Selasa, 21 Februari 2023

KETEGASAN NEGARA HARUS MENAMPAKKAN SIKAP YANG TAJAM KEARAH MUSUH BANGSA

30/03/2022

KETEGASAN NEGARA HARUS MENAMPAKKAN SIKAP YANG TAJAM KEARAH MUSUH BANGSA
Penulis : Andi Salim

Ideologi transnasional dirasakan begitu menakutkan bagi kelangsungan berbangsa dan bernegara, hal itu terlihat dari semaraknya ujaran kebencian dan berita hoaks di medsos saat ini. Perang wacana pun sebenarnya telah lama dimulai untuk menampakkan aksinya yang menggigit dan mengimbangi konstitusi sebuah negara. Hal itu merupakan bagian dari upaya dari masing-masing pihak yang sengaja mengimportnya ke dalam bangunan pemikiran anak bangsa sebagai cara memperoleh legitimasi bahwa wacana yang dibawa oleh mereka akan terserap yang kemudian akan di kalkulasi seberapa besar skala dampak yang layak untuk diperhitungkan.

Keberadaan para politikus dan tokoh agama dan budaya pun ikut terseret kedalam arus gelombang baru yang menjanjikan potongan harapan bagi peranan dan peluang dari berbagai kemungkinan posisi yang akan didudukinya, maka keikutsertaannya kedalam proses akselerasi dari gerakan itu semakin memperlihatkan kesatuan langkah bersama untuk berjuang sekuat tenaga dalam membangun wacana tersebut dengan tujuan menjadikan ideologi pesaing baru. Sebab membangun wacana merupakan cara yang paling efektif, mudah dan murah untuk dapat menguasai serta mempengaruhi kekuasaan terhadap negara lain.

Pada tingkatan lokal saja, kehadiran kekuatan ormas dan relawan yang memiliki banyak pengikutnya mampu menjadi magnet bagi para politikus dan penguasa untuk ditukarkan dalam suatu kesempatan guna memperoleh uang atau sempalan kekuasaan sebagai alat bargaining power dari kepentingan dan tujuan bersama. tentu hal itu pun sama berlakunya terhadap fungsi organisasi itu untuk meraup keuntungan lain dari pertukaran kepentingan terhadap negara-negara atau organisasi dan perusahaan asing ( PMA ) dimana mereka telah merasakan sulitnya dalam bernegosiasi dengan pihak pemerintah indonesia. Maka cara menyusupkan kepentingannya melalui jalur ini tentu menjadi terbuka.

Benang merah dari kerjasama itu tak lain adalah, bagaimana menekan kebijakan pemerintah, menduduki bagian kekuasaannya, serta mengambil keuntungan dari proses menekan dan mendikte berbagai keputusan pemerintah tersebut untuk selanjutnya bertindak secara terstruktur dengan strategi yang matang dan digerakkan secara masif untuk seterusnya digulingkan. Maka tak heran jika gerakan ini merasuki setiap kelembagaan sebagai institusi yang dipengaruhinya guna mereposisi loyalitas anggota lembaga tersebut demi tujuan yang akan dicapai. Disinilah segala janji itu dimulai untuk merangkul siapa saja, layaknya janji kampanye pada umumnya.

Etalase gerakan ini terlihat dari hadirnya pejabat, tokoh politik, agama dan masyarakat, akademisi, serta profesi lain yang berhasil mereka himpun dalam membangun image agar dipercaya sekiranya mereka akan berhasil nantinya. Apalagi politik transnasional itu pun membangun sentra-sentra komunitas kecil sebagai sayap gerakannya, ruang-ruang aktifitasnya pun terlihat dijejali oleh dukungan dari mayoritas agama dengan pola tarbiyah yang dikembangkan agar menyurutkan masyarakat kepada organisasi lama yang dianggap usang untuk segera ditinggalkan. Apalagi ada pihak yang pernah kecewa dan sakit hati, tentu hal ini menjadi peluang tersendiri.

Surutnya jiwa nasionalisme dari sejarah panjang sejak peninggalan orde baru yang kerap membiarkan korupsi bahkan cenderung bermain kepada setiap pejabat negara yang ditunjuknya semakin menjadi beban moral bangsa ini, bahwa korupsi pun dianggap sebagai hal yang wajar. Walau ada KPK, Kepolisian RI, Inspektorat disetiap lembaga, sebagai institusi pengawasan terhadap persoalan ini, namun moralitas bangsa kita yang terlanjur telah lama rusak sungguh kondisi yang sangat memprihatinkan dan membutuhkan tangan besi yang sama sebagaimana penerapan pada jaman pak harto waktu itu pula.

Otonomi daerah hanya menjadi penyebab tumbuhnya koruptor-koruptor baru diberbagai kawasan, walau terdapat penerapannya yang positif, namun dampak keburukannya pun menjadi tak terhingga pula tentunya. Hal itu terlihat dari rangkaian kepala daerah yang ikut menyesaki lapas hingga menjadi *over capacity*. Dalang dari semua ini tentu kita tudingkan kepada *Amin Rais* dari pengakuannya sendiri yang sengaja mewacanakan *OTDA* ini, dimana gagasan negara federalnya pernah ditolak, sehingga berhasil menggadang-gadang agar desentralisasi kekuasaan ini disetujui banyak pihak.

Entah karena para akademisi dan politikus kita yang mudah dibodohi atau memang melihat upaya OTDA ini sebagai kesempatan untuk memperoleh kekuasaan yang menguntungkan mereka pula, maka gagasan kearah itu seakan begitu mudahnya diterapkan pasca turunnya pak harto, sehingga hal itu justru dimanfaatkan oleh Amin Rais yang dengan gampangnya mempengaruhi banyak pihak, apalagi demi ambisinya pribadinya pun UUD45 kita berhasil diamandemen bahkan beberapa kali dimana salah satunya menghilangkan kata *Asli* terhadap pencalonan presiden yang selama ini dipertahankan agar bangsa ini tidak direngut oleh mereka para pendatang yang mengacaukan bangsa ini

Maka untuk mengembalikan semuanya itu, pemerintah harus kembali menajamkan kuku-kuku Garudanya agar mencengkram dan mencabik-cabik siapa saja yang bertentangan dengan *Pancasila*, serta menangkap pihak-pihak lawan politik kebangsaan itu demi mempertahankan posisi negara termasuk kedaulatannya yang mulai goyah. Sebab jika tidak, tentu ada saja yang menariknya kedalam perundingan untuk menghadirkan win-win solution yang sebenarnya tidak perlu serta malah merugikan bangsa dan negara ini tentunya. Dilain pihak, mereka bukanlah kombinasi dari faktor yang sejajar atas kedudukan dan fungsinya yang pantas untuk disetarakan dengan kedudukan negara.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...