BENTURAN PENGGUNAAN HAK KEBEBASAN BERPENDAPAT YANG MERESAHKAN MASYARAKAT
Penulis : Andi Salim
Penggunaan Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi bahwa "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang." Namun pada kenyataannya penggunaan pasal ini diartikan sebagai keinginan yang dapat dipaksakan melalui cara-cara sepihak untuk melakukan demonstrasi atau demo anarkis yang merupakan situasi di mana kegiatan untuk mengeluarkan pikiran secara terbuka dan demonstratif tersebut dipenuhi dengan aksi anarkis yang mengesalkan banyak masyarakat lainnya.
Perbedaan harapan dan cara melihat persoalan pun banyak yang semakin tidak relevan. Sehingga benturan keinginan dan keyakinan permasalahan dari berbagai persoalan menjadi pemicu hadirnya demontrasi anarkis yang sama sekali tidak produktif bahkan cenderung merugikan dari berbagai sisi baik pemerintah mau pun masyarakat lain yang bertentangan dengan tema apa yang diusung terhadap perlunya demontrasi tersebut di ijinkan pihak kepolisian. Apalagi demontrasi itu malah menjadi ajang tunggang menunggangi kepentingan yang sarat dengan intrik politik.
Pemerintah perlu mempertegas aturan bahwa pemanfaatan kebebasan berpendapat ini tidak boleh kebablasan, sehingga screening atas uji kelayakan dan diperbolehkannya demontrasi tersebut digelar harus dikeluarkan secara bertahap, baik pada sisi waktu, tema yang diusung, serta tujuan dari demontrasi itu dikabulkan. Wahana menjadikan sarana demontrasi itu sesungguhnya untuk memperbaiki keadaan dari persoalan apa yang dirasakan perlu untuk disuarakan. Bukan sebagai ajang unjuk kekuatan dan pengerusakan yang seolah-olah legitimate dilakukan pasca diperbolehkan untuk turun ke jalan.
Memang kita merasakan dinamika politik saat ini sudah demikian berkembang, dimana banyak dari pihak pemerintah daerah yang tidak lagi peka terhadap persoalan masyarakat sehingga perlunya aksi demontrasi itu dilakukan, namun terdapat pula dari sisi masyarakat yang memanfaatkan ajang demontrasi itu sebagai upaya yang sia-sia dan malah tidak dibutuhkan sama sekali. Termasuk aksi demontrasi mahasiswa yang akan dilaksanakan pada tanggal 11 April 2022 nanti. Dimana mereka menyuarakan agar Presiden mempertegas penolakan penolakan usulan 3 periode dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Sehingga masyarakat pun bertanya-tanya untuk apa dan apa yang menjadi motif demonstrasi tersebut dimohonkan oleh pihak mahasiswa diberbagai daerah. Sebab hal itu telah dijawab berkali-kali bahkan diberbagai kesempatan jika Jokowi tidak lagi bersedia untuk dicalonkan atau ditetapkannya masa perpanjangan atau istilah apapun yang akan disematkan bagi upaya perubahan konstitusi demi tujuan tersebut. Oleh karenanya, keinginan untuk menggelar demonstrasi itu hanya suatu aksi yang kontra produktif dan menimbulkan dampak keresahan di tengah masyarakat nantinya.
Bahwa usulan tersebut pun sebenarnya berasal dari ruang politik dari berbagai Parpol yang notabenenya dari perwakilan masyarakat melalui sistem demokrasi yang kita pegang selama ini. Sehingga pertentangan antara rakyat yang menyalurkan haknya melalui sistem konstitusi yang tersedia sebagai mekanisme demokrasi dengan penggunaan pasal 28 ini dirasakan menjadi ewuh pakewuh yang sama-sama dilandasi pada manifestasi suara rakyat. Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah eksekutif, legislatif atau yudikatif kita akan melihat sifat urgency persoalan ini untuk disikapi.
Kewenangan hukum kita harus melihat bahwa penggunaan pasal 28 ini sebagai sesuatu kekhususan yang bersifat eksepsional untuk diterapkan, apalagi pengerahan massa yang bersifat aksi turun kejalan, sebab disalurkannya hak rakyat dalam memilih dengan koridor konstitusi merupakan cara yang legal dan sesuai dengan mekanisme demokrasi yang tersedia. Maka, pengerahan massa dan permohonan untuk melakukan demontrasi merupakan bagian yang semestinya diatur secara ketat agar hak-hak masyarakat yang lebih besar itu tidak diusik atau disentuh oleh golongan kecil untuk dirubah, apalagi dibatalkan.
Apalagi saat ini banyak organisasi dan partai politik yang mala menjadikan ajang turun kejalan sebagai upaya dalam melakukan intrik politik demi memaksakan kehendak dan menyeret-nyeret kelompok agama sehingga menimbulkan dampak intoleransi dan ketegangan ditengah masyarakat kita saat ini. Pelajaran dan pengalaman serta pengamatan dari berbagai aksi demontrasi yang pernah ada sungguh menimbulkan dampak buruk bagi tuntutan agar pemerintah melakukan kesempurnaan dalam menjalankan roda kekuasaannya.
Melalui tulisan ini, maka Toleransi Indonesia menolak aksi demontrasi apapun yang dimohonkan oleh siapapun agar ditinjau sebagai tindakan pengecualian dalam menyelesaikan persengketaan atau kecurigaan terhadap siapapun sebelum pihak pemohon aksi tersebut melakukan serangkaian upaya yang legitimate lainnya dalam memperoleh keterangan dan persetujuan termasuk dari dewan-dewan yang menjadi perwakilan rakyat itu sendiri. Sebab masyarakat lain pun membutuhkan ketenangan demi menjauhkan hiruk pikuk yang tidak diperlukan, apalagi hal itu justru menampakkan sikap anarkis dan menimbulkan sikap intoleransi yang merugikan pula.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
ini blog khusus untuk tulisan-tulisan dari Bapak Andi Salim, seorang tokoh toleransi di wilayah Gunung Sindur Rawa Kalong Bogor, sangat bagus untuk bacaan-bacaan opini dari beliau
Minggu, 19 Februari 2023
BENTURAN PENGGUNAAN HAK KEBEBASAN BERPENDAPAT YANG MERESAHKAN MASYARAKAT
16/07/2022
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...
-
15/10/2022 BENTURAN KEPENTINGAN MENCIPTAKAN PERBEDAAN Penulis : Andi Salim Siapa yang tidak ingin sama dalam segala hal, terutama bagi pasa...
-
13/08/2022 INDONESIA DITENGAH PUSARAN KRISIS GLOBAL YANG MENGHANTUI DUNIA Penulis : Andi Salim Jika ingin menguasai suatu negara, cara yang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar