Senin, 20 Februari 2023

MEMAHAMI KONSEP KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN NEGARA DAN AGAMANYA

4/05/2022

MEMAHAMI KONSEP KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN NEGARA DAN AGAMANYA
Penulis : Andi Salim

Dalam banyak hal, mungkin tak sedikit dari kita yang merasa geregetan terhadap keadaan dimana eko sistem kebangsaan yang kita miliki seolah-olah tersandra, dimana ekosistem nasional tidak memperlihatkan produktifitasnya yang baik dan inovatif untuk memungkinkannya tumbuh dan berkembang secara dinamis. Tentu saja kita berharap adanya kemajuan yang diawali dari ekosistem hukum, politik, kebudayaan dan pendidikan, serta keagamaan yang kondusif dan memiliki fleksibilitas yang tinggi dari proses berfikir yang sederhana yang mampu menguraikan segala masalah dengan tatanan demokratisasi yang ideal di tengah masyarakat.

Apalagi pada sisi lain, kita masih menyaksikan bahwa negara belum sepenuhnya hadir untuk bersikap netral yang sekaligus menegaskan posisinya sebagai pihak yang harus sepenuhnya menjaga, mengatur, menekan, membangun serta menekan atau malah menyingkirkan sikap dan wawasan warga negaranya yang kontra produktif dari tujuan bernegara itu agar setiap warganya berpijak pada konteks yang seutuhnya bagi kelangsungan masa depan bangsa kita saat ini. Bahkan sebagian dari kita pun masih asyik untuk mempertanyakan hak dan kewajiban selaku warga negara, namun disisi lain, esensi berbangsa dan harmonisasi keseimbangan pijakan itu menjadi terseret pada kekuatan arus tertentu yang dirasakan menuju langkah mundur.

Sebut saja hegemoni politik dan naiknya fanatisme beragama yang ekstrem, dimana hal itu semakin diperparah dari posisi aparat dan segenap instrumen penegak hukumnya yang disinyalir malah terpapar sikap intoleran yang larut pada aksi dukung mendukung hingga menyebabkan bangsa ini terbelah untuk saling berhadapan serta merusak instrumen keseimbangan sebagaimana disebutkan diatas. Lalu dengan cara bagaimana menyuarakan toleransi itu agar menjadi sikap dari setiap warga negara, jika masih banyak pihak yang belum menyadari pentingnya eko sistem bernegara ini agar terjaga dengan baik sekaligus dipahami secara utuh sebagai pondasi dasar pertahanan suatu bangsa.

Pada konteks negara dan warga negara, tentu dibutuhkan pembedaan yang utuh terhadap tujuannya masing-masing. Faktor agama yang menjadi kebutuhan manusia selaku warga negara memang tidak dapat dipungkiri begitu saja, sebab hal itu akan menjawab untuk apa seorang umat manusia itu hadir ke bumi ini, serta kemana atau bagaimana keadaan setelah kematiannya. Namun pada konteks negara pun sama pentingnya pula untuk kita cermati, bahwa kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara adalah merupakan perjalanan yang berkesinambungan baik dahulu disaat memerdekakannya, mau pun saat ini atau nanti yang menjadi wadah bagi generasi muda setelah kita semua.

Derajat persaudaraan seiman atau biasa disebut ukhwah Islamiyah merupakan fundamentalis dari rasa keimanan di dalam pengamut agama yang sama. Akan tetapi pentingnya derajat ukhwah Wathoniyah pun harus dirasakan menjadi wadah / tempat dimana tumbuh kembangnya suatu agama itu mutlak diperlukan. Oleh sebab itu, bagaimana pun juga negara harus ikut mengaturnya sebagai ketentuan khusus untuk dipijak secara bijaksana. Disamping itu, masyarakat pun harus menyadari mana prilaku toleransi untuk disandingkan dengan penyimpangan dari sikap militansi politik dan konservatisme agama yang sengaja ditunggangi. Sehingga kerukunan dan harmonisasi dari kedua landasan itu terjaga dalam koridor yang seimbang.

Dari sikap kerukunan dan harmonisasi kehidupan itulah dibutuhkan pembatasan, hukum, dan ketentuan untuk memisahkan kondisi eko sistem sosial ditengah masyarakat kita. Pemisahan atas ruang publik sebagai wadah bangsa dengan segenap apresiasi terhadap budaya yang pada pokoknya membangkitkan sisi nasionalisme kebangsaan harus terjaga dengan baik untuk tidak terganggu kepada aspek kepentingan apapun demi kelangsungan hidup segenap manusia dan habitat campuran lain yang berada dalam wilayah eko sistem tersebut yang terpisah secara jelas dari ruang-ruang privasi dan eko sistem agama yang semestinya terkendali dari intervensi negara melalui penegakan hukum yang dijunjung tinggi bersama.

Demikian pula sebaliknya, agama tidak boleh dibiarkan untuk melampaui kewenangan yang melekat padanya agar secara serampangan menilai, menetapkan, serta menjadikan status publik apapun diluar konteks kebutuhannya, sebagaimana yang baru-baru ini terjadi atas beberapa eksiden, sebut saja penendangan sesajen di kab. Lumajang, dimana pelaku penendangan sesajen itu dianggap telah melakukan tindakan intoleransi. Atau pada kasus lain, pada kasus penghinaan yang dilakukan ustaz Mizan terhadap Makam Leluhur tokoh masyarakat Lombok yang di duga bermotif ceramah yang bermuatan penghinaan melalui videonya yang viral beberapa waktu lalu, dinilai telah meresahkan masyarakat.

Preseden atas dua peristiwa diatas, tentu harus di imbangi pada pemahaman pentingnya menyikapi dimensi keadaan ruang dan kedudukannya. Sebab moralitas suatu bangsa memang sepatutnya disentuh, diasah, dibangun dan dilestarikan baik melalui sarana keagamaan, atau pun sarana seni dan budaya yang menyatu kedalam apresiasi yang sewajarnya tumbuh demi kebanggaan diri dan sikap nasionalisme yang mencintai negerinya sendiri. Kesadaran akan hal ini tentu saja bangkit dari upaya pemerintah untuk menghadirkan strategi yang selayaknya digerakkan sebagai akselerasi dari dinamika perubahan jaman yang terus berkembang, khususnya di era digitalisasi saat ini.

Semoga Tulisan ini Bermanfaat🙏


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH

TAHUN POLITIK MEMPENGARUHI TURUNNYA KINERJA PEMERINTAH Penulis : Andi Salim 05/06/2023 Apa yang terbersit di pikiran masyarakat ketika memas...