Minggu, 19 Februari 2023

JANGAN MENYERAHKAN NEGERIMU SENDIRI KE TANGAN BANGSA LAIN

24/06/2022

JANGAN MENYERAHKAN NEGERIMU SENDIRI KE TANGAN BANGSA LAIN
Penulis : Andi Salim

Kita boleh saja susah dan kalah dalam pertarungan untuk memperjuangkan kelayakan hidup sehingga terpuruk sampai segalanya terasa telah mati, walau sampai detik ini pun kita masih saja bernafas dan dengan jantung yang masih berdetak secara normal. Namun tidak seharusnya segalanya dipasrahkan seakan-akan telah menyerah pada situasi yang mengombang-ambingkan keadaan diri seseorang dalam hidupnya. Oleh karenanya bersabar merupakan sebuah kunci kekuatan dari diri seseorang dalam menghadapi masalah. Walau banyak orang yang mengatakan bahwa memperdalam sikap kesabaran itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Dalam konteks berbangsa dan bernegara, negara memerlukan jiwa patriotisme dari warga negaranya, yang bersedia mengorbankan segala-galanya tidak saja untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Namun rela berkorban demi mempertahankannya pula. Sehingga dari sikap patriotisme itu akan menumbuhkan keberpihakkannya terhadap bangsa dan negaranya atau menumbuhkan Nasionalisme kebangsaan yang memahami seluk beluk negerinya serta menumbuhkan rasa cinta Tanah Airnya sendiri. Tujuan nasionalisme itu agar seseorang bersikap militan dalam mencintai negerinya dengan segenap pengabdian agar tidak mengenal kata menyerah dalam memperjuangkan bangsa dan negaranya.

Berbeda dengan sumpah lainnya, maka dalam sejarah Sumpah Pemuda merupakan salah satu yang menjadi tonggak terpenting bagi bangsa Indonesia. Para pemuda-pemudinya kala itu telah bertekad dan bersatu padu untuk membebaskan bangsanya sendiri dari cengkraman kolonialisme asing yang menjarah negerinya selama ratusan tahun. Maka, melalui ikrar sumpah pemuda yang diucapkannya dengan menyebutkan bahwa bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu yaitu INDONESIA. Hal itu menjadi tekad dan bukti kecintaan para pemuda-pemudi Indonesia terhadap negeri ini. Sebab telah banyak darah yang tertumpahkan dari perjuangan para pendahulunya.

Namun di era digitalisasi yang begitu menyibukkan mereka hingga kepedulian pada nilai berkeluarga pun semakin hambar, walau pun mereka ikut berkumpul namun pikirannya tidak menyertainya. Bahkan ketika mengemban suatu pekerjaan, apalagi menduduki jabatan publik, sudah tidak lagi mementingkan lingkungannya, apa lagi terhadap negerinya dimana dia dilahirkan. Sepenting apa Sumpah Pemuda dan Pancasila itu tidak lagi memiliki kesan apapun walau penebusannya dengan darah dan air mata, mereka akan lebih terbebani jika akun media sosialnya terblokir yang seolah-olah menjadi bencana besar dalam hidupnya. Gambaran ini menampakkan ketidakhadiran mereka dalam mempertahankan negeri ini.

Contoh keseharian yang mereka lihat adalah justru pada bagian bagaimana para pelaku yang mengenakan jaket Oranye itu tersenyum, manakala tertangkap tangan KPK dari kejahatan Korupsi yang membuat pelakunya hidup dengan berbagai kemewahan, sedangkan yang lainnya dianggap iri atau cemburu saja. Sebab hidup yang memiliki nilai kebenaran sekalipun tetap mengacu pada pro dan kontra, serta bagaimana publik memberikan penilaian terhadap dirinya. Bahkan dalam pandangannya, kekuasaan itu sarat akan kontroversi walau dalam hal itu seorang Presiden yang memiliki integritas dan kapabilitas yang baik, tidak luput dari cibiran dan hinaan terhadap dirinya.

Kebaikan yang dulu berakibat pada berkurangnya saldo pendapatan atau paling tidak membantu orang lain dari apa yang kita miliki, kini telah berubah dan mereka gantikan dengan istilah Like, Komen, Share dan Subscribe yang seolah-olah menjadi jalan kepedulian dari diri mereka terhadap situasi pergaulan dan pertemanan, meski esensi tatap muka tidak menjadi faktor yang penting, bahkan sama sekali belum pernah dijumpainya. Postingan status pun kian menjadi kewajiban dengan bertebarannya kabar untuk saling mengunggah diri mereka agar para pertemanannya bisa melihat posisi dan suasana dirinya yang update. Sehingga kabar duka pun semakin mudah diucapkan melalui copy paste dari tulisan komen sebelumnya.

Teori-teori pemikiran dari para tokoh dunia seperti, Karl mark, Max Weber atau Marxisme dan Leninisme bahkan ajaran buatan dari Ir. Soekarno yang dikenal dengan Marhaenisme untuk melawan Imperialisme dan Kapitalisme barat, serta teori Komunisme dan Sosialisme, yang dahulu dianggap sebagai kitab suci bagi segelintir orang, kini tidak lagi diminati bahkan kamus penyesuaian untuk mempertahankan bangsa dan negara itu dijadikan konten yang sepantasnya diunggah ke publik, agar mendatangkan 4 respon yang telah disebutkan diatas, apakah sekedar Like atau sampai dengan menekan Lonceng sebagai penuntas kehadiran para viewers langganannya.

Jika dahulu berbagai nasehat itu harus masuk kedalam pendengaran seseorang, maka kini mereka sama sekali mengalami kesulitan untuk menyediakan telinga dan pikirannya, apalagi untuk menyesuaikannya terhadap petunjuk atau nasehat itu yang dianggapnya sesuatu yang tidak lagi relevan dalam media komunikasi saat ini. Darurat prilaku sosial yang sekarang melanda generasi muda kita semakin difaktakan, bahwa banyak tokoh bangsa mencoba hadir di media sosial sebagai habitat generasi muda itu, agar menjangkau kepedulian dan perhatian mereka, namun kenyataannya justru kalah jumlah dalam memperoleh Viewers dari warga netizen. Sekalipun konten yang diunggah mengenai Nasionalisme dan kebangsaan.

Segelintir masyarakat telah begitu terpapar oleh ideology Transnasional yang berselimutkan agama untuk menggeser Pancasila sebagai ideologi negara. Bahkan mereka telah melakukan kaderisasi kelompoknya melalui organisasi walau sepenuhnya telah ditutup oleh pemerintah. BNPT yang telah berusia 12 tahun berdiri pun mengalami kesulitan menepis tudingan gerakan mereka yang dinggap melakukan penyebaran islamophobia. Bahkan tayangan SUPER WOMEN metrotv tanggal 23 juni 2022 memberitakan bahwa perempuan telah masuk didalam pusaran radikalisme. Keberadaan mereka sudah masuk kedalam ranah pendidikan ditengah masyarakat saat ini. Lalu apa dan bagaimana peran pemerintah selanjutnya.

Sekolah gratis dianggap penyumbang maraknya penyebaran faham ini, bahkan organisasi radikal itu tak segan-segan lagi mengambil pungutan dana dari anggotanya bagi kegiatan mereka termasuk menyediakan kotak amal yang diletakkan di pasar swalayan dan mini market, sehingga sumber pembiayaan gerakannya semakin kuat dibalik penyusupan mereka pada instansi pemerintah, BUMN dan partai politik agar ikut membesarkan tujuan dari gerakan ini. Tidak ada yang bisa menebak dimana keberadaan mereka sesungguhnya, sebab mereka telah merasuki lembaga kepolisian dan TNI, bahkan diduga mereka pun telah masuk kedalam organisasi islam yang besar seperti PBNU dan Muhammadiyah serta MUI sekalipun.

Semoga tulisan ini bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...