KRITIK SEBAGAI THE POWER OF MESSAGE SIGNAL
Penulis : Andi Salim
Dalam berbagai tulisan, tentu penulis akan terus berusaha agar kita semua melihat perspektif yang objektif dari apa yang sepatutnya wujud demi mendapatkan kemurnian suara rakyat, sekaligus demi mendorong perbaikan kualitas yang terkoreksi secara terus menerus sebagai kebaikan dari dan bagi diri sendiri atau orang lain di sekitar kita semua, meskipun dorongan tersebut juga harus tetap mendukung upaya pemerintah sebagai pusat dari kolektifitas kepentingan masyarakat agar lebih fokus mengakomodir segala keinginan masyarakat untuk menyerapnya secara selektif demi kemajuan bangsa dan negara.
Menyadari betapa banyak penyimpangan-penyimpangan dari sebagian orang pintar yang membodohi, para orang kaya yang memanfaatkan masyarakat miskin serta orang serakah yang terus mempecundangi. Termasuk mereka yang kuat yang dibiarkan untuk terus menerus menekan keberadaan golongan yang lemah, maka hal ini semestinya bisa diakhiri. Keadaan dimana bukan saja hal itu menjadi perlakuan dari pribadi sebagai bentuk dari sikap perorangan yang memiliki superioritas, namun hadir pula rekam jejak dari institusi dan golongan atau bahkan dari negara melalui kebijakan dan legitimasi yang semestinya tidak sepatutnya dibiarkan.
Kemurnian suara masyarakat pun tak lagi dapat didengar layaknya kicau burung yang dahulu menyambut embun pagi disekitar masa-masa sebelum indonesia dimerdekakan, namun sekarang ini, dari sistem demokrasi yang terus berkembang serta menciptakan keterwakilan masyarakat untuk sekedar menyampaikan sesuatu guna memenuhi hajatnya, namun dibalik itu segalanya menjadi berubah manakala hal tersebut dikaitkan dengan skema politik atau prioritas ekonomi serta kepentingan penguasa yang sengaja merubah frekwensi gelombangnya hingga mengaburkan apa yang menjadi harapan dari masyarakat agar segera diselesaikan.
Berbagai instalasi yang telah terbangun sejak dahulu kala yang merupakan pemancar sinyal-sinyal politik dan kekuasaan untuk secara konsisten terus menerus mengupgrade dan mengupdate posisinya melalui jaringan ekonomi bahkan tak segan-segan menyisipkan nuansa intoleransi kedalam paradok keagamaan. Sehingga masyarakat tak lagi pandai mengeluarkan suara dan keinginannya setelah segalanya terhempaskan melalui sarana dan media komunikasi yang dianggap relevan dengan sebutan konstitusi serta UU dengan segenap amandemennya bagi kepentingan segelintir orang.
Keberadaan partai politik dan lembaga-lembaga organisasi kemasyarakatan hanya berisikan mereka yang dianggap pintar untuk memalsukan dan menduplikasi keaslian suara rakyat, sehingga keberadaan mereka justru ikut membungkam suara-suara sumbang yang disampaikan rakyat tersebut. Maka tak heran, masyarakat pun mengikuti trend ini kedalam kehidupan sehari-harinya, hingga tertanam bahwa kejujuran dan kemurnian itu bagikan barang rongsok yang tidak lagi perlu didaur ulang. Bahkan menjual sesuatu yang bersifat imitasi dan palsu malah dianggap lebih menguntungkan.
Undang-undang yang sejak dahulu bagaikan makanan siap saji dan terus dipakai sebagai sumber keadilan, dirasakan jauh dari relevansi kehidupan nasionalisme kebangsaan bahkan menjadi banyak yang menjadi pertentangan dan saling berhimpitan dengan kepentingan hukum agama maupun sisi budaya yang semakin tak terhindarkan. Sebab betapa tidak, hukum kita memang diakui sebagai warisan kolonial Belanda yang masih belum disesuaikan secara sempurna kedalam budaya dan tradisi kehidupan masyarakat kita pada umumnya.
Pemberitaan Merdeka.com tertanggal 14/6/21 menyebutkan, jika Menteri Hukum dan Hak azasi Manusia, Yasonna Laoly berbicara mengenai hukum pidana di dalam negeri. Dengan mengatakan bahwa Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau 'Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie' yang merupakan warisan Kolonial Belanda banyak menyimpang dari azas hukum pidana umum. Relevansi sistem pemidanaan modern seharusnya selalu mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan baik yang berkaitan dengan pelaku tindak pidana atau korban.
Dari fakta diatas membuktikan bahwa bangsa ini masih membutuhkan kritik yang lebih pedas dan lebih banyak partisipasi masyarakat untuk menggugurkan syahwat-syahwat yang kontra produktif dari nasionalisme kebangsaan yang semestinya tumbuh, agar tidak seorang pun sembarangan memperoleh orgasme dari perselingkuhan yang terlarang. Negara berkepentingan meluruskan, mendengarkan kemurnian suara rakyatnya, membangun tower-tower pemancar bagi tangkapan sinyal-sinyal kebangsaan sebagaimana judul pada tulisan ini agar KRITIK SEBAGAI THE POWER OF MESSAGE SIGNAL dapat diterima sebagai kebaikan bangsa dan negara.
Semoga tulisan ini bermanfaat
ini blog khusus untuk tulisan-tulisan dari Bapak Andi Salim, seorang tokoh toleransi di wilayah Gunung Sindur Rawa Kalong Bogor, sangat bagus untuk bacaan-bacaan opini dari beliau
Senin, 20 Februari 2023
KRITIK SEBAGAI THE POWER OF MESSAGE SIGNAL
24/05/2022
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH
TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...
-
15/10/2022 BENTURAN KEPENTINGAN MENCIPTAKAN PERBEDAAN Penulis : Andi Salim Siapa yang tidak ingin sama dalam segala hal, terutama bagi pasa...
-
13/08/2022 INDONESIA DITENGAH PUSARAN KRISIS GLOBAL YANG MENGHANTUI DUNIA Penulis : Andi Salim Jika ingin menguasai suatu negara, cara yang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar