KEKUATAN BANGSA ITU TERLETAK PADA SIKAP NASIONALISME RAKYATNYA
Penulis : Andi Salim
Dewasa ini semakin banyak orang yang terseret pada pemikiran yang irasional, dari persoalan hidup yang menghimpit hingga kebodohan yang tak kunjung keluar dari tempurung yang menutupi selimut kelam untuk melihat persoalan melalui berfikir rasional. Berpikir secara rasional adalah kemampuan untuk mempertimbangkan aspek dan menganalisis relevansi informasi yang berhubungan dengan keadaan atau suatu kejadian, baik yang berupa fakta atau pun hal-hal yang terkait dari kemungkinan yang akan terjadi.
Narasi yang berhamburan dari mereka yang menyesakkan publik saat ini sungguh menjadi persoalan kita bersama, sebab betapa ricuhnya permasalahan ini sehingga masyarakat seakan berbondong-bondong menyetujui pernyataan yang menyesatkan itu. jika hal ini terus dibiarkan tentu akan membahayakan persatuan dan runtuhnya toleransi kebangsaan ditengah kita semua. Dimana individu yang termakan oleh para penghasut dan pemberitaan Hoaks itu hanya mengandalkan keyakinan tanpa melandasinya dengan rasionalitas berfikir.
Sandaran pada keilmuan atau fakta ilmiah yang semestinya dapat dipegang melalui keakurasian data dan fakta jika diukur pada skala metode atau penelitian yang memiliki kaidah kebenaran empiris tentu tidak boleh diabaikan begitu saja. Sebab bukti empiris merupakan suatu sumber pengetahuan yang diperoleh dari observasi atau percobaan atau penelusuran informasi yang membenarkan suatu keadaan, termasuk dalam kaitannya dengan kepercayaan dalam mencapai kebenaran atau kebohongan dari suatu klaim.
Apalagi terkait hal yang baru-baru ini mengenai Keputusan pemerintah melalui pernyataan yang disampaikan menteri agama mengenai pembatalan keberangkatan jemaah haji Indonesia dimana pernyataan itu telah mendapat dukungan dan dinilai tepat oleh beberapa kalangan di antaranya dari DPR RI melalui Komisi VIII, Majelis Ulama Indonesia, dan ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah.
Namun seiring dengan keputusan itu, kesalahpahaman dan pemberitaan yang tidak sesuai dengan fakta pun muncul dan menyebar melalui berbagai media khususnya media sosial. Berita bohong atau hoaks pun menyebar terkait persoalan haji Indonesia yang memang bagi sebagian kalangan tentu menjadi kebijakan yang mengecewakan dan dapat menyulut rasa kebencian terhadap pemerintah dan bisa memicu reaksi serta kritik publik.
Belum lagi hal lain dari segudang isu yang tak tentu arah bahkan tak sedikit pula melibatkan para pakar dan tokoh intelektual kita yang ikut masuk pada pusaran semu yang terkait pada isu pelemahan KPK yang saat ini bergulir. Sedikitnya, 77 ekonom menandatangani surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, yang pada intinya, surat terbuka yang dikatakan menolak berbagai bentuk upaya pelemahan lembaga anti korupsi tersebut. Walau dibalik itu, mereka seakan mengabaikan begitu saja perilaku penyidik KPK yang menyimpang dari tupoksinya.
Padahal begitu banyak dugaan negatif yang selama ini menerpa institusi KPK dan terjadinya pembangkangan dari pihak penyidiknya yang bersekongkol didalam Wadah Pegawai KPK terhadap kebijakan yang ditetapkan oleh ketua KPK yang selama ini tidak diketahui publik. Disamping itu masih terdapat isu pemerasan yang dilakukan oleh oknum penyidik KPK terhadap para pelaku korupsi sehingga menghalangi proses penyelidikan dan pengungkapan kasus-kasus korupsi yang ditanganinya. Dari hal itu, tentu saja KPK tidak akan pernah mencapai perolehan pengembalian kerugian negara secara optimal.
Sebagaimana yang dibeberkan oleh Fachri Hamzah yang menyampaikan bahwa lembaga KPK lebih memperlihatkan kultur politik dari seringnya lembaga ini berkomentar pada hal-hal yang bersifat politis, dari pada sebagai lembaga penegakan hukum. Serta menyambung dari cerita ini pun dapat pula kita kaitkan mengapa Prof DR Romli Atmasasmita yang menyampaikan bahwa ICW memperoleh dana donor asing Non Goverment Organization atau NGO senilai 96 milyar melalui KPK, tentu saja hal itu menjadi kecurigaan masyarakat mengapa ICW begitu semangatnya dalam membela WP KPK saat ini.
Apa-apa yang selama ini disampaikan oleh kaum intoleran sesungguhnya bukan kritik membangun, akan tetapi kebohongan yang disuarakan kepada masyarakat untuk menyesatkan cara berfikir demi melunturkan sikap nasionalisme untuk selanjutnya menjadi kelemahan bangsa kita, sebab NKRI ini hanya terjaga dan kokoh jika rakyatnya mencintai ideology Pancasila yang diyakini sakti oleh karena dapat meresap bagi segenap anak bangsa, namun kalau hal ini terus menerus digoyahkan, maka tentu saja akan runtuh yang pada akhirnya tidak ada lagi yang mempertahankannya.
Saat ini mereka semakin dibiarkan berbicara dan menyampaikan opini yang menyesatkan secara terbuka tanpa tersentuh hukum sedikit pun, baik dari mimbar-mimbar yang memang mereka miliki dan kuasai atau pun dari ruang-ruang pemerintah dan BUMN serta BUMD dimana kroni mereka telah duduk disana dan membaur pada pejabat atau aparat negara yang tidak lagi memiliki wawasan kebangsaan sebagaimana yang ditemukan dari hasil test sebanyak 75 orang yang tidak lolos TWK KPK kemaren.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar