha tentu berimbas pula pada kredit usaha dan tumbuhnya jumlah pelaku UKM dan UMKM seiring turunnya pandemi covid-19 serta kembali pulihnya PDB nasional yang selama ini telah tertekan. Namun disisi lain pemerintah pun harus mereposisi kekuatan APBN dengan mengurangi anggaran penanganan pandemi itu untuk tujuan kegiatan ekonomi yang signifikan pula.

Pada sisi lain, pemerintah pun harus menarik kebijakan monopoli dari lembaga atau organisasi profesi, untuk mengembalikan kewenangan itu kepada negara selaku penentu kebijakan yang sentralistik dari organisasi apapun untuk menyerap dana-dana masyarakat serta regulasi yang merugikan rakyat agar menjadi sumber pendapatan baru, seperti label *Halal* MUI dan kebijakan *Farmasi* yang selama ini dikuasai PB-IDI atau organisasi lain yang cenderung memanfaatkan legitimasi negara untuk meraih pendapatan organisasi guna membiayai kegiatan mereka.

Revitalisasi sektor investasi pemerintah pun perlu ditinjau kembali, terutama PMN terhadap perusahaan BUMN yang terus merugi. Sebab penyertaan Modal Negara untuk perusahaan BUMN yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional harus benar-benar bertujuan sebagai upaya memperbaiki struktur permodalan BUMN dan/atau anak perusahaan BUMN guna meningkatkan kapasitas usahanya atau anak perusahaan BUMN tersebut, termasuk skala prioritas dalam mendatangkan keuntungan bagi negara yang pada akhirnya menopang APBN Nasional.

Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari 2022 mencatatkan surplus sebesar Rp 19,7 triliun atau 0,11% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini tentu menjadi catatan bagi kita semua, betapa kondisi indonesia lebih tahan dan imun terhadap gejolak yang semestinya terganggu baik pengaruh dinamika dalam negeri mau pun luar negeri termasuk gejolak perang antara Rusia dan Ukraina yang baru-baru ini terjadi. Ketahanan sektor ekonomi kita tidak lagi serentak dahulu, bahkan Indonesia masih mampu mencuri keuntungan dimana negara lain telah terpuruk akibat pandemi yang belum usai hingga saat ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...